Pahala Milyaran dalam Sekejap Hitungan Detik Mendoakan Ampunan Untuk Semua Orang Beriman

Sabtu, 05 Januari 2013

Tafsir An-Nisa' 48: Orang Mukmin yang Mati dengan Membawa Dosa Selain Syirik


TAFSIR QS. AN-NISA’ AYAT 48:
ORANG MUKMIN YANG MATI DENGAN MEMBAWA DOSA SELAIN SYIRIK


Allah berfirman: “Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik dan Dia mengampuni segala dosa selain (syirik) itu bagi siapa yang Dia kehendaki.” (QS. An-Nisa’: 48, 116)

Dari Anas bin Malik ia berkata aku mendengar Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Allah  berfirman : ‘Hai anak Adam, jika engkau datang kepada-Ku (mati) dengan membawa dosa sepenuh jagad, dan engkau ketika mati dalam keadaan tidak menyekutukan-Ku dengan sesuatupun, maka Aku akan datang kepadamu dengan membawa ampunan sepenuh jagad itu pula’.” (HR. Tirmidzi 3540 dan ia menilai hasan)

Nabi bersabda: “Barangsiapa yang mengatakan Laa Ilaha illallah lalu mati di atas kalimat itu maka ia akan masuk surga.” Abu Dzar mengatakan: “Walaupun berzina dan mencuri?” Nabi mengatakan: “Walaupun berzina dan mencuri.” Abu Dzar mengatakan: “Walaupun berzina dan mencuri?” Nabi mengatakan: “Walaupun berzina dan mencuri.” Sampai ia katakan tiga kali dan yang keempat kalinya Nabi mengatakan: “Walaupun Abu Dzar tidak suka.” Kemudian Abu Dzar keluar dan mengatakan: “Walaupun Abu Dzar tidak suka.” (HR. Muslim no. 269 cet. Darul Ma’rifah)

Ibnu Hajar Al-Asqalani berkata: “Ibnu Baththal mengatakan bahwa maksud Imam Bukhari adalah untuk menyangkal pendapat yang menyatakan bahwa dosa selain syirik adalah kufur seperti pendapat golongan Khawarij, dan orang yang meninggal dalam keadaan demikian, maka ia akan kekal dalam neraka. Selanjutnya ayat Al-Qur’an juga menolak pendapat mereka, karena maksud ayat “Dan Dia (Allah) akan mengampuni dosa selainnya (syirik) bagi orang yang dikehendaki” adalah bagi orang yang meninggal dunia sedang ia mempunyai dosa selain syirik.” (Fathul Bari syarah Shahih Bukhari Kitab Al-Iman)

Abu Ja’far Ath-Thahawi berkata: “Para pelaku dosa besar di kalangan umat Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam (bisa) masuk neraka, namun mereka tak akan kekal di dalamnya kalau mereka mati dalam keadaan bertauhid. Meskipun mereka belum bertaubat namun mereka menemui Allah (mati) dengan menyadari dosa mereka. Mereka diserahkan kepada kehendak dan keputusan Allah. Kalau Dia menghendaki, maka mereka dapat diampuni dan dimaafkan dosa-dosa mereka dengan keutamaan-Nya, sebagaimana yang difirmankan Allah ‘Azza wa Jalla: “Dan Dia mengampuni dosa selain (syirik) itu bagi siapa yang Dia kehendaki.” (QS. An-Nisa’: 48, 116). Dan jikalau Dia menghendaki, mereka diadzab-Nya di neraka dengan keadilan-Nya. Kemudian Allah akan mengeluarkan mereka dari dalamnya dengan rahmat-Nya dan syafa’at orang yang berhak memberi syafa’at di kalangan hamba-Nya yang ta’at. Lalu mereka pun diangkat ke surga-Nya.” (Al-Aqidah Ath-Thahawiyyah masalah ke-79)

Abu Hasan Al-Asy’ari berkata: “Mereka pun (Mu’tazilah) menyebarkan anggapan yang membuat kebanyakan manusia jadi bimbang terhadap rahmat Allah dan berputus asa terhadap nikmat-Nya, dengan memutuskan kata bahwa orang-orang yang berbuat maksiat itu tempatnya adalah di neraka serta kekal di dalamnya. Dan hal ini jelas bertentangan dengan Firman Allah SWT : “Sungguh, Dia mengampuni semua dosa yang selain syirik, kepada siapapun yang Dia kehendaki” (QS. An-Nisa’ ayat 48).” (Al-Ibanah An-Ushul Ad-Diyanah oleh Abu Hasan Al-Asyari)

Imam An-Nawawi mengatakan: “Ijma’ para pemegang kebenaran bahwa pezina, pencuri dan pembunuh serta selainnya dari para pelaku doa besar selain syirik, mereka tidak dikafirkan dengan sebab perbuatannya. Mereka tetap sebagai mukmin yang kurang imannya. Kalau mereka bertaubat maka gugurlah hukuman mereka. Kalau mereka tetap bermaksiat maka mereka di bawah kehendak Allah. Jika Allah berkehendak Allah akan ampuni, jika Allah berkehendak maka akan hukum mereka.” (Syarah Shahih Muslim jilid. 1 hal. 230. Lihat pula Syarah Al-'Aqidah Ath-Thahawiyah hal. 321 takhrij Al-Albani)

Abu ‘Utsman Isma’il bin Abdur-rahman Ash-Shabuni berkata: ”Ahlus Sunnah berkeyakinan bahwa seorang mukmin meskipun melakukan dosa-dosa kecil  dan besar tidak bisa dikafirkan dengan semuanya itu. Meskipun dia meninggal dunia dalam keadaan belum taubat, selama masih dalam tauhid dan keikhlasan, urusannya terserah Allah. Jika Ia menghendaki, Ia akan mengampuni dan memasukkannya ke surga pada hari Kiamat dalam keadaan selamat, beruntung dan tidak disentuh oleh api neraka, tidak disiksa atas segala dosa yang pernah dilakukannya, ia biasakan dan terus menyelimutinya sampai hari kiamat. Namun apabila Allah kehendaki, bisa saja Ia menyiksanya di neraka untuk sementara, namun adzab itu tidak kekal, bahkan akan dikeluarkan untuk dimasukkan ke tempat kenikmatan yang abadi (surga).” (‘Aqidatus Salaf Ashabil Hadits)

Imam Al-Baghawi berkata: “Ahlus Sunnah mereka berpendapat bahwa dosa besar yang dilakukan seorang mukmin tidak mengeluarkannya dari iman. Bila mereka meninggal sebelum bertaubat, maka ia akan disiksa di neraka namun tidak kekal, bahkan urusan mereka diserahkan kepada Allah, apakah Allah Subhanahu wa Ta’ala menyiksanya atau berkenan mengampuninya.” (Syarhu As-Sunnah, Imam Al-Baghawi, I/103)

Ibnu Abi Hatim berkata: “Para pelaku dosa besar berada dalam masyi’ah (kehendak) Allah Subhanahu wa Ta’ala. Kita tidak mengkafirkan ahli kiblah disebabkan dosa mereka. Kita menyerahkan urusan batin mereka kepada Allah ‘Azza wa Jalla.” (Ushulus Sunnah wa I’tiqad Din oleh Ibnu Abi Hatim, masalah ke-18)

Imam Ahmad bin Hanbal berkata: “Barangsiapa yang bertemu dengan Allah dalam keadaan terus-menerus melakukan dosa, dan tidak bertaubat dari dosa-dosa yang mengharuskan ia dihukum oleh Allah, maka urusannya dikembalikan kepada Allah, kalau Allah menghendaki Dia akan mengadzab orang tersebut dan jika tidak Allah akan mengampuninya. Barangsiapa yang bertemu dengan Allah – dalam keadaan kafir – Allah akan mengadzabnya dan tidak ada ampunan baginya. Barangsiapa yang mati dari ahlul kiblat (muslim) dalam keadaan muwahid (bertauhid), dishalati jenazahnya dan dimintakan ampun untuknya, jangan sampai tidak dimintakan ampun dan jangan pula jenazahnya dibiarkan (tidak dishalati) hanya karena disebabkan melakukan dosa – baik yang dosa kecil ataupun besar- dan urusannya diserahkan kepada Allah Ta’ala.” (Ushulus Sunnah oleh Imam Ahmad bin Hanbal)

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata tentang hukum penamaan untuk orang muslim yang melakukan dosa besar: “Ahlus Sunnah berkata: Ia muslim dan hukumnya di akhirat di bawah kehendak Allah. Jika Allah menghendaki, Dia akan mengazabnya, dan jika Dia menghendaki, Dia akan mengampuninya. Khawarij berkata: Ia adalah kafir dan hukumnya di akhirat berada di dalam neraka, dan kekal selama-lamanya. Sedangkan Mu’tazilah mengatakan bahwa: Ia berada pada satu kedudukan di antara dua kedudukan (manzilah bainal manzilataini), yaitu tidak mukmin dan tidak kafir. Hukumnya di akhirat, ia kekal di dalam neraka.” (Majmu’ Fatawa’ VII/241-242, XII/470-474, 479)

Ini sebagai bantahan atas pandangan orang Khawarij dan Mu’tazilah yang mengkafirkan orang mukmin yang mati dengan membawa dosa-dosa besar selain syirik dan mengkekalkannya dalam neraka. Mereka menakwilkan QS. An-Nisa’ ayat 48 dan 116 dengan arti bahwa ayat itu berlaku saat ia masih hidup saja, bukan untuk mukmin yang telah mati dengan membawa dosa selain syirik sebelum ia sempat bertaubat. Ini jelas takwil yang keliru karena ayat tersebut bagi orang mukmin yang mati dengan membawa dosa selain syirik.

2 komentar:

  1. ternyat MTA mempunyai pemahaman yang sama dengan sekte menyimpang khawarij dan mutazila yang mengkafirkan muslim pelaku dosa besar dan belum sempat bertaubat..

    BalasHapus