Pahala Milyaran dalam Sekejap Hitungan Detik Mendoakan Ampunan Untuk Semua Orang Beriman

Minggu, 13 Januari 2013

Zakat Fithri Bolehkah dengan Uang?

ZAKAT FITHRI BOLEHKAH DENGAN UANG ?



Zakat fithri pada bulan Ramadhan adalah wajib bagi setiap muslim, hal ini telah diwajibkan oleh Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam berlandaskan hadits riwayat Bukhari Muslim dari Abdullan bin Mas’ud: "Sesungguhnya Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam mewajibkan zakat fithri pada bulan Ramadhan kepada manusia berupa satu sho’ kurma, atau satu sho’ gandum, baik orang yang merdeka, budak laki-laki atau perempuan".
Diriwayatkan pula oleh Abu Dawud dan Ibnu Majah dari Ibnu Abbas yang artinya: ’Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam mewajibkan zakat fithri sebagai penyucian bagi orang yang puasa’, dan banyak lagi hadits yang lain.
Dengan demikian wajib bagi kaum muslimin untuk mengeluarkan zakat fithri pada bulan Ramadhan karena mengikuti perintah Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam shollallahu ‘alaihi wasallam berdasarkan firman Allah Ta’ala dalam surat Al-Hasyr ayat 17, dan banyak lagi ayat lain yang mewajibkan kaum mslimin untuk menta’ati beliau shollallahu ‘alaihi wasallam, demikian juga hadits-hadits yang shahih.

SIAPAKAH YANG WAJIB ZAKAT?

Yaitu seluruh kaum muslimin baik laki-laki maupun perempuan, merdeka atau budak, kecil atau besar. Bagi yang mempunyai keluarga atau tanggungan maka wajib baginya untuk menzakatinya: istrinya, anaknya, pembantunya yang mengurusi urusannya dan ia bertanggung jawab atas gajinya. Seperti diriwayatkan oleh Abu Dawud dari Abdullah bin Umar ra: "Sesungguhnya Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam mewajibkan shadaqah fithri berupa satu sho’ gandum atau kurma, kepada orang yang kecil, besar, merdeka, budak laki-laki atau perempuan".
Maka wajib bagi orang miskin yang memiliki kelebihan makanan pada waktu itu untuk mengeluarkan zakat.

BENTUK ZAKAT

Berupa makanan, kurma, gandum dan selainnya dari makanan pokok, berdasarkan hadits bukhari dan Muslim dari Abu Sa’id Al Khudri : "Kami mengeluarkan zakat fithri satu sho’ makanan, satu sho’ gandum, satu sho’ kurma, satu sho’ keju, satu sho’ kismis (anggur kering)".
Berkata Abu Sa’id Al Khudri: "Saya selalu mengeluarkan zakat fithri (berupa makanan) seperti saya dulu mengeluarkannya pada zaman Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam, selama saya masih hidup".
Dan satuan sho’ yang dipakai adalah sho’ Madinah dimana kadarnya adalah 2040 gram gandum atau 2900 gram beras.

SIAPA YANG BERHAK MENERIMA ZAKAT

Dari Ibnu Abbas berkata: Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam telah mewajibkan zakat fithri sebagai penyucian bagi yang berpuasa dari perkataan sia-sia dan keji, dan makanan untuk orang miskin, barang siapa yang menunaikannya sebelum shalat ‘Ied maka itulah shadaqah (zakat fithri) yang diterima, dan barang siapa yang menunaikannya setelah shalat maka dia adalah shadaqah dari macam-macam shadaqah". (HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah; Shahihul Ibnu Majah no.1480, Ibnu Majah I 585 no.1827 dan ‘Aunul Ma’bud V.3 no:1594, dishahihkan oleh Al-Hakim)
Berdasarkan hadits ini jelas kiranya, bahwa yang berhak menerima zakat fithri adalah orang-orang miskin, karena Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam mewajibkan zakat berupa makanan.

BOLEHKAH DIGANTI DENGAN UANG ATAU SELAINNYA?

Berkata Imam Abdullah bin Ahmad bin Hanbal dalam Masa’il Imam Ahmad hal. 171 masalah ke 647: "Saya mendengar bapakku, beliau membenci untuk memberikan harga dalam zakat fithri, katanya: ‘Saya khawatir apabila diganti harga tidak akan sepadan/mencukupinya’. "

Berkata Imam Ibnu Qudamah dalam Al-Mughni 3/65: katanya "Barangsiapa membayar zakat dengan harganya tidak akan sepadan/mencukupinya."

Berkata Imam Syaukani dalam Nailul Authar: ‘Zakat wajib berupa barang, tidak boleh diganti dengan harga/nilainya, kecuali jika tidak ada barang dan jenisnya". Katanya pula. "Yang benar bahwa zakat harus berupa barang tidak boleh diganti harganya kecuali ada udzur."

Berkata Imam Nawawi dalan Syarah Muslim 7/60: "Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam menyebutkan berbagai macam barang yang harganya bermacam-macam, dan beliau mewajibkan dari setiap jenisnya satu sho’, maka ini menunjukkan bahwa yang teranggap/diakui adalah sho’ bukan harganya".

Berkata Imam Nawawi dalam Al-Majmu’: "Tidak sepadan/mencukupi menurut kami", seperti ini pula pendapat Imam Malik, Imam Ahmad, Imam Ibnul Mundzir, berkata Abu Hanifah: "Boleh", berkata Ishaq dan Abu Tsaur: "Tidak mencukupi kecuali dalam keadaan terpaksa".

Berkata Imam Asy Syaukani dalam Assailul Jarar 2/86, katanya: ‘Harga hanya boleh dibayar dalam keadaan terpaksa". Saya katakan (Syaukani); "Ini benar, karena dhohir beberapa hadits –dengan ditentukannya zakat fithri berupa makanan,- (ini menunjukkan) bahwa pengeluaran sesuatu yang telah disebutkan oleh Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam adalah tertentu pula (tidak boleh dengan yang lainnya, pent.) Dan apabila ada halangan, maka harganya mencukupi, karena yang demikian itu memungkinkan bagi orang yang berkewajiban membayar zakat fithri dan tidak wajib bagi orang yang tidak ada kemampuan.” Imam Nawawi menukil dari Imam Haramain bin Abul Ma’ali Al Juwaini bahwa mengeluarkan zakat dengan harga/nilai adalah keluar dari nash dan makna ta’abud (peribadatan), semisal orang sujud meletakkan pipi dan dagunya ke lantai sebagai ganti dari dahi dan hidung, karena zakat adalah saudaranya shalat.

Berkata Ibnu Hajar Al Asqalani: "Sepertinya barang-barang yang disebutkan oleh Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam dalam hadits Abi Sa’id,- dimana takaran barang itu sama padahal harganya berbeda-beda- ini menunjukkan bahwa yang dimaksud adalah mengeluarkan barang-barang tersebut dari jenis apa pun (bukan harganya)."

Berkata Ibnu Taimiyah dalam Al Ikhtiyarat Al Fiqhiyah: "Dan zakat fithri itu cukup dengan makanan pokok negerinya seperti beras, dan selainnya, walupun diukur setaraf dengan jenis barang yang disebutkan dalam hadits, dan tidak mencukupi mengeluarkan zakat dengan pakaian, dipan, bejana dan barang lainnya selain yang telah disebutkan oleh Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam, karena Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam mewajibkan berupa makanan, maka jangan melanggar apa yang telah di tentukan oleh beliau shollallahu ‘alaihi wasallam, juga tidak mencukupi dengan membayar harga makanan tersebut, karena menyelisihi perintah beliau shollallahu ‘alaihi wasallam. Imam Ahmad ditanya tentang membayar zakat fithri dengan dirham, kata beliau : "Saya khawatir tidak akan mencukupi, menyelisihi sunnah Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam di katakan padanya, orang-orang berkata; Umar bin Abdil Aziz memungut harga (zakat fithri), jawab Ahmad: ”Mereka menanggalkan perkataan Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam dan mereka berkata ; Kata orang ini, itu dst”. Berkata Ibnu Umar: ”Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam mewajibkan…”, al-hadits.
Firman Allah : "Taatilah Allah dan taatilah Rasul".

Maka beliau berpendapat bahwa membayar zakat fithri dengan harga/ uang menyelisihi Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam. Demikian pula pendapat Imam Malik, Syafi’i, kata Ibnu Hazm : "Harga/ uang tidak mencukupi sama sekali karena itu bukan yang diwajibkan Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam, dan harga tidak boleh pada hak manusia kecuali dengan saling ridho, sedangkan zakat itu tidak ada kepemilikannya secara pasti yang boleh ridho dan melepaskannya”. Berkata Sufyan At-Tsauri: "Abu Hanifah dan para sahabatnya : ”boleh dengan harga/ uang”, hal ini diriwayatkan dari Umar bin Abdul Aziz dan Hasan Al Basri."

Itulah perkataan para Imam kaum muslimin. Alasan kedua: Harta/mata uang pada zaman Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam sudah ada, tetapi beliau shollallahu ‘alaihi wasallam tidak memerintahkannya untuk membayar dengannya, kalaulah boleh dengan harga, tentu beliau shollallahu ‘alaihi wasallam akan mengatakan satu sho’ gandum atau harganya. Dan nash hadits tidak ada yang menerangkan harganya. Demikian juga harga dari berbagai barang itu berbeda-beda, lalu mana yang akan dijadikan standart? Apabila dihargai murah, tentu barangnya jelek, tentunya ini adalah kedholiman terhadap para penerima zakat fithri yaitu para fakir miskin.

Maka perlu diketahui bahwa zakat fithri adalah ibadah, dan dasarnya adalah ittiba’, kita tidak boleh meninggalkan ittiba’ Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam lantaran mengikuti perkataan seseorang. Dan para sahabat pun mengetahui dan mengamalkannya (zakat bukan harga), serta tidak menyelisihi ketentuan beliau shollallahu ‘alaihi wasallam maka tidak boleh kita katakan bahwa zakat dengan uang itu lebih bermanfaat bagi fuqoro’ dan masakin ketimbang dengan barang. Beralasan : zakat berupa barang hanya bernilai konsumtif (dimakan) semata sedang uang bernilai produktif (bisa untuk modal). Ini hanyalah alasan akal yang direkayasa bahkan justru menyelisihi hadits Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam dan Allah Ta’ala yang mensyariatkannya, tentu lebih tahu akan kemaslahatan para hamba-Nya yang fakir dan miskin.
Waktu mengeluarkannya sebelum sholat ied boleh juga satu hari atau dua hari sebelum ied seperti dilakukan Ibnu Umar ra. Wallahu a’lam.


Diterjemahkan dengan ringkas dari majalah At-Tauhid edisi Ramadhan 1420, Kairo Mesir oleh Abdul Aziz bin Salim Al Atsari. Ma’had Al Furqon Al Islamy Sidayu Gresik

Sumber:
Risalah No: 79 / Thn. III / Ramadhan 1421 H
Risalah ini diterbitkan oleh Forum Silaturrahim As-Sunnah
Alamat Redaksi: Jl. Bunga Matahari No.1 Mataram
alhujjah@anshorussunnah.cjb.net

Tidak ada komentar:

Posting Komentar