Pahala Milyaran dalam Sekejap Hitungan Detik Mendoakan Ampunan Untuk Semua Orang Beriman

Selasa, 29 Januari 2013

Hakikat Dakwah Salafiyah



HAKIKAT DAKWAH SALAFIYAH


Ustadz Abu Muhammad Dzulqarnain
Dan diperkaya dari berbagai sumber

Salafiyah adalah pensifatan yang diambil dari kata سَلَفٌ  (salaf) yang berarti mengikuti jejak manhaj dan jalan Salaf.
Dikenal juga dengan nama سَلَفِيُّوْنَ  (salafiyyun). Yaitu bentuk jamak dari kata Salafy yang berarti orang yang mengikuti Salaf. Dan juga kadang kita dengar penyebutan para ‘ulama Salaf dengan nama As-Salaf Ash-Sholeh. Dari keterangan di atas secara global sudah bisa dipahami apa yang dimaksud dengan Salafiyah.
Kata Salaf ini mempunyai dua definisi: dari sisi bahasa dan dari sisi istilah.

DEFINISI SALAF SECARA BAHASA

Berkata Ibnu Manzhur dalam Lisanul ‘Arab : “Dan As-Salaf juga adalah orang-orang yang mendahului kamu dari ayah-ayahmu dan kerabatmu yang mereka itu di atas kamu dari sisi umur dan keutamaan karena itulah generasi pertama di kalangan tabi’in mereka dinamakan As-Salaf Ash-Sholeh”.
Berkata Al-Manawi dalam At-Ta’arif jilid 2 hal. 412 : “As-Salaf bermakna At-Taqoddum (yang terdahulu).” Masih banyak rujukan lain tentang makna salaf dari sisi bahasa yang ini dapat dilihat dalam Mauqif Ibnu Taimiyyah minal ‘asya’irah jilid 1 hal. 21.
Jadi arti Salaf secara bahasa adalah yang terdahulu yang awal dan yang pertama. Mereka dinamakan Salaf karena mereka adalah generasi pertama dari ummat Islam.

DEFINISI SALAF SECARA ISTILAH

Istilah Salaf dikalangan para ‘ulama mempunyai dua makna: secara khusus dan secara umum.

