HAKIKAT
DAKWAH SALAFIYAH
Ustadz Abu Muhammad Dzulqarnain
Dan diperkaya dari berbagai sumber
Salafiyah adalah
pensifatan yang diambil dari kata سَلَفٌ (salaf) yang berarti mengikuti jejak manhaj
dan jalan Salaf.
Dikenal juga dengan
nama سَلَفِيُّوْنَ (salafiyyun). Yaitu bentuk
jamak dari kata Salafy yang berarti orang yang mengikuti Salaf. Dan juga kadang
kita dengar penyebutan para ‘ulama Salaf dengan nama As-Salaf Ash-Sholeh. Dari
keterangan di atas secara global sudah bisa dipahami apa yang dimaksud dengan
Salafiyah.
Kata Salaf ini
mempunyai dua definisi: dari sisi bahasa dan dari sisi istilah.
DEFINISI SALAF SECARA BAHASA
Berkata Ibnu Manzhur dalam
Lisanul ‘Arab : “Dan As-Salaf
juga adalah orang-orang yang mendahului kamu dari ayah-ayahmu dan kerabatmu yang
mereka itu di atas kamu dari sisi umur dan keutamaan karena itulah generasi
pertama di kalangan tabi’in mereka dinamakan As-Salaf Ash-Sholeh”.
Berkata Al-Manawi dalam
At-Ta’arif jilid 2 hal. 412 : “As-Salaf
bermakna At-Taqoddum (yang terdahulu).” Masih banyak rujukan lain tentang makna
salaf dari sisi bahasa yang ini dapat dilihat dalam Mauqif Ibnu Taimiyyah minal
‘asya’irah jilid 1 hal. 21.
Jadi arti Salaf secara bahasa adalah yang terdahulu yang awal dan yang
pertama. Mereka dinamakan Salaf karena mereka adalah generasi pertama dari
ummat Islam.
DEFINISI SALAF SECARA
ISTILAH
Istilah Salaf dikalangan para ‘ulama mempunyai dua makna: secara khusus dan
secara umum.
Pertama :
Makna Salaf secara
khusus adalah
generasi permulaan ummat Islam dari kalangan para Shahabat, Tabi’in, Tabi’ut
Tabi’in dalam tiga masa yang mendapatkan kemulian dan keutamaan, dalam hadits
mutawatir yang diriwayatkan oleh Imam Bukhary Muslim dan lain-lainnya dimana
Rasulullah shollallahu ‘alahi wa alihi wa sallam menyatakan : “Sebaik-baik manusia adalah generasiku
kemudian generasi setelahnya kemudian generasi setelahnya”.
Berkata Al-Bajury dalam Syarah
Jauharut Tauhid hal.111 : “Yang dimaksud dengan salaf adalah orang-orang yang terdahulu dari para Nabi dan
para shahabat dan orang-orang yang mengikuti mereka”.
Berkata Al-Qolasyany dalam
Tahrirul Maqolah Syarah Ar-Risalah : “As-Salaf
Ash-Sholeh yaitu generasi pertama yang mapan di atas ilmu yang
mengikuti petunjuk Nabi shollahu ‘alahi wa alihi wa sallam lagi menjaga
sunnah-sunnah beilau. Allah memilih mereka utk bershahabat dengan Nabi-Nya dan
memilih mereka utk menegakkan agama-Nya dan mereka itulah yang diridhoi oleh
para Imam ummat dan mereka berjihad di jalan Allah dengan sebenar-benar jihad
dan mereka mencurahkan dalam menasehati ummat dan memberi manfaat kepada mereka
dan mereka menyerahkan diri-diri mereka dalam menggapai keridhoan Allah”.
Dan berkata Al-Ghazaly memberikan pengertian
terhadap kata As-Salaf dalam Iljamul ‘Awwam ‘An ‘ilmil Kalam hal.62 : “Yang
saya maksudkan dengan salaf adalah
madzhabnya para Shahabat dan Tabi’in”. Lihat
Limadza Ikhtartu Al-Manhaj As-Salafy hal.31 dan Bashoir Dzawisy Syaraf
Bimarwiyati Manhaj As-Salaf hal.18-19.
Berkata Abul Hasan Al-Asy’ary dalam Kitab
Al-Ibanah Min Ushul Ahlid Diyanah hal.21 : “Dan kami yakini sebagai agama adalah
mencintai para ‘ulama salaf yang
mereka itu telah dipilih oleh Allah ‘Azza Wa Jalla utk bershahabat dengan
Nabi-Nya dan kami memuji mereka sebagaimana Allah memuji mereka dan kami
memberikan loyalitas kepada mereka seluruhnya”.
Berkata Ath-Thohawy dalam Al-‘Aqidah
Ath-Thohawiyah : “Dan ulama salaf
dari generasi yang terdahulu dan generasi yang setelah mereka dari kalangan
Tabi’in Ahlul Khair dan Ahli Atsar dan ahli fiqh dan telaah tidaklah mereka
disebut melainkan dengan kebaikan dan siapa yang menyebut mereka dengan
kejelekan maka dia berada di atas selain jalan .”
Dan Al-Lalika`i dalam Syarah Ushul I’tiqod
Ahlis Sunnah Wal Jama’ah jilid 2 hal.334 ketika beliau membantah orang yang
mengatakan bahwa Al-Quro dialah yang berada di langit beliau berkata : “Maka
dia telah menyelisihi Allah dan Rasul-Nya dan menolak mukjizat Nabi-Nya dan
menyelisihi para salaf dari
kalangan Shahabat dan Tabi’in dan orang-orang setelahnya dari para ‘ulama ummat
ini.”
Berkata Al-Baihaqy dalam Syu’abul Iman jilid 2
hal.251 tatkala beliau menyebutkan pembagian ilmu beliau menyebutkan
diantaranya : “Dan mengenal perkataan-perkataan para salaf dari kalangan Shahabat, Tabi’in, dan
orang-orang setelah mereka”.
Dan berkata Asy-Syihristany dalam Al-Milal Wa
An-Nihal jilid 1 hal.200 : “Kemudian mengetahui letak-letak ijma’ Shahabat,
Tabi’in, dan Tabi’ut Tabi’in dari Salafus
Sholeh sehingga ijtihadnya tidak menyelisihi ijma’.”
Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam
Bayan Talbis Al-Jahmiyah jilid 1 hal.22 : “Maka tidak ada keraguan bahwasanya
kitab-kitab yang terdapat di tangan-tangan manusia menjadi saksi bahwasanya
seluruh salaf dari tiga
generasi pertama mereka menyelesihinya.”
Dan berkata Al-Mubarakfury (pensyarah Kitab Sunan
At Tirmidzi) dalam Tuhfah Al-Ahwadzy jilid 9 hal.165 : “Dan ini adalah madzhab Salafus Sholeh dari kalangan
shahabat dan Tabi’in dan selain mereka dari para ‘ulama -mudah-mudahan Allah
meridhoi mereka seluruhnya- .”
Dan hal yang
sama dinyatakan oleh Al-’Azhim Abady
dalam ‘Aunul Ma’bud jilid 13 hal.7.
Kedua :
Makna salaf secara umum adalah tiga generasi terbaik dan orang-orang setelah tiga generasi
terbaik ini sehingga mencakup tiap orang yang berjalan di atas jalan dan manhaj
generasi terbaik ini.
Al-’Allamah Muhammad As-Safariny Al-Hambaly berkata
dalam Lawami’ Al-Anwar Al-Bahiyyah Wa Sawathi’ Al-Asrar Al-Atsariyyah jilid 1
hal. 20 : “Yang diinginkan dengan madzhab salaf
yaitu apa-apa yang para shahabat yang mulia -mudah-mudahan Allah meridhoi
mereka- berada di atasnya dan para Tabi’in yang mengikuti mereka dengan baik
dan yang mengikuti mereka dan para Imam agama yang dipersaksikan keimaman
mereka dan dikenal perannya yang sangat besar dalam agama dan manusia menerima
perkataan-perkataan mereka…”.
