ADANYA SIHIR DAN NABI MUHAMMAD SHOLLALLAHU ‘ALAIHI
WASALLAM PUN PERNAH TERKENA SIHIR ORANG YAHUDI
Para ahli bid’ah mengingkari hadits-hadits tentang
tersihirnya Nabi. Mereka berdalil dengan ayat berikut:
“Kamu tidak
lain hanyalah mengikuti seorang laki-laki yang kena sihir.” (QS. Al-Isra’: 47)
Mereka beranggapan bahwa Allah telah membantah
prasangka orang kafir bahwa Nabi terkena sihir. Seandainya Nabi dapat disihir,
secara tidak langsung hal itu membenarkan perkataan orang kafir sebagaimana
diterangkan dalam Firman Allah: “Kamu
tidak lain hanyalah mengikuti seorang laki-laki yang kena sihir.” Selain
itu, peristiwa penyihiran yang menimpa Nabi akan mengguncang makna kenabiannya
dan menimbulkan keraguan. Ketika mengusung pendapat bahwa Nabi berimajinasi
melihat Jibril, tapi bukan Jibril atau dia merasa diwahyukan sesuatu tapi tidak
ada wahyu itu. Tidak pantas Nabi Muhammad terkena sihir.
Para ahli bid’ah mengingkari hadits-hadits berikut
ini.
a.
Aisyah radliyallahu ‘anha berkata:
“Adalah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wasallam terkena sihir sehingga beliau menyangka bahwa beliau mendatangi
istrinya padahal tidak mendatanginya. Lalu beliau berkata: ‘Wahai Aisyah
tahukah kamu bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mengabulkan permohonanku?
Dua lelaki telah datang kepadaku. Kemudian salah satunya duduk di sebelah
kepalaku dan yg lain di sebelah kakiku. Yang di sisi kepalaku berkata kepada
yang satunya: ‘Kenapa beliau?’ Dijawab: ‘Terkena sihir.’ Yang satu bertanya:
‘Siapa yang menyihirnya?’ Dijawab: ‘Labid bin Al-A’sham lelaki dari Banu Zuraiq
sekutu Yahudi ia seorang munafiq.’ Bertanya: ‘Dengan apa?’ Dijawab: ‘Dengan
sisir rontokan rambut.’ Bertanya: ‘Di mana?’ Dijawab: ‘Pada mayang korma jantan
di bawah batu yg ada di bawah sumur Dzarwan’.” Aisyah radhiallahu ‘anha lalu
berkata: “Nabi lalu mendatangi sumur tersebut hingga beliau mengeluarkannya.
Beliau lalu berkata: ‘Inilah sumur yang
aku diperlihatkan seakan-akan airnya adalah air daun pacar dan pohon kurmanya
seperti kepala-kepala setan’. Lalu dikeluarkan. Aku bertanya: ‘Mengapa engkau
tidak mengeluarkannya ?’ Beliau menjawab: ‘Demi Allah, sungguh Allah
telah menyembuhkanku dan aku membenci tersebarnya kejahatan di kalangan
manusia’.” (Hadits ini diriwayatkan Al-Bukhari dalam Shahih-nya kitab
At-Thib bab Hal Yustakhrajus Sihr jilid 10 no. 5765 bersama Al-Fath. Juga dalam
Shahih-nya kitab Al-Adab bab Innallaha Ya`muru Bil ‘Adl jilid 10 no. 6063. Juga
diriwayatkan oleh Al-Imam Asy-Syafi’i sebagaimana yang terdapat dalam Musnad
Asy-Syafi’i Al-Asfahani dalam Dala`ilun Nubuwwah dan Al-Lalika`i dalam Syarah
Ushul I’tiqad Ahlis Sunnah. Namun ada tambahan bahwa Aisyah berkata: “Dan turunlah : Qul a’uudzubirabbil falaq,
min syarri maa kholaq. Hingga selesai bacaan surah tersebut.”)
b.
Imam Muslim telah meriwayatkan
hadits yang sama, namun di dalamnya terdapat pertanyaan Aisyah kepada
Rasulullah Shollallahu ‘alaihi wasallam terapi sihir, yang ditemukannya di
dasar sumur, apakah dibakar? Sebagaimana ucapannya, Aisyah berkata: “Ya Rasulullah, apakah engkau akan
membakarnya?” Rasul menjawab: “Tidak,
adapun aku semoga diampuni Allah Subhanahu wa Ta’ala aku takut dia akan memberi
pengaruh jahat kepada umatku yang lain, maka aku perintah untuk menguburnya.”
(Shahih Muslim dengan Syarah Imam Nawawi 14/174-178)
c.
Ketika
Rasulullah Shollallahu ‘alaihi wasallam kembali
dari peperangan Hudaibiyah pada bulan Dzulhijah dan akan memasuki Muharam dari
tahun ketujuh, lalu datanglah beberapa pemimpin Yahudi kepada Labid bin A’sham
yang berasal dari Bani Raziq. Dia seorang tukang sihir. Para pemimpin Yahudi
berkata kepada A’sham: “Wahai Abu A’sham,
anda adalah tukang sihir kami. Kami telah menyihir Muhammad, namu gagal. Karena
itu, wahai Abu A’sham kami memohon padamu untuk menyihir Muhammad, agar dia
merasa kesakitan dan membutuhkan pengobatan.” Para pemimpin Yahudi ini
memberikan 3 dinar kepada Labid. (Fathul Bari Syarah Shahih Bukhari 10/226)
Rasulullah Shollallahu ‘alaihi wasallam
lalu mengutus seorang kurir surat, untuk mengantarkan surat kepada Labid. Dalam
surat itu, tertuang pertanyaan tentang tujuan Labid berbuat ini? Labid
menjawab: “Karena cinta kepada dinar”.
Itulah salah satu watak Yahudi dari masa ke masa. (Fathul Bari syarah Shahih
Bukhari 10/231)
Labid mengutus anak kecil Yahudi kepada
Rasulullah Shollallahu ‘alaihi wasallam untuk melayani beliau. Setelah
mengambil sisir rambut Rasulullah Shollallahu ‘alaihi wasallam, anak itu
memberikannya kepada Labid. Mulailah Labid menjalankan misinya untuk menyihir
Rasulullah Shollallahu ‘alaihi wasallam. (Fathul Bari 10/225-227 dan Tafsir
Al-Muawwidzatain oleh Ibnul Qayyim hal. 29)
Riwayat Ibnu Abbas yang bersumber dari Ibnu
Sa’ad bahwa Nabi Shollallahu ‘alaihi wasallam mengutus Ali dan Umar
radliyallahu’anhum untuk mendatangi sebuah sumur. Dalam riwayat lain yang bersumber
dari Ibnu Hakam disebutkan bahwa Jabir bin Ayyas melihat dengan jelas perintah
Rasulullah Shollallahu ‘alaihi wasallam kepada para sahabat untuk mengeluarkan
sihir, sesudah ditunjukkan tempatnya di sebuah sumur. (Fathul Bari syarah
Shahih Bukhari 10/230)
Ahlus Sunnah mengimani keberadaan sihir. Sihir tidak
akan dapat memberikan manfaat maupun mudharat kecuali jika Allah menghendaki.
Allah berfirman: “Dan
mereka mengikuti apa yang dibaca oleh syaitan-syaitan pada masa kerajaan
Sulaiman (dan mereka mengatakan bahwa Sulaiman itu mengerjakan sihir), padahal
Sulaiman tidak kafir (tidak mengerjakan sihir), hanya syaitan-syaitan lah yang
kafir (mengerjakan sihir). Mereka mengajarkan sihir kepada manusia dan apa yang
diturunkan kepada dua orang malaikat di negeri Babil yaitu Harut dan Marut,
sedang keduanya tidak mengajarkan (sesuatu) kepada seorangpun sebelum
mengatakan: "Sesungguhnya kami hanya cobaan (bagimu), sebab itu janganlah
kamu kafir". Maka mereka mempelajari dari kedua malaikat itu apa yang dengan
sihir itu, mereka dapat menceraikan antara seorang (suami) dengan isterinya. Dan mereka itu (ahli sihir) tidak memberi
mudharat dengan sihirnya kepada seorangpun, kecuali dengan izin Allah. Dan
mereka mempelajari sesuatu yang tidak memberi mudharat kepadanya dan tidak
memberi manfaat. Demi, sesungguhnya mereka telah meyakini bahwa barangsiapa
yang menukarnya (kitab Allah) dengan sihir itu, tiadalah baginya keuntungan di
akhirat, dan amat jahatlah perbuatan mereka menjual dirinya dengan sihir, kalau
mereka mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 102)
Syaikhul Islam Abu Utsman Ismail Ashabuni berkata: “Mereka (Ashabul Hadits) juga berkeyakinan bahwa di dunia
ini memang ada sihir dan tukang sihir, akan tetapi tukang sihir tersebut tidak
dapat mencelakakan seseorang kecuali dengan izin Allah 'Azza wa Jalla,
sebagaimana firman Allah Ta'ala:
وَمَا هُم بِضَآرِّينَ بِهِ
مِنْ أَحَدٍ إِلاَّ بِإِذْنِ اللّهِ
"Dan mereka (tukang sihir) tidak memberi
mudharat dengan sihirnya kepada seorangpun, kecuali dengan izin Allah." (QS. Al-Baqarah:102)
Siapa yang
menjadi penyihir atau menggunakan jasa sihir, sementara ia berkeyakinan bahwa
sihir bisa memberi manfaat atau memberi mudharat tanpa izin Allah, maka ia
telah kafir kepada Allah Ta'ala.” (Aqidatus Salaf Ashabul Hadits oleh
Syaikhul Islam Ashabuni)
Ibnu Hajar Al-Asqalani mengatakan:
“Al-Maziri berkata: Sebagian ahli bid’ah mengingkari sihir yang menimpa
Rasulullah ini. Mereka menyangka bahwa hal ini akan menjatuhkan kedudukan
nubuwwah dan akan memberi keraguan. Mereka berkata: Siapa saja yang berkata
demikian maka itu adalah pengakuan batil.” (Fathul Bari 10/226)
Ibnu Hajar Al-Asqalani mengisahkan: “Terdapat sebuah boneka dari lilin untuk disantet
kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam. Ini seperti terkandung dalam
riwayat Umrah dari Aisyah. Ini adalah salah satu cara kerja ahli nujum.” (Fathul
Bari 10/230)
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata: “Dan sekelompok manusia telah mengingkari hal
ini (disihirnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam-red). Mereka
mengatakan: “Ini tidak boleh menimpa diri Rasul,” bahkan mereka menganggap ini
sebagai suatu kekurangan dan aib. Dan perkaranya tidak seperti yang mereka
duga, akan tetapi sihir tersebut adalah dari jenis perkara (penyakit) yang
berpengaruh terhadap diri Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam, hal ini
termasuk dari jenis-jenis penyakit yang menimpanya sebagaimana beliau
Shallallahu ‘alaihi wasallam juga tertimpa racun, di mana tidak ada perbedaan
antara pengaruh sihir dengan racun.” (Zaadul Ma’ad 4/ 124)
Ibnul Qayyim rahimahullah juga menyebutkan dari Qadhi Iyadh rahimahullah,
bahwasanya beliau berkata: “Kejadian disihirnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wasallam tidak menodai kenabian beliau. Adapun keberadaan atau kejadian beliau
Shallallahu ‘alaihi wasallam dikhayalkan melakukan sesuatu padahal beliau tidak
melakukannya, hal ini tidaklah mengurangi sifat shiddiq (jujur) yang ada pada
diri beliau Shallallahu ‘alaihi wasallam dikarenakan adanya dalil bahkan ijma’ (kesepakatan
umat Islam) atas kemaksuman (terpelihara dari dosa dan kesalahan) beliau
Shallallahu ‘alaihi wasallam dari hal tersebut, akan tetapi hal ini suatu
perkara duniawi yang mungkin bisa menimpanya. Yang beliau Shallallahu ‘alaihi
wasallam tidak diutus karena sebab tersebut dan tidak diberi keutamaan,
karenanya pula beliau dalam hal ini seperti manusia yang lainnya, maka tidak mustahil
untuk dikhayalkan kepada beliau Shallallahu ‘alaihi wasallam dari
perkara-perkara yang tidak ada hakekatnya baginya, kemudian hilang dari beliau
dan kembali seperti keadaan semula.” (Zaadul Ma’ad 4/ 124)
Qadhi Iyadh berkata: “Tampaklah sesungguhnya sihir. Dia mampu menguasai jasad
dan memperlihatkan pengaruhnya. Namun bukan pada keistimewaan dan keyakinannya.
Sihir yang menimpanya bagai penyakit yang dengan kehendak Allah lalu
disembuhkan. Ini bukanlah perkara yang mengandung nilai kekurangan, bukan juga
perkara aneh bagi Rasulullah Shollallahu alaihi wasallam, seperti sakit wajar
bagi seorang Nabi, rasa pusing Rasulullah, kakinya robek atau tubuhnya terluka.
Ini adalah ujian yang diberikan Allah agar makin meningkatkan derajat dan
menambahkan kemuliaannya. Ujian terhebat yang pernah menimpa manusia adalah
ujian bagi para Nabi. Mereka diuji oleh umatnya dengan berbagai percobaan
pembunuhan, pemukulan, makian dan penyanderaan. Karena itu, bukanlah sesuatu
yang dibuat-buat jika Nabi diserang oleh musuhnya dengan sihir. Seperti halnya
orang yang menguji Rasul dengan melemparinya hingga tulangnya patah. Diuji
dengan penyakit yang muncul di punggung plasentanya hingga tak berdaya, dan
lainnya. Ini bukanlah kekurangan, atau aib memalukan terhadap para Nabi. Hal
ini bahkan menambah kesempurnaan dan ketinggian derajat mereka.” (Fathul Bari
10/227 dan Tafsir Al-Muawwidzatain oleh Ibnul Qayyim hal. 29, 30)
Al Qurthubi rahimahullahu
mengatakan: “Ahlus Sunnah telah berpendapat bahwa sihir itu telah pasti
ada dan memiliki hakikat. Sedangkan penganut Mu'tazilah secara umum dan Abu
Ishaq al-Istirabadi, salah seorang penganut madzhab Syafi'i berpendapat, bahwa
sihir itu tidak memiliki hakikat, tetapi sihir hanya merupakan tindakan
pengelabuhan, pemunculan bayangan dan penipuan terhadap sesuatu, tidak seperti
yang (tampak) sebenarnya. Sihir ini tidak ada bedanya dengan hipnotis dan
sulap. Sebagaimana yang difirmankan Allah Ta'ala: "Terbayang oleh Musa seakan-akan ia merayap cepat, lantaran sihir
mereka". (QS. Thaha : 66)
Dan Allah tidak mengunakan kata tas'aa
untuk pengertian yang sebenarnya, tetapi Dia mengatakan: Terbayangkan oleh Musa. Selain itu, Dia juga berfirman: "Mereka menyihir mata umat
manusia". (QS. Al-A'raf : 116) Yang demikian itu tidak mengandung
hujjah sama sekali, karena tidak memungkiri pengelabuan dan juga selainnya,yang
merupakan bagian dari sihir. Tetapi, telah ditetapkan di balik itu berbagai hal
yang diterima oleh akal dan pendengaran. Diantara hal itu adalah apa yang
disebutkan dalam ayat diatas yang menyebutkan sihir dan mempelajarinya.
Seandainya sihir itu tidak memiliki hakikat, maka tidak mungkin untuk
dipelajari dan juga Allah Ta'ala tidak akan memberitahukan bahwa mereka
mengajarkan sihir itu kepada umat manusia. Yang mana hal itu menunjukan bahwa
sihir itu memang mempunyai hakikat. Begitupun firman Allah Ta'ala yang
menceritakan tentang kisah para tukang sihir Fir'aun: “Mereka mendatangkan sihir yang besar.” (Al- A'raf : 116) dan Surat
Al-Falaq, di mana para ahli tafsir telah bersepakat bahwa sebab turunnya ayat
ini adalah berkenaan dengan sihir Labid bin al-A'sham, hal tersebut juga
diriwayatkan oleh Imam al-Bukhori dan Imam Muslim serta perawi lainnya, dari
Aisyah radhiyallahu ‘anha, dia berkata: “Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wasallam pernah disihir oleh seorang Yahudi dari suku Bani
Zuraiq, yang bernama Labid Al A'sham.” Di dalam hadits tersebut disebutkan
bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam pada saat mengobati sihir berkata: “Sesungguhnya Allah telah menyembuhkanku.”
Kata Asy-syifa adalah terjadi dengan menghilangkan sebab dan menghilangkan
penyakit, sehingga hal itu menunjukan bahwa sihir itu memang ada dan hakiki.
Keberadaan dan kejadian sihir itu dipastikan ada melalui pemberitahuan Allah
Ta'ala dan Rasul-Nya. Ulama telah mengeluarkan Ijma' (kesepakatan) mengenai hal
tersebut. Dengan adanya kesepakatan mereka ini, maka tidak perlu dipedulikan
lagi kebodohan kaum Mu'tazilah dan penentangan mereka terhadap pemegang
kebenaran. Pada zaman-zaman dulu, sihir ini telah tersebar luas dan banyak di
perbincangkan oleh umat manusia, dan tidak tampak adanya penolakan (tentang
adanya sihir) dari para Sahabat dan Tabi'in.” (Tafsir al-Qurtubi II / 46)
Al Khaththabi berkata: "Sejumlah pakar ilmu pengetahuan alam mengingkari
adanya sihir dan menolak hakikatnya. Sementara itu, sejumlah ahli kalam
(filosof) menolak hadits ini. Mereka berkata, sekiranya sihir dapat
mempengaruhi Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam, maka sihir dikhawatirkan
juga mempengaruhi wahyu, syariat yang diturunkan kepada beliau. Itu artinya
penyesatan umat!... Telah dinukil secara shahih dari Rasulullah Shallallahu
'alaihi wasallam beberapa hadits. Orang-orang yang mengingkarinya, sama artinya
mengingkari sesuatu yang terlihat nyata dan pasti adanya. Para ahli fiqh juga
telah menyebutkan beberapa hukuman terhadap tukang sihir. Sesuatu yang tak
hakiki atau tak riil tentu tak mencari kepopuleran dan kemasyhuran seperti ini.
Menafikan adanya sihir merupakan kejahilan. Membantah orang yang menafikannya
merupakan perbuatan sia-sia dan tak ada gunanya." (Al Baghawi menukilnya
dalam kitab Syarah Sunnah, XII/187-188 dan membenarkannya)
Al-Maziri rahimallahu mengatakan: “Hadits tersebut telah ditolak oleh para
pelaku bid'ah, dengan alasan karena hal itu telah menjatuhkan posisi kenabian dan
menimbulkan keraguan terhadapnya. Masih menurut para pelaku bid'ah, membenarkan
hadits tersebut secara otomatis menghilangkan kepercayaan terhadap syari'at.
Mereka berkata, Bisa jadi pada saat itu muncul bayangan bahwa Jibril
Alaihissalam mendatangi beliau, padahal Jibril tidak datang, dan seakan-akan
Jibril menyampaikan wahyu kepada beliau padahal tidak demikian. Apa yang mereka
katakan itu sudah pasti tidak benar sama seakali, karena dalil risalah, yaitu
mukjizat, menunjukan kebenaran apa yang beliau sampaikan dari Allah Ta'ala dan
Kema'suman beliau dalam hal itu, dan membolehkan apa yang menjadi kebalikannya
merupakan suatu hal yang bathil.” (Zaadul Muslim IV/221)
Al-Maziri berkata: “Sihir merupakan suatu hal yang tetap dan mempunyai
hakikat seperti berbagai wujud lainnya, dan dia mempunyai pengaruh terhadap
diri orang yang disihir. Pendapat ini bertentangan dengan orang yang mengklaim
bahwa sihir itu tidak mempunyai hakikat, dan hal-hal yang sesuai dengan sihir
itu tidak mempunyai hakikat, dan hal-hal yang sesuai dengan sihir itu tidak
lain hanyalah hayalan semata, yang tidak mempunyai hakikat sama sekali. Apa
yang mereka klaim itu justru bathil dan tidak benar, karena Allah Ta'ala telah
menyebutkan di dalam kitab-Nya, Al-Quran, bahwa sihir itu dapat dipelajari dan
bahkan dapat menyebabkan seseorang menjadi kafir, serta bisa juga memisahkan
pasangan suami isteri. Juga dalam hadits yang menceritakan tentang penyihiran
terhadap Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam, disebutkan bahwasannya sihir
itu berupa sesuatu yang ditimbun. Semuanya itu merupakan suatu hal yang tidak
mungkin berlaku pada sesuatu yang tidak mempunyai hakikat, dan bagaimana
mungkin sesuatu yang tidak mempunyai hakikat itu di pelajari?” (Zaadul Muslim
IV/225)
Dalam Tafsir Ibnu Katsir:
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam pernah disihir oleh Lubaid bin Al A’shom Al Yahudi
hingga beliau jatuh sakit. Kemudian karenanya Allah ta’ala menurunkan surat Al Falaq
dan surat An Naas (Al
Mu’awidzatain) sebagai obat bagi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam. (Tafsir Ibnu Katsir, Asy-Syamilah)
Imam Al-Baghawi berkata: “Setelah terjalin persetujuan dalam akad, Labid lalu
menjalankan aksinya. Turunlah 2 surat untuk meminta perlindungan, yang jumlah
total seluruhnya mencapai 11 ayat. Dengan rincian, Surat Al-Falaq 5 ayat dan
Surat An-Naas 6 ayat. Ketika Rasulullah Shollallahu ‘alaihi wasallam membaca
kedua surat tersebut, terlepaslah semua ikatan sihir yang melingkupi Rasul
Shollallahu ‘alaihi wasallam. Bangkitlah Nabi Shollallahu ‘alaihi wasallam dan
dia merasakan kebugarannya seperti sedia kala, pikirannya menjadi terang
benderang.” (Tafsir Al-Muawwidzatain oleh Ibnul Qayyim hal. 29 cet. Safliah)
Ibnu Qudamah Al-Maqdisi mengatakan: “Sihir adalah ikatan-ikatan, jampi-jampi, perkataan
yang dilontarkan secara lisan maupun tulisan, atau melakukan sesuatu yang
mempengaruhi badan, hati atau akal orang yang terkena sihir tanpa berinteraksi
langsung dengannya. Sihir ini mempunyai hakikat, diantaranya ada yang bisa
mematikan, membuat sakit, membuat seorang suami tidak dapat mencampuri istrinya
atau memisahkan pasangan suami istri, atau membuat salah satu pihak membenci
lainnya atau membuat kedua belah pihak saling mencintainya.” (Al-Mughni,
10/104)
Ibnu Qudamah Al-Maqdisi melanjutkan:
“Sihir itu memiliki hakikat, ada diantaranya yang mematikan, ada juga yang
menghalangi pasangan suami isteri, di mana suami tidak dapat mencampuri
isterinya dan ada juga sihir yang memisahkan antara suami dan isteri. Sudah
merupakan suatu hal yang populer di kalangan masyarakat umum, di mana ada
pasangan suami isteri yang telah melakukan akad nikah, tetapi sang suami tidak
kuasa mencampuri isterinya, dan jika akad pernikahannya telah putus, mantan
suami itu baru bisa melakukan hubungan badan, yakni setelah dia tidak mungkin mencampurinya.
Berita ini mencapai derajat mutawatir yang tidak mungkin diingkari.” (Al-Mughni
10/106)
Syaikh Muhammad bin Abdul
Wahhab (Ulama Arab Saudi) berkata: “Firman Allah
Subhanahu wa Ta'ala: “Dan dari
kejahatan-kejahatan wanita tukang sihir yang menghembus pada buhul-buhul”
(QS. Al Falaq: 4) menunjukkan bahwa, pengaruh sihir itu benar-benar nyata.
Beberapa kelompok ahlu kalam (filosof dan kalangan Mu'tazilah) mengingkari
adanya pengaruh sihir ini. Mereka mengatakan, sebenarnya pengaruh sihir itu tak
ada. Baik berupa penyakit, pembunuhan, kerasukan, keterpikatan dan
pengaruh-pengaruh lain. Semua itu hanyalah imajinasi orang-orang nan
melihatnya, dan bukan sesuatu yang sebenarnya.” (Tafsir Surat Al Falaq dan
Surat An Naas, Muhammad bin Abdul Wahhab, hlm. 3-4)
Syaikh Shalih bin Fauzan (Ulama Arab Saudi) mengatakan: “Dinamakan sihir karena terjadi
dengan perkara yang sangat tersembunyi yang tidak akan bisa dilihat oleh mata.
Yaitu berbentuk jimat-jimat, jampi-jampi, pembicaraan-pembicaraan, atau melalui
asap-asap. Sihir memiliki hakikat dan diantaranya berpengaruh terhadap hati dan
badan sehingga bisa menyebabkan sakit, terbunuh, dan memisahkan antara suami
istri.” (At-Tauhid, hal. 21)
Abul Hasan Al Asy'ari mengatakan: “Kami meyakini sihir dan tukang sihir benar-benar ada
di dunia ini. Dan kekuatan sihir merupakan kenyataan.” (Al Ibanah 'an Ushulid
Diyaanah, Abul Hasan Al Asy'ari, hal. 54)
Al Maziri berkata: “Mayoritas Ahlu Sunnah dan jumhur ulama menegaskan, sihir
memang benar nyata. Sihir memiliki hakikat, sebagaimana perkara-perkara
lainnya. Berbeda dengan orang-orang yang mengingkari hakikatnya dan
menganggapnya sebagai halusinasi batil yang tak riil. Allah telah menyebutkan
sihir di dalam Al Qur`an, dan menggolongkannya sebagai ilmu yang dipelajari. Allah
juga menyebutkan, sihir merupakan perkara yang membuat kafir dan pengaruhnya
dapat memisahkan suami isteri. Semua itu tidaklah mungkin bila tak nyata.
Hadits dalam bab ini juga menegaskan bahwa, sihir itu memang benar ada. Ilmu
sihir termasuk ilmu yang terkubur, dan kemudian muncul kembali. Semua itu
menyanggah perkataan orang-orang yang mengingkarinya. Dan menganggapnya tak
nyata, adalah suatu perkara yang mustahil.” (Dinukil oleh Imam An Nawawi dalam
Syarah Shahih Muslim IV/174, dan Ibnu Hajar dalam Fathul Bari, X/222-223. Dan
keduanya membenarkan ucapan tersebut.)
Ibnul Qayyim Al Jauziyah berkata: “Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala: “Dan dari kejahatan-kejahatan wanita tukang sihir yang menghembus pada
buhul-buhul” (QS. Al Falaq: 4). Dan hadits 'Aisyah radhiyallahu 'anha di
atas menetapkan adanya pengaruh dan hakikat sihir. Sebagian ahli kalam dari
kalangan Mu'tazilah dan lainnya ada yang mengingkarinya. Mereka mengatakan,
sebenarnya pengaruh sihir itu tak ada. Baik berupa penyakit, pembunuhan, kerasukan,
keterpikatan atau pengaruh-pengaruh lain. Menurut mereka, semua itu hanyalah
halusinasi orang-orang yang melihatnya dan bukan sesuatu yang nyata.”
(Badaa-i'ul Fawaa-id II/227-228)
Ibnu Abil Izzi Al Hanafi (murid Ibnu Katsir) berkata: “Para ulama berbeda pendapat tentang
hakikat sihir dan jenis-jenisnya, tetapi mayoritas ulama Ahlu Sunnah wal
Jama'ah berpendapat sihir dapat memberikan pengaruh langsung terhadap kematian
orang yang disihir atau membuatnya jatuh sakit, tanpa terlihat tanda-tanda
lahiriyah yang menyebabkannya. Sebagian lainnya -yakni dari kalangan ahli
filsafat dan kelompok Mu'tazilah- mereka mengklaim jika sihir hanyalah khayal
(ilusi) belaka.” (Syarah Aqidah Thahawiyah, Ibnu Abil Izzi, hlm. 505)
Imam An-Nawawi rahimahullah mengatakan: “Yang benar adalah bahwa sihir itu
mempunyai hakikat. Hal yang sama juga dipastikan oleh jumhur ulama secara
keseluruhan. Hal tersebut didasarkan pada Al-Quran dan As-Sunnah yang shahih
lagi masyhur.” (Dinukil dari kitab Fathul Baari X/222)
Ibnu Qudamah Al-Maqdisi rahimahullah
mengatakan: “Sihir adalah jampi-jampi, mantra-mantra dan ikatan-ikatan yang
memberikan pengaruh pada hati dan badan, sehingga ia bisa menimbulkan sakit,
membunuh, atau memisahkan pasangan suami isteri. Allah Ta'ala berfirman: “Maka, mereka mempelajari dari kedua
malaikat itu apa yang dengan sihir itu, mereka dapat menceraikan antara seorang
(suami) dengan isterinya.” (QS. Al-Baqarah: 102) Dia juga berfirman: “Dan dari kejahatan wanita-wanita tukang
sihir yang menghembus pada buhul-buhul.” (QS. Al-Falaq : 4) Yakni,
wanita-wanita tukang sihir yang membuat buhul-buhul dalam sihir mereka dan
meniup ke dalam buhul-buhul itu. Seandainya sihir itu tidak mempunyai hakikat,
niscaya Allah tidak akan memerintahkan umat manusia untuk meminta perlindungan
darinya.” (Al-Kafi 3/164)
Hafidz bin Ahmad Al-Hakami rahimahullah mengatakan: “Sihir adalah sesuatu yang benar-benar ada
dan pengaruhnya tidak terlepas dari takdir Allah sebagaimana Allah berfirman: “Mereka belajar dari keduanya perkara yang
akan memecah belah hubungan suami istri dan mereka tidak akan bisa berbuat
mudharat kepada seorang pun kecuali dengan izin Allah.” Dan pengaruhnya ada
sebagaimana dalam hadits-hadits yang shahih.” (I’lam As Sunnah Al-Mansyurah
hal. 153)
Artikel Terkait: Sihir Bisa Menyakiti dan Membunuh Manusia dengan Izin Allah
Artikel Terkait: Sihir Bisa Menyakiti dan Membunuh Manusia dengan Izin Allah
MTA tidak percaya sihir.. sihir itu seperti bermainan sulap.. kecepatan tangan mengelabui pandangan mata.. bukan hal sebenarnya.. karena sihir itu tidak masuk akal...
BalasHapuspadahal seluruh Ulama Ahlu Sunnah memahami sihir dalam arti sebenarnya bukan tipuan adalah ada..
hakekat sihir itu seperti penjelasan dalam al-qur'an, "Terbayang oleh Musa seakan-akan ia merayap cepat, lantaran sihir mereka". (QS. Thaha : 66)"Mereka menyihir mata umat manusia". (QS. Al-A'raf : 116)
BalasHapusDan mereka itu (ahli sihir) tidak memberi mudharat dengan sihirnya kepada seorangpun, kecuali dengan izin Allah. Dan mereka mempelajari sesuatu yang tidak memberi mudharat kepadanya dan tidak memberi manfaat. Demi, sesungguhnya mereka telah meyakini bahwa barangsiapa yang menukarnya (kitab Allah) dengan sihir itu, tiadalah baginya keuntungan di akhirat, dan amat jahatlah perbuatan mereka menjual dirinya dengan sihir, kalau mereka mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 102)
kalo masalah bisa di pelajari, semuanya harus di pelajari, permainan sulap, mengelabui pandangan mata itu juga bagian dari sihir yang tanpa di pelajari juga gak akan bisa.. dokter psikologi yang menghipnotis pasiennya itu juga di pelajari.. intinya pemahaman tentang sihir itu harus dikembalikan pada al-qur'an dan as-sunnah
Siapa saja bisa terkena sihir jika Allah SWT mengizinkan,,,tapi jika Allah SWT tidak mengizinkan maka sihir yg tetinggipun tidak dapat memberi mudarat kepada seorang bayi sekalipun sebab semua bisa terjadi hanya dengan izin Allah SWT bukan karena kehendak mahluk lain
BalasHapus