ZAKAT FITHRI BOLEHKAH DENGAN UANG ?
Zakat fithri pada bulan Ramadhan adalah
wajib bagi setiap muslim, hal ini telah diwajibkan oleh Rasulullah shollallahu
‘alaihi wasallam berlandaskan hadits riwayat Bukhari Muslim dari Abdullan bin
Mas’ud: "Sesungguhnya Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam
mewajibkan zakat fithri pada bulan Ramadhan kepada manusia berupa satu sho’
kurma, atau satu sho’ gandum, baik orang yang merdeka, budak laki-laki atau
perempuan".
Diriwayatkan pula
oleh Abu Dawud dan Ibnu Majah dari Ibnu Abbas yang artinya: ’Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam
mewajibkan zakat fithri sebagai penyucian bagi orang yang puasa’, dan
banyak lagi hadits yang lain.
Dengan demikian wajib
bagi kaum muslimin untuk mengeluarkan zakat fithri pada bulan Ramadhan karena
mengikuti perintah Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam shollallahu ‘alaihi
wasallam berdasarkan firman Allah Ta’ala dalam surat Al-Hasyr ayat 17, dan
banyak lagi ayat lain yang mewajibkan kaum mslimin untuk menta’ati beliau shollallahu
‘alaihi wasallam, demikian juga hadits-hadits yang shahih.
SIAPAKAH YANG WAJIB ZAKAT?
Yaitu seluruh kaum
muslimin baik laki-laki maupun perempuan, merdeka atau budak, kecil atau besar.
Bagi yang mempunyai keluarga atau tanggungan maka wajib baginya untuk
menzakatinya: istrinya, anaknya, pembantunya yang mengurusi urusannya dan ia
bertanggung jawab atas gajinya. Seperti diriwayatkan oleh Abu Dawud dari
Abdullah bin Umar ra: "Sesungguhnya Rasulullah shollallahu ‘alaihi
wasallam mewajibkan shadaqah fithri berupa satu sho’ gandum atau kurma, kepada
orang yang kecil, besar, merdeka, budak laki-laki atau perempuan".
Maka wajib bagi orang
miskin yang memiliki kelebihan makanan pada waktu itu untuk mengeluarkan zakat.
BENTUK ZAKAT
Berupa makanan, kurma,
gandum dan selainnya dari makanan pokok, berdasarkan hadits bukhari dan Muslim
dari Abu Sa’id Al Khudri : "Kami mengeluarkan zakat fithri satu sho’ makanan, satu sho’ gandum, satu sho’
kurma, satu sho’ keju, satu sho’ kismis (anggur kering)".
Berkata Abu Sa’id Al
Khudri: "Saya selalu mengeluarkan
zakat fithri (berupa makanan)
seperti saya dulu mengeluarkannya pada zaman Rasulullah shollallahu ‘alaihi
wasallam, selama saya masih hidup".
Dan satuan sho’ yang
dipakai adalah sho’ Madinah dimana kadarnya adalah 2040 gram gandum atau 2900
gram beras.
SIAPA YANG BERHAK
MENERIMA ZAKAT
Dari
Ibnu Abbas berkata: Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam telah mewajibkan
zakat fithri sebagai penyucian bagi yang berpuasa dari perkataan sia-sia dan
keji, dan makanan untuk orang
miskin, barang siapa yang menunaikannya sebelum shalat ‘Ied maka itulah
shadaqah (zakat fithri) yang diterima, dan barang siapa yang menunaikannya
setelah shalat maka dia adalah shadaqah dari macam-macam shadaqah". (HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah; Shahihul
Ibnu Majah no.1480, Ibnu Majah I 585 no.1827 dan ‘Aunul Ma’bud V.3 no:1594, dishahihkan oleh Al-Hakim)
Berdasarkan hadits ini
jelas kiranya, bahwa yang berhak menerima zakat fithri adalah orang-orang
miskin, karena Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam mewajibkan zakat berupa
makanan.
BOLEHKAH DIGANTI DENGAN
UANG ATAU SELAINNYA?
Berkata Imam Abdullah bin Ahmad bin Hanbal
dalam Masa’il Imam Ahmad hal.
171 masalah ke 647: "Saya mendengar
bapakku, beliau membenci untuk memberikan harga dalam zakat fithri, katanya:
‘Saya khawatir apabila diganti harga tidak akan sepadan/mencukupinya’. "
Berkata Imam Ibnu Qudamah dalam Al-Mughni 3/65: katanya "Barangsiapa membayar zakat dengan harganya
tidak akan sepadan/mencukupinya."
Berkata Imam Syaukani dalam Nailul Authar: ‘Zakat wajib berupa barang, tidak boleh diganti dengan harga/nilainya,
kecuali jika tidak ada barang dan jenisnya". Katanya pula. "Yang
benar bahwa zakat harus berupa barang tidak boleh diganti harganya kecuali ada
udzur."
Berkata Imam Nawawi dalan Syarah Muslim 7/60: "Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam
menyebutkan berbagai macam barang yang harganya bermacam-macam, dan beliau
mewajibkan dari setiap jenisnya satu sho’, maka ini menunjukkan bahwa yang
teranggap/diakui adalah sho’ bukan harganya".
Berkata Imam Nawawi dalam Al-Majmu’: "Tidak sepadan/mencukupi menurut kami", seperti ini pula
pendapat Imam Malik, Imam Ahmad, Imam Ibnul Mundzir, berkata Abu
Hanifah: "Boleh", berkata Ishaq dan
Abu Tsaur: "Tidak mencukupi kecuali
dalam keadaan terpaksa".
Berkata Imam Asy Syaukani dalam Assailul Jarar 2/86, katanya:
‘Harga hanya boleh dibayar dalam keadaan
terpaksa". Saya katakan (Syaukani); "Ini benar, karena dhohir beberapa hadits –dengan ditentukannya zakat fithri
berupa makanan,- (ini menunjukkan) bahwa pengeluaran sesuatu yang telah
disebutkan oleh Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam adalah tertentu pula
(tidak boleh dengan yang lainnya, pent.) Dan apabila ada halangan, maka
harganya mencukupi, karena yang demikian itu memungkinkan bagi orang yang
berkewajiban membayar zakat fithri dan tidak wajib bagi orang yang tidak ada
kemampuan.” Imam Nawawi menukil
dari Imam Haramain bin Abul Ma’ali Al
Juwaini bahwa mengeluarkan zakat
dengan harga/nilai adalah keluar dari nash dan makna ta’abud (peribadatan),
semisal orang sujud meletakkan pipi dan dagunya ke lantai sebagai ganti dari
dahi dan hidung, karena zakat adalah saudaranya shalat.
Berkata Ibnu Hajar Al Asqalani: "Sepertinya barang-barang yang disebutkan
oleh Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam dalam hadits Abi Sa’id,- dimana
takaran barang itu sama padahal harganya berbeda-beda- ini menunjukkan bahwa
yang dimaksud adalah mengeluarkan barang-barang tersebut dari jenis apa pun
(bukan harganya)."
Berkata Ibnu Taimiyah dalam Al Ikhtiyarat Al Fiqhiyah: "Dan zakat fithri itu cukup dengan
makanan pokok negerinya seperti beras, dan selainnya, walupun diukur setaraf
dengan jenis barang yang disebutkan dalam hadits, dan tidak mencukupi
mengeluarkan zakat dengan pakaian, dipan, bejana dan barang lainnya selain yang
telah disebutkan oleh Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam, karena
Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam mewajibkan berupa makanan, maka jangan
melanggar apa yang telah di tentukan oleh beliau shollallahu ‘alaihi wasallam,
juga tidak mencukupi dengan membayar harga makanan tersebut, karena menyelisihi
perintah beliau shollallahu ‘alaihi wasallam. Imam Ahmad ditanya tentang membayar zakat fithri dengan dirham,
kata beliau : "Saya khawatir tidak
akan mencukupi, menyelisihi sunnah Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam
di katakan padanya, orang-orang berkata; Umar bin Abdil Aziz memungut harga
(zakat fithri), jawab Ahmad: ”Mereka
menanggalkan perkataan Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam dan mereka
berkata ; Kata orang ini, itu dst”. Berkata Ibnu Umar: ”Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam mewajibkan…”, al-hadits.
Firman Allah : "Taatilah Allah dan taatilah Rasul".
Maka beliau berpendapat bahwa
membayar zakat fithri dengan harga/ uang menyelisihi Rasulullah shollallahu
‘alaihi wasallam. Demikian pula pendapat Imam
Malik, Syafi’i, kata Ibnu Hazm : "Harga/ uang tidak mencukupi sama
sekali karena itu bukan yang diwajibkan Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam,
dan harga tidak boleh pada hak manusia kecuali dengan saling ridho, sedangkan
zakat itu tidak ada kepemilikannya secara pasti yang boleh ridho dan
melepaskannya”. Berkata Sufyan At-Tsauri:
"Abu Hanifah dan para sahabatnya : ”boleh
dengan harga/ uang”, hal ini diriwayatkan dari Umar bin Abdul Aziz dan
Hasan Al Basri."
Itulah perkataan para Imam
kaum muslimin. Alasan kedua: Harta/mata uang pada zaman Rasulullah shollallahu
‘alaihi wasallam sudah ada, tetapi beliau shollallahu ‘alaihi wasallam tidak
memerintahkannya untuk membayar dengannya, kalaulah boleh dengan harga, tentu
beliau shollallahu ‘alaihi wasallam akan mengatakan satu sho’ gandum atau
harganya. Dan nash hadits tidak ada yang
menerangkan harganya. Demikian juga harga dari berbagai barang itu
berbeda-beda, lalu mana yang akan dijadikan standart? Apabila dihargai murah, tentu
barangnya jelek, tentunya ini adalah kedholiman terhadap para penerima zakat fithri
yaitu para fakir miskin.
Maka perlu diketahui bahwa zakat fithri
adalah ibadah, dan dasarnya adalah ittiba’, kita tidak boleh meninggalkan
ittiba’ Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam lantaran mengikuti perkataan
seseorang. Dan para sahabat pun mengetahui dan mengamalkannya (zakat bukan
harga), serta tidak menyelisihi ketentuan beliau shollallahu ‘alaihi wasallam
maka tidak boleh kita katakan bahwa zakat dengan uang itu lebih bermanfaat bagi
fuqoro’ dan masakin ketimbang dengan barang. Beralasan : zakat berupa barang hanya
bernilai konsumtif (dimakan) semata sedang uang bernilai produktif (bisa untuk
modal). Ini hanyalah alasan akal
yang direkayasa bahkan justru menyelisihi hadits Rasulullah shollallahu ‘alaihi
wasallam dan Allah Ta’ala yang mensyariatkannya, tentu lebih tahu akan
kemaslahatan para hamba-Nya
yang fakir dan miskin.
Waktu mengeluarkannya sebelum sholat ied
boleh juga satu hari atau dua hari sebelum ied seperti dilakukan Ibnu Umar ra. Wallahu a’lam.
Diterjemahkan dengan ringkas dari majalah
At-Tauhid edisi Ramadhan 1420, Kairo Mesir oleh Abdul Aziz bin Salim Al Atsari.
Ma’had Al Furqon Al Islamy Sidayu Gresik
Sumber:
Risalah No: 79 / Thn. III / Ramadhan 1421 H
Risalah ini
diterbitkan oleh Forum Silaturrahim As-Sunnah
Alamat Redaksi:
Jl. Bunga Matahari No.1 Mataram
alhujjah@anshorussunnah.cjb.net
Tidak ada komentar:
Posting Komentar