Berkata Ibnu Abil ‘Izzi al Hanafi (murid Ibnu Katsir) dalam Syarah Al ‘Aqidah
Ath-Thohawiyah hal.196 tentang perkataan Ath-Thohawy bahwasanya Al-Qur`an
diturunkan oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala : Yakni merupakan perkataan para
shahabat dan yang mengikuti mereka dengan baik dan mereka itu adalah Salafus Sholeh.
Dan berkata Asy-Syaikh Sholeh Al-Fauzan (Ulama Arab
Saudi) dalam Nazharat Wa Tu’uqqubat ‘Ala Ma Fi Kitab As-Salafiyah hal.21 : “Dan
kata Salafiyah digunakan
terhadap jama’ah kaum mukminin yang mereka hidup di generasi pertama dari generasi-generasi
Islam yang mereka itu komitmen di atas Kitabullah dan Sunnah Rasulullah
shollallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam dari kalangan shahabat Muhajirin dan
Anshor dan yang mengikuti mereka dengan baik dan Rasulullah shollallahu ‘alaihi
wa alihi wa sallam mensifati mereka dengan sabdanya : Sebaik-baik manusia adalah
zamanku kemudian zaman setelahnya kemudian zaman setelahnya”. Dan beliau juga
berkata dalam Al-Ajwibah Al-Mufidah ‘An As`ilah Al-Manahij Al-Jadidah hal.103-
104 : As-Salafiyah adalah orang-orang
yang berjalan di atas Manhaj Salaf dari kalangan Shahabat dan tabi’in dan
generasi terbaik yang mereka mengikutinya dalam hal aqidah manhaj dan metode
dakwah.
Dan berkata Syaikh Nashir bin ‘Abdil Karim Al-‘Aql
dalam Mujmal Ushul I’tiqod Ahlus Sunnah Wal Jama’ah hal.5 : As-Salaf mereka adalah generasi
pertama ummat ini dari para shahabat tabi’in dan imam-imam yang berada di atas
petunjuk dalam tiga generasi terbaik pertama. Dan kalimat As-Salaf juga digunakan kepada tiap orang yang berada pada
setelah tiga generasi pertama ini yang meniti dan berjalan di atas manhaj
mereka.
ASAL PENAMAAN SALAF DAN PENISBAHAN DIRI KEPADA
MANHAJ SALAF
Asal penamaan Salaf dan penisbahan diri kepada manhaj Salaf adalah sabda
Nabi shollallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam kepada putrinya Fathimah
radihyallahu ‘anha: ”Karena sesungguhnya
sebaik-baik salaf bagi kamu adalah saya.” (Bukhari no.5928 dan Muslim no.2450)
Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah
dalam Majmu’ Fatawa jilid 4 hal 149 : “Tidak ada celaan bagi orang yang menampakkan
madzhab salaf dan
menisbahkan diri kepadanya dan merujuk kepadanya bahkan wajib menerima hal
tersebut menurut kesepakatan. Karena sesungguhnya madzhab salaf itu adalah tak
lain kecuali kebenaran”.
Berkata Imam Az-Zuhry tentang
tulang belulang bangkai seperti bangkai gajah dan lainnya : “Saya telah
mendapati sekelompok dari para ulama salaf
mereka bersisir dengannya dan mengambil minyak darinya mereka menganggap tidak
apa-apa”. Lihat : Shohih Bukhary bersama Fathul Bary jilid 1 hal.342.Tentunya yang
diinginkan dengan ‘ulama salaf oleh Az-Zuhry adalah para shahabat karena Az-
Zuhry adalah seorang Tabi’i .
Dan Sa’ad bin Rasyid berkata :
“Adalah para salaf lebih
menyenangi tunggangan jantan karena lebih cepat larinya dan lebih berani”.
Lihat : Shohih Bukhary dengan Fathul Bary jilid 6 hal.66 dan Al-Hafizh Ibnu Hajar menafsirkan kata
salaf : “Yaitu dari shahabat dan setelahnya”.
Berkata Imam Bukhary dalam
Shohihnya dengan Fathul Bary jilid 9 hal.552 : “Bab bagaimana para ‘ulama salaf berhemat di rumah-rumah
mereka dan di dalam perjalanan mereka dalam makanan daging dan lainnya”.
Ibnul Mubarak berkata : “Tinggalkanlah hadits ‘Amr bin
Tsabit karena ia mencerca para ‘ulama salaf”.
(Muqoddimah Shohih Muslim jilid 1 hal.16)
Imam Nawawi berkata
di dalam Al-Adzkar : “Ketahuilah, bahwa kebenaran yang terpilih adalah apa yang
para salaf Radhiyallahu ‘anhum
berada di atasnya.”
Hasan Al Bashri (tabi’in)
berkata: “Seandainya seseorang mendapatkan generasi salaf yang pertama kemudian dia yang dibangkitkan
(dari kuburnya) pada hari ini, sementara orang tersebut tidak mengenal tentang
Islam beliaupun meletakkan tangannya di atas pipinya seraya berkata “kecuali
sholat saja.” Kemudian dia berkata: “Demi Allah, tidaklah yang demikian itu
merupakan suatu bentuk keterasingan bagi setiap orang yang hidup dan dia tidak
mengetahui tentang generasi Salafush
Shalih. Setelah itu, ia melihat orang ahlul bid’ah mengajak kepada
bid’ahnya dan melihat orang ahlul dunia menyeru kepada dunianya. Maka orang
(yang dalam keterasingan itu) dipelihara oleh Allah dari fitnah tersebut. Allah
menjadikan hatinya rindu kepada Salafush
Shalih itu, ia bertanya tentang jalan mereka, menapaki jejak mereka,
dan mengikuti jalan mereka, maka dari itu pasti Allah akan memberikan kepadanya
pahala yang besar. Oleh karena itu, jadilah kalian seperti itu, insya Allah.”
(Al Bida’ wan Nahyu ‘anha oleh Ibnu Wadhdhah no. 178)
Imam Abu Hanifah (imam madzhab) berkata: “Wajib
bagimu untuk mengikuti atsar dan jalan yang ditempuh oleh salaf, dan hati-hatilah dari segala yang diada-adakan dalam
agama, karena ia adalah bid’ah.” (Shaunul Manthiq karya As Suyuthi hal. 322
dinukil dari Kitab Al Marqat fii Nahjis Salaf Sabilun Najah hal. 54)
Abdurrahman bin ‘Amr Al-Auza'i
berkata : "Bersabarlah dirimu di atas sunnah, berhentilah sebagaimana
mereka berhenti, dan katakanlah seperti apa yang mereka katakan serta cegahlah
dari apa yang mereka cegah. Telusurilah jejak salafush sholeh". (Syarhu ushul I'tiqod ahlis sunnah
wal jama'ah 1/154 oleh Al-Lalika'i)
Al-Auza’i berkata:
“Wajib bagimu untuk mengikuti jejak salaf
walaupun banyak orang menolakmu, dan hati-hatilah dari pemahaman/pendapat
tokoh-tokoh itu walaupun mereka mengemasnya untukmu dengan kata-kata (yang
indah).” (Asy-Syari’ah karya Imam Al Ajurri, hal. 63)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata: “Telah diketahui bahwa karakter ahlul ahwa’
(pengekor hawa nafsu) ialah meninggalkan atau tidak mengikuti generasi Salaf.” (Majmuu’ Fataawa Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyyah, IV/155)
Syaikhul Islam Abu ‘Utsman Ismail ash-Shabuni rahimahullah (wafat th. 449 H) menggunakan istilah Salaf dalam
kitabnya, “Aqiidatus Salaf
Ashabul Hadiits”.
Salah satu syi’ar Ahlus Sunnah wal Jama’ah ialah: mengikuti Salafush Shalih dan meninggalkan segala perkara yang bid’ah
dan diada-adakan dalam agama. (al-Hujjah fii Bayaanil Mahajjah, I/364,
karya Imam Abul Qasim al-Ashbahani
rahimahullah).
Ibnul Qayyim berkata:
"Sesungguhnya Salafush Shalih
sangat keras pengingkaran dan kebencian mereka terhadap orang yang menentang
hadits Rasulullah shollallahu 'alaihi
wa sallam dengan akal atau qiyas atau istihsaan (menganggap baik
sesuatu) atau dengan pendapat seseorang siapa pun orangnya. Dan mereka
mengisolir terhadap orang yang melakukan hal tersebut serta mengingkari atas
orang yang menjadikan bagi beliau tandingan-tandingan. Dan tidaklah mereka
melakukan hal ini, melainkan hanya karena keterikatan dan ketundukan (mereka)
kepada beliau serta menerimanya dengan pendengaran dan ketaatan, dan tidak
pernah terbetik di dalam hati mereka untuk berhenti dari menerimanya....”
(I'laamul Muwaqqi'iin 4/244)
Ibnul Qayyim berkata: “Tak sedikit dari ulama salaf menafsirkan ayat di atas dengan siksa kubur dan mereka
menjadikannya sebagai salah satu dari sekian dalil yang menunjukkan adzab
kubur”. (Miftah
Darr Sa’adah 1/206, Ad Daa’ Wa Dawa,185, Al-Fawaid 412)
Imam Al-Juwaini berkata:”Telah mutawatir hadits-hadits yang menceritakan bahwa Nabi
berlidung kepada Allah dari adzab kubur. Perkataan bahwa hadits-haditsnya
hanyalah ahad adalah takalluf (pemaksaan). Aqidah ini mutawatir di kalangan salaf sholih sebelum munculnya
ahli bid’ah dan hawa.” (Al Irsyad hal.375)
Ibnu Hajar Al-Qathari berkata:
“Atas dasar ini, yang dimaksud dengan madzhab as-Salaf
ialah ajaran yang dipegang teguh oleh para Sahabat yang mulia (keridhaan Allah
atas mereka), para Tabi’in, para Tabi’it Tabi’in, dan para imam yang terdiri
dari mereka yang telah diakui keimanannya dan telah dikenal kedudukannya dalam
agama ini. Para imam yang ucapan dan pandangannya telah dikutip dan diambil
oleh para ulama khalaf, seperti imam yang empat (Imam Abu Hanifah, Imam Malik
bin Anas, Imam Asy-Syafi’i, dan Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullahu-pen), Imam
Sufyan Ats-Tsauri, Al-Laits bin Tsa’ad, Abdullah bin Mubarak, An-Nakha’i,
Bukhari, Muslim, dan seluruh ulama hadits yang tidak dituduh atau dinyatakan
pembawa bid’ah atau dikenal dengan gelar yang tidak diridhai seperti Khawarij,
Rafidhah, Murji’ah, Jabariyah, Jahmiyah, dan Mu’tazilah.” (Al-Aqiidatus
Salafiyyah bi Adillatihal ‘Aqliyyah wan Naqliyyah oleh Ibnu Hajar Al-Qathari)
Ibnu Hajar Al-Qathari berkata:
“Maka siapa saja yang pandangan dan pendapatnya bertentangan dengan Al-Qur’an
dan As-Sunnah, berarti ia bukan salafi
meskipun ia hidup pada zaman Sahabat, Tabi’in, dan Tabi’it Tabi’in.”
(Al-Aqiidatus Salafiyyah bi Adillatihal ‘Aqliyyah wan Naqliyyah oleh Ibnu Hajar
Al-Qathari hal. 21)
Imam Adz-Dzahabi di dalam
kitabnya Siyar A’laamin Nubalaa’
(16/457) ketika membawakan ucapan Al Hafizh Ad Daruquthni (306-385 H), “Tidak
ada yang lebih kubenci selain menekuni ilmu kalam/filsafat.” Maka Adz Dzahabi
pun mengatakan (dengan nada memuji, red), “Orang ini (Ad Daruquthni) belum
pernah terjun dalam ilmu kalam sama sekali begitu pula tidak menceburkan
dirinya dalam dunia perdebatan (yang tercela) dan beliau juga tidak ikut
meramaikan perbincangan di dalam hal itu. Akan tetapi beliau adalah seorang salafi.” (Limadza Ikhtartu
Al-Manhaj As-Salafy, hal. 34-35).
Imam As-Sam'ani (wafat 562
H) berkata: "Syi'ar Ahlus Sunnah adalah mengikuti manhaj as-salafush shalih dan meninggalkan
segala yang diada-adakan (dalam agama)." (Al-Intishar li Ahlil Hadits,
Muhammad bin 'Umar Bazmul hal. 88).
Imam Asy-Syathibi berkata:
"Segala apa yang menyelisihi manhaj salaf
maka ia adalah kesesatan." (Al-Muwafaqat 3/284).
Imam Al-Qurthubi berkata:
“Tiada satupun dari kalangan Salafush
Shalih yang ingkar bahwa Allah istiwa di atas ‘Arsy secara hakiki.” (Tafsir
Qurthubi 7219).
Imam Asy-Syaukani setelah
mengakhiri madzhab/sekte Syiah Zaidiyah dan ilmu kalam yang beliau anut pada
awal masa hidupnya, beliau kemudian bertaubat, mengikuti madzhab salaf dengan
menulis sebuah kitab yang berjudul “At-Tuhaf fii Madzhabis Salaf”.
Imam Asy-Syaukani berkata:
“Di sini saya akan memberitahukan anda tentang diri saya dan menjelaskan apa
yang terjadi pada saya kemarin hari. Ketika saya masih belajar dan sedang masa
muda-mudanya saya disibukkan dengan ilmu ini yang terkadang disebut ilmu kalam,
tauhid atau ilmu ushuluddin. Saya kaji dengan serius karya berbagai kelompok
yang berbeda di antara mereka, saya berharap bisa kembali membawa manfaat dan
pulang dengan membawa keberhasilan. Namun saya tidak menemukan dari hal itu
kecuali kebimbangan dan kebingungan. Itulah yang menyebabkan saya mencintai
madzhab salaf, walaupun
sebelumnya juga saya telah menganutnya.” (At-Tuhaf fii Madzhabis Salaf karya
Asy-Syaukani)
Asy-Syaukani berkata: “Aku
melahap kitab-kitab karangan para ahli filsafat/kalam yang bermacam-macam
dengan harapan pulang dapat ilmu yang bermanfaat dan dapat keuntungan, ternyata
aku tidak mendapatkan apa-apa dari semua itu selain kekecewaan dan kebingungan.
Hal itulah yang menjadikan aku cinta (kembali) kepada madzhab salaf, setelah dulunya aku pernah
ada di salaf, tetapi saat itu
aku ingin tambah memahami dan menguasai (dengan belajar filsafat). Maka pada saat
itu aku katakan: hasil akhir dari penelitianku dari pandanganku setelah lama
merenung, adalah berdiri di antara persimpangan jalan yang bimbang, tidaklah
ilmu orang yang belum bertemu selain kebimbangan, padahal sebelumnya aku telah
melaut di tengah-tengahnya. Dan tidaklah aku puas sebelum menyelami.” (At-Tuhaf
fii Madzhabis Salaf karya Asy-Syaukani)
Al-’Allamah Muhammad As-Safariny Al-Hambaly berkata
: “Termasuk hal yang mustahil orang-orang belakangan (khalaf) lebih berilmu
dari para salaf sebagaimana
yang dinyatakan oleh sebagian orang yang tidak memiliki penelitian dari orang
yang tidak menghargai salaf
dan tidak pula mengenal Allah dan Rasulullah dan tidak juga kaum mukminin
dengan sebenarnya yang wajib mereka ketahui darinya bahwa jalan prinsip/manhaj salaf lebih selamat dan jalan
khalaf lebih berilmu (ilmiyah) dan lebih bijaksana. Mereka hanyalah mendasarkan
pernyataan itu di atas prasangka bahwa manhaj salaf (thariqatus
salaf) hanya sekedar iman kepada lafadz-lafadz Al-Qur'an dan Hadits tanpa pemahaman,
dan itu sama dengan kedudukan orang-orang buta huruf (umiyin) sedangkan manhaj
khalaf (thariqatul khalaf) adalah menampakkan makna-makna nash yang dipalingkan
dari hakikatnya dengan beraneka ragam majaz dan bahasa-bahasa yang sulit
dipahami, prasangka rusak inilah yang mengakibatkan munculnya slogan tersebut
yang kandungannya meninggalkan Islam.” (Lawami' Al-Anwar Al-Bahiyyah Wa
Sawathi’ Al-Asrar Al-Atsariyyah 1/25)
Dan juga kalau kita membaca buku-buku yang berkaitan dengan pembahasan
nasab akan didapatkan para ’ulama yang menyebutkan tentang nisbah Salafy (penisbahan
diri kepada jalan para ulama salaf) dan ini lebih memperjelas bahwa nisbah
kepada manhaj salaf juga adalah sesuatu yang sudah lama dikenal dikalangan para
‘ulama.
Berkata As-Sam’any dalam
Al-Ansab jilid 3 hal.273 : Salafi dengan difathah adalah nisbah
kepada As-Salaf dan mengikuti
madzhab mereka.
As-Suyuthy berkata dalam Lubbul Lubab jilid 2 hal.22
: Salafi dengan difathah {huruf sin dan
lam-nya} adalah penyandaran diri kepada madzhab As-Salaf .
Imam Adz-Dzahaby berkata: ”As-Salafi adalah sebutan bagi siapa saja yang berada di atas
manhaj salaf.” (Siyar A’lamin
Nubala 6/21)
Berkata Imam Adz-Dzahaby dalam Siyar A’lam
An-Nubala` jilid 13 hal.183 setelah menyebutkan hikayat bahwa Ya’qub bin Sufyan
Al-Fasawy rahimahullah menghina ‘Utsman bin ‘Affan radhiyallahu ‘anhu : “Kisah
ini terputus Wallahu A’lam. Dan saya tidak mengetahui Ya’qub Al-Fasawy kecuali
beliau itu adalah seorang Salafi dan beliau telah mengarang sebuah kitab kecil tentang As-Sunnah”.
Dan dalam
biografi ‘Utsman bin Kharzad Ath-Thabari beliau berkata : “Untuk menjadi
seorang Muhaddits diperlukan lima perkara kalau satu perkara tidak terpenuhi
maka itu adalah suatu kekurangan. Dia memerlukan : Aqal yang baik agama yang
baik dhobth kecerdikan dalam bidang hadits serta dikenal darinya sifat amanah
.Kemudian Adz-Dzahaby mengomentari
perkataan tersebut beliau berkata : Amanah merupakan bagian dari agama dan
hafalan bisa masuk kepada kecerdikan. Adapun yang dibutuhkan oleh seorang
hafizh adalah : Dia harus seorang yang bertaqwa, pintar, ahli nahwu, ahli bahasa,
bersih hatinya, pemalu, dan seorang salafi cukup bagi dia menulis dengan tangannya sendiri 200 jilid buku
hadits dan memiliki 500 jilid buku yang dijadikan pegangan dan tidak putus
semangat dalam menuntut ilmu sampai dia meninggal dengan niat yang ikhlas dan dengan
sikap rendah diri. Kalau tidak memenuhi syarat-syarat ini maka janganlah kamu
berharap”. (Siyar A’lam An-Nubala` jilid 13 hal. 380)
Adz-Dzahaby berkata
tentang Imam Ad-Daruquthny : “Beliau adalah orang yang tidak akan pernah ikut
serta mempelajari ilmu kalam dan tidak pula ilmu jidal dan beliau tidak pernah
mendalami ilmu tersebut bahkan beliau adalah seorang salafi. (Siyar A’lam
An-Nubala`jilid 16 hal. 457)
Dalam biografi
Ibnu Ash-Sholah berkata Imam Adz-Dzahaby
: “Dan beliau adalah seorang salafi
yang baik aqidahnya, tidak terjatuh dalam ta’wilnya para ahli
kalam.” (Tadzkirah Al-Huffazh jilid 4 hal. 1431, Thobaqot Al-Huffazh jilid 2
hal. 503, dan Siyar A’lam An-Nubala` jilid 23 hal. 142)
Dalam biografi
Imam Abul ‘Abbas Ahmad bin ‘Isa bin ‘Abdullah bin Ahmad bin Muhammad bin
Qudamah Al-Maqdisy Imam Adz-Dzahaby
berkata : “Beliau adalah seorang yang terpercaya tsabt pandai seorang salafi. (Siyar A’lam
An-Nubala` jilid 23 hal. 18)
Dalam biografi
Ahmad bin Ahmad bin Na’mah Al-Maqdisi Imam
Adz-Dzahaby berkata: “Dia berjalan di atas aqidah salaf.” (Mu’jam Asy-Syuyukh I/34)
Dalam Biografi
Abul Muzhoffar Ibnu Hubairah Imam
Adz-Dzahaby berkata : “Dia adalah seorang yang mengetahui madzhab, bahasa
arab, ilmu syair, dan seorang salafi atsary. (Siyar A’lam An-Nubala` jilid 20 hal. 426)
Berkata Imam Adz-Dzahaby dalam biografi Imam
Az-Zubaidy : “Dia adalah seorang hanif (bertauhid) salafi. (Siyar A’lam
An-Nubala`jilid 20 hal. 317)
Dalam Biografi
Musa bin Ibrahim Al-Ba’labakky Imam
Adz-Dzahaby berkata : “Dan demikian pula beliau seorang perendah hati
seorang salafi”. (Mu’jamul Muhadditsin hal. 283)
Dalam biografi
Muhammad bin Muhammad Al-Bahrony Imam
Adz-Dzahaby berkata : Dia seorang yang beragama, orang yang sangat baik,
dan seorang salafi”. (Mu’jam Asy-Syuyukh jilid 2 hal. 280)
Dalam biografi
Ibnu Al-Majd Imam Adz-Dzahaby
berkata: ”Dia seorang yang tsiqah (terpercaya), tsabt (kuat hafalannya),
cerdas, salafi, dan bertaqwa.” (Siyar A’lamin Nubala’ 23/118)
Dalam biografi
Yahya bin Ishaq Imam Adz-Dzahaby
berkata: “Dia adalah seorang yang sangat mengerti berbagai madzhab, orang yang
baik, tawadhu’, salafi, …. .” (Mu’jam Asy-Syuyukh no. 957)
Berkata Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqolany dalam
Lisanul Mizan Jilid 5 hal. 348 dalam biografi Muhammad bin Qasim bin Sufyan Abu
Ishaq : “Dan ia adalah seorang yang bermadzhab salafi.”
Cukuplah sebagai
satu keistimewaan yang para salafiyun berbangga dengannya bahwa
penamaan-penamaan ini semuanya dari Islam dan menggambarkan Islam hakiki yang
dibawa oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam dan tentunya hal
ini sangat membedakan salafiyun dari ahlu bid’ah yang bernama atau dinamakan dengan
penamaan-penamaan yang hanya sekedar menampakkan bid’ah pimpinan atau kelompok
mereka seperti Tablighy nisbah
kepada Jama’ah Tabligh yang
didirikan oleh Muhammad Ilyas, Ikhwany
nisbah kepada gerakan Ikhwanul Muslimin
yang dipelopori oleh Hasan Al-Banna, Surury
nisbah kepada kelompok atau pemikiran Muhammad
Surur Zainal ‘Abidin, Jahmy
nisbah kepada Jahm bin Sofwan
pembawa bendera bid’ah keyakinan bahwa Al-Qur`an adalah makhluk. Mu’tazily nisbah kepada kelompok
(Mu’tazilah) pimpinan ‘Atho` bin
Washil yang menyendiri dari halaqah Hasan Al-Bashry. Asy’ary nisbah kepada pemikiran Abu Hasan Al-Asy’ary yang kemudian beliau bertobat dari pemikiran
sesatnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar