TAFSIR QS.
AN-NISA’ AYAT 48:
ORANG
MUKMIN YANG MATI DENGAN MEMBAWA DOSA SELAIN SYIRIK
Allah berfirman: “Sesungguhnya
Allah tidak akan mengampuni dosa syirik dan Dia mengampuni segala dosa
selain (syirik) itu bagi siapa yang Dia kehendaki.” (QS. An-Nisa’: 48, 116)
Dari Anas bin Malik ia berkata aku mendengar Rasulullah shollallahu
‘alaihi wasallam bersabda : “Allah berfirman : ‘Hai anak Adam, jika engkau
datang kepada-Ku (mati) dengan membawa dosa sepenuh jagad, dan engkau ketika
mati dalam keadaan tidak menyekutukan-Ku dengan sesuatupun, maka Aku akan
datang kepadamu dengan membawa ampunan sepenuh jagad itu pula’.” (HR.
Tirmidzi 3540 dan ia menilai hasan)
Nabi bersabda: “Barangsiapa
yang mengatakan Laa Ilaha illallah lalu mati di atas kalimat itu maka ia akan
masuk surga.” Abu Dzar mengatakan: “Walaupun
berzina dan mencuri?” Nabi mengatakan: “Walaupun
berzina dan mencuri.” Abu Dzar mengatakan: “Walaupun berzina dan mencuri?” Nabi mengatakan: “Walaupun berzina dan mencuri.” Sampai ia
katakan tiga kali dan yang keempat kalinya Nabi mengatakan: “Walaupun Abu Dzar tidak suka.” Kemudian
Abu Dzar keluar dan mengatakan: “Walaupun
Abu Dzar tidak suka.” (HR. Muslim no. 269 cet. Darul Ma’rifah)
Ibnu Hajar
Al-Asqalani berkata: “Ibnu Baththal mengatakan
bahwa maksud Imam Bukhari adalah untuk menyangkal pendapat yang menyatakan
bahwa dosa selain syirik adalah kufur seperti pendapat golongan Khawarij, dan
orang yang meninggal dalam keadaan demikian, maka ia akan kekal dalam neraka.
Selanjutnya ayat Al-Qur’an juga menolak pendapat mereka, karena maksud ayat “Dan Dia (Allah) akan mengampuni dosa
selainnya (syirik) bagi orang yang dikehendaki” adalah bagi orang yang
meninggal dunia sedang ia mempunyai dosa selain syirik.” (Fathul Bari syarah
Shahih Bukhari Kitab Al-Iman)
Abu Ja’far
Ath-Thahawi berkata: “Para pelaku dosa besar di
kalangan umat Muhammad shallallahu
'alaihi wasallam (bisa) masuk neraka, namun mereka tak akan kekal
di dalamnya kalau mereka mati dalam keadaan bertauhid. Meskipun mereka belum
bertaubat namun mereka menemui Allah (mati) dengan menyadari dosa mereka.
Mereka diserahkan kepada kehendak dan keputusan Allah. Kalau Dia menghendaki,
maka mereka dapat diampuni dan dimaafkan dosa-dosa mereka dengan keutamaan-Nya,
sebagaimana yang difirmankan Allah ‘Azza
wa Jalla: “Dan Dia mengampuni dosa selain (syirik) itu bagi siapa
yang Dia kehendaki.” (QS. An-Nisa’:
48, 116). Dan jikalau Dia menghendaki, mereka diadzab-Nya di neraka
dengan keadilan-Nya. Kemudian Allah akan mengeluarkan mereka dari dalamnya
dengan rahmat-Nya dan syafa’at orang yang berhak memberi syafa’at di kalangan
hamba-Nya yang ta’at. Lalu mereka pun diangkat ke surga-Nya.” (Al-Aqidah
Ath-Thahawiyyah masalah ke-79)
Abu Hasan Al-Asy’ari berkata:
“Mereka pun (Mu’tazilah) menyebarkan anggapan yang membuat kebanyakan manusia
jadi bimbang terhadap rahmat Allah dan berputus asa terhadap nikmat-Nya, dengan
memutuskan kata bahwa orang-orang yang berbuat maksiat itu tempatnya adalah di
neraka serta kekal di dalamnya. Dan hal ini jelas bertentangan dengan Firman
Allah SWT : “Sungguh, Dia mengampuni
semua dosa yang selain syirik, kepada siapapun yang Dia kehendaki” (QS.
An-Nisa’ ayat 48).” (Al-Ibanah An-Ushul Ad-Diyanah oleh
Abu Hasan Al-Asyari)
Imam
An-Nawawi mengatakan: “Ijma’ para pemegang
kebenaran bahwa pezina, pencuri dan pembunuh serta selainnya dari para pelaku
doa besar selain syirik, mereka tidak dikafirkan dengan sebab perbuatannya.
Mereka tetap sebagai mukmin yang kurang imannya. Kalau mereka bertaubat maka
gugurlah hukuman mereka. Kalau mereka tetap bermaksiat maka mereka di bawah
kehendak Allah. Jika Allah berkehendak Allah akan ampuni, jika Allah
berkehendak maka akan hukum mereka.” (Syarah Shahih Muslim jilid. 1 hal. 230.
Lihat pula Syarah Al-'Aqidah Ath-Thahawiyah hal. 321 takhrij Al-Albani)
Abu
‘Utsman Isma’il bin Abdur-rahman Ash-Shabuni
berkata: ”Ahlus Sunnah berkeyakinan bahwa seorang mukmin meskipun melakukan
dosa-dosa kecil dan besar tidak bisa dikafirkan dengan semuanya itu.
Meskipun dia meninggal dunia dalam keadaan belum taubat, selama masih dalam
tauhid dan keikhlasan, urusannya terserah Allah. Jika Ia menghendaki, Ia akan
mengampuni dan memasukkannya ke surga pada hari Kiamat dalam keadaan selamat,
beruntung dan tidak disentuh oleh api neraka, tidak disiksa atas segala dosa
yang pernah dilakukannya, ia biasakan dan terus menyelimutinya sampai hari
kiamat. Namun apabila Allah kehendaki, bisa saja Ia menyiksanya di neraka untuk
sementara, namun adzab itu tidak kekal, bahkan akan dikeluarkan untuk
dimasukkan ke tempat kenikmatan yang abadi (surga).” (‘Aqidatus Salaf Ashabil
Hadits)
Imam
Al-Baghawi
berkata: “Ahlus Sunnah mereka berpendapat
bahwa dosa besar yang dilakukan seorang mukmin tidak mengeluarkannya dari iman.
Bila mereka meninggal sebelum bertaubat, maka ia akan disiksa di neraka namun
tidak kekal, bahkan urusan mereka diserahkan kepada Allah, apakah Allah
Subhanahu wa Ta’ala menyiksanya atau berkenan mengampuninya.” (Syarhu
As-Sunnah, Imam Al-Baghawi, I/103)
Ibnu Abi
Hatim berkata: “Para pelaku dosa besar
berada dalam masyi’ah (kehendak) Allah Subhanahu wa Ta’ala. Kita tidak
mengkafirkan ahli kiblah disebabkan dosa mereka. Kita menyerahkan urusan batin
mereka kepada Allah ‘Azza wa Jalla.” (Ushulus Sunnah wa I’tiqad Din oleh Ibnu
Abi Hatim, masalah ke-18)
Imam Ahmad
bin Hanbal berkata: “Barangsiapa yang bertemu
dengan Allah dalam keadaan terus-menerus melakukan dosa, dan tidak bertaubat
dari dosa-dosa yang mengharuskan ia dihukum oleh Allah, maka urusannya
dikembalikan kepada Allah, kalau Allah menghendaki Dia akan mengadzab orang
tersebut dan jika tidak Allah akan mengampuninya. Barangsiapa yang bertemu
dengan Allah – dalam keadaan kafir – Allah akan mengadzabnya dan tidak ada
ampunan baginya. Barangsiapa yang mati dari ahlul kiblat (muslim) dalam keadaan
muwahid (bertauhid), dishalati jenazahnya dan dimintakan ampun untuknya, jangan
sampai tidak dimintakan ampun dan jangan pula jenazahnya dibiarkan (tidak
dishalati) hanya karena disebabkan melakukan dosa – baik yang dosa kecil
ataupun besar- dan urusannya diserahkan kepada Allah Ta’ala.” (Ushulus Sunnah
oleh Imam Ahmad bin Hanbal)
Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyah berkata tentang hukum penamaan
untuk orang muslim yang melakukan dosa besar: “Ahlus Sunnah berkata: ‘Ia muslim dan hukumnya di akhirat di bawah kehendak Allah.
Jika Allah menghendaki, Dia akan mengazabnya, dan jika Dia menghendaki, Dia
akan mengampuninya’. Khawarij berkata: ‘Ia adalah
kafir dan hukumnya di akhirat berada di dalam neraka, dan kekal selama-lamanya’.
Sedangkan Mu’tazilah mengatakan bahwa: ‘Ia berada
pada satu kedudukan di antara dua kedudukan (manzilah bainal manzilataini),
yaitu tidak mukmin dan tidak kafir. Hukumnya di akhirat, ia kekal di dalam
neraka’.” (Majmu’ Fatawa’ VII/241-242, XII/470-474, 479)
Ini
sebagai bantahan atas pandangan orang Khawarij dan Mu’tazilah yang mengkafirkan
orang mukmin yang mati dengan membawa dosa-dosa besar selain syirik dan mengkekalkannya dalam neraka.
Mereka menakwilkan QS. An-Nisa’ ayat 48 dan 116 dengan arti bahwa ayat itu
berlaku saat ia masih hidup saja, bukan untuk mukmin yang telah mati dengan
membawa dosa selain syirik sebelum ia sempat bertaubat. Ini jelas takwil yang
keliru karena ayat tersebut bagi orang mukmin yang mati dengan membawa dosa
selain syirik.
ternyat MTA mempunyai pemahaman yang sama dengan sekte menyimpang khawarij dan mutazila yang mengkafirkan muslim pelaku dosa besar dan belum sempat bertaubat..
BalasHapusbener tuhhhhh......
Hapus