Pertama :
Makna Salaf secara khusus adalah generasi permulaan ummat Islam dari kalangan para Shahabat, Tabi’in, Tabi’ut Tabi’in dalam tiga masa yang mendapatkan kemulian dan keutamaan, dalam hadits mutawatir yang diriwayatkan oleh Imam Bukhary Muslim dan lain-lainnya dimana Rasulullah shollallahu ‘alahi wa alihi wa sallam menyatakan : “Sebaik-baik manusia adalah generasiku kemudian generasi setelahnya kemudian generasi setelahnya”.
Berkata Al-Bajury dalam Syarah Jauharut Tauhid hal.111 : “Yang dimaksud dengan salaf adalah orang-orang yang terdahulu dari para Nabi dan para shahabat dan orang-orang yang mengikuti mereka”.
Berkata Al-Qolasyany dalam Tahrirul Maqolah Syarah Ar-Risalah : “As-Salaf Ash-Sholeh yaitu generasi pertama yang mapan di atas ilmu yang mengikuti petunjuk Nabi shollahu ‘alahi wa alihi wa sallam lagi menjaga sunnah-sunnah beilau. Allah memilih mereka utk bershahabat dengan Nabi-Nya dan memilih mereka utk menegakkan agama-Nya dan mereka itulah yang diridhoi oleh para Imam ummat dan mereka berjihad di jalan Allah dengan sebenar-benar jihad dan mereka mencurahkan dalam menasehati ummat dan memberi manfaat kepada mereka dan mereka menyerahkan diri-diri mereka dalam menggapai keridhoan Allah”.
Dan berkata Al-Ghazaly memberikan pengertian terhadap kata As-Salaf dalam Iljamul ‘Awwam ‘An ‘ilmil Kalam hal.62 : “Yang saya maksudkan dengan salaf adalah madzhabnya para Shahabat dan Tabi’in”.  Lihat Limadza Ikhtartu Al-Manhaj As-Salafy hal.31 dan Bashoir Dzawisy Syaraf Bimarwiyati Manhaj As-Salaf hal.18-19.
Berkata Abul Hasan Al-Asy’ary dalam Kitab Al-Ibanah Min Ushul Ahlid Diyanah hal.21 : “Dan kami yakini sebagai agama adalah mencintai para ‘ulama salaf yang mereka itu telah dipilih oleh Allah ‘Azza Wa Jalla utk bershahabat dengan Nabi-Nya dan kami memuji mereka sebagaimana Allah memuji mereka dan kami memberikan loyalitas kepada mereka seluruhnya”.
Berkata Ath-Thohawy dalam Al-‘Aqidah Ath-Thohawiyah : “Dan ulama salaf dari generasi yang terdahulu dan generasi yang setelah mereka dari kalangan Tabi’in Ahlul Khair dan Ahli Atsar dan ahli fiqh dan telaah tidaklah mereka disebut melainkan dengan kebaikan dan siapa yang menyebut mereka dengan kejelekan maka dia berada di atas selain jalan .”
Dan Al-Lalika`i dalam Syarah Ushul I’tiqod Ahlis Sunnah Wal Jama’ah jilid 2 hal.334 ketika beliau membantah orang yang mengatakan bahwa Al-Quro dialah yang berada di langit beliau berkata : “Maka dia telah menyelisihi Allah dan Rasul-Nya dan menolak mukjizat Nabi-Nya dan menyelisihi para salaf dari kalangan Shahabat dan Tabi’in dan orang-orang setelahnya dari para ‘ulama ummat ini.”
Berkata Al-Baihaqy dalam Syu’abul Iman jilid 2 hal.251 tatkala beliau menyebutkan pembagian ilmu beliau menyebutkan diantaranya : “Dan mengenal perkataan-perkataan para salaf dari kalangan Shahabat, Tabi’in, dan orang-orang setelah mereka”.
Dan berkata Asy-Syihristany dalam Al-Milal Wa An-Nihal jilid 1 hal.200 : “Kemudian mengetahui letak-letak ijma’ Shahabat, Tabi’in, dan Tabi’ut Tabi’in dari Salafus Sholeh sehingga ijtihadnya tidak menyelisihi ijma’.”
Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Bayan Talbis Al-Jahmiyah jilid 1 hal.22 : “Maka tidak ada keraguan bahwasanya kitab-kitab yang terdapat di tangan-tangan manusia menjadi saksi bahwasanya seluruh salaf dari tiga generasi pertama mereka menyelesihinya.”
Dan berkata Al-Mubarakfury (pensyarah Kitab Sunan At Tirmidzi) dalam Tuhfah Al-Ahwadzy jilid 9 hal.165 : “Dan ini adalah madzhab Salafus Sholeh dari kalangan shahabat dan Tabi’in dan selain mereka dari para ‘ulama -mudah-mudahan Allah meridhoi mereka seluruhnya- .”
Dan hal yang sama dinyatakan oleh Al-’Azhim Abady dalam ‘Aunul Ma’bud jilid 13 hal.7.

Kedua :
Makna salaf secara umum adalah tiga generasi terbaik dan orang-orang setelah tiga generasi terbaik ini sehingga mencakup tiap orang yang berjalan di atas jalan dan manhaj generasi terbaik ini.
Al-’Allamah Muhammad As-Safariny Al-Hambaly berkata dalam Lawami’ Al-Anwar Al-Bahiyyah Wa Sawathi’ Al-Asrar Al-Atsariyyah jilid 1 hal. 20 : “Yang diinginkan dengan madzhab salaf yaitu apa-apa yang para shahabat yang mulia -mudah-mudahan Allah meridhoi mereka- berada di atasnya dan para Tabi’in yang mengikuti mereka dengan baik dan yang mengikuti mereka dan para Imam agama yang dipersaksikan keimaman mereka dan dikenal perannya yang sangat besar dalam agama dan manusia menerima perkataan-perkataan mereka…”.
Berkata Ibnu Abil ‘Izzi al Hanafi (murid Ibnu Katsir) dalam Syarah Al ‘Aqidah Ath-Thohawiyah hal.196 tentang perkataan Ath-Thohawy bahwasanya Al-Qur`an diturunkan oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala : Yakni merupakan perkataan para shahabat dan yang mengikuti mereka dengan baik dan mereka itu adalah Salafus Sholeh.
Dan berkata Asy-Syaikh Sholeh Al-Fauzan (Ulama Arab Saudi) dalam Nazharat Wa Tu’uqqubat ‘Ala Ma Fi Kitab As-Salafiyah hal.21 : “Dan kata Salafiyah digunakan terhadap jama’ah kaum mukminin yang mereka hidup di generasi pertama dari generasi-generasi Islam yang mereka itu komitmen di atas Kitabullah dan Sunnah Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam dari kalangan shahabat Muhajirin dan Anshor dan yang mengikuti mereka dengan baik dan Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam mensifati mereka dengan sabdanya : Sebaik-baik manusia adalah zamanku kemudian zaman setelahnya kemudian zaman setelahnya”. Dan beliau juga berkata dalam Al-Ajwibah Al-Mufidah ‘An As`ilah Al-Manahij Al-Jadidah hal.103- 104 : As-Salafiyah adalah orang-orang yang berjalan di atas Manhaj Salaf dari kalangan Shahabat dan tabi’in dan generasi terbaik yang mereka mengikutinya dalam hal aqidah manhaj dan metode dakwah.
Dan berkata Syaikh Nashir bin ‘Abdil Karim Al-‘Aql dalam Mujmal Ushul I’tiqod Ahlus Sunnah Wal Jama’ah hal.5 : As-Salaf mereka adalah generasi pertama ummat ini dari para shahabat tabi’in dan imam-imam yang berada di atas petunjuk dalam tiga generasi terbaik pertama. Dan kalimat As-Salaf juga digunakan kepada tiap orang yang berada pada setelah tiga generasi pertama ini yang meniti dan berjalan di atas manhaj mereka.

ASAL PENAMAAN SALAF DAN PENISBAHAN DIRI KEPADA MANHAJ SALAF

Asal penamaan Salaf dan penisbahan diri kepada manhaj Salaf adalah sabda Nabi shollallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam kepada putrinya Fathimah radihyallahu ‘anha: ”Karena sesungguhnya sebaik-baik salaf bagi kamu adalah saya.” (Bukhari no.5928 dan Muslim no.2450)
Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Majmu’ Fatawa jilid 4 hal 149 : “Tidak ada celaan bagi orang yang menampakkan madzhab salaf dan menisbahkan diri kepadanya dan merujuk kepadanya bahkan wajib menerima hal tersebut menurut kesepakatan. Karena sesungguhnya madzhab salaf itu adalah tak lain kecuali kebenaran”.
Berkata Imam Az-Zuhry tentang tulang belulang bangkai seperti bangkai gajah dan lainnya : “Saya telah mendapati sekelompok dari para ulama salaf mereka bersisir dengannya dan mengambil minyak darinya mereka menganggap tidak apa-apa”. Lihat : Shohih Bukhary bersama Fathul Bary jilid 1 hal.342.Tentunya yang diinginkan dengan ‘ulama salaf oleh Az-Zuhry adalah para shahabat karena Az- Zuhry adalah seorang Tabi’i .
Dan Sa’ad bin Rasyid berkata : “Adalah para salaf lebih menyenangi tunggangan jantan karena lebih cepat larinya dan lebih berani”. Lihat : Shohih Bukhary dengan Fathul Bary jilid 6 hal.66 dan Al-Hafizh Ibnu Hajar menafsirkan kata salaf : “Yaitu dari shahabat dan setelahnya”.
Berkata Imam Bukhary dalam Shohihnya dengan Fathul Bary jilid 9 hal.552 : “Bab bagaimana para ‘ulama salaf berhemat di rumah-rumah mereka dan di dalam perjalanan mereka dalam makanan daging dan lainnya”.
Ibnul Mubarak berkata : “Tinggalkanlah hadits ‘Amr bin Tsabit karena ia mencerca para ‘ulama salaf”. (Muqoddimah Shohih Muslim jilid 1 hal.16)
Imam Nawawi berkata di dalam Al-Adzkar : “Ketahuilah, bahwa kebenaran yang terpilih adalah apa yang para salaf Radhiyallahu ‘anhum berada di atasnya.”
Hasan Al Bashri (tabi’in) berkata: “Seandainya seseorang mendapatkan generasi salaf yang pertama kemudian dia yang dibangkitkan (dari kuburnya) pada hari ini, sementara orang tersebut tidak mengenal tentang Islam beliaupun meletakkan tangannya di atas pipinya seraya berkata “kecuali sholat saja.” Kemudian dia berkata: “Demi Allah, tidaklah yang demikian itu merupakan suatu bentuk keterasingan bagi setiap orang yang hidup dan dia tidak mengetahui tentang generasi Salafush Shalih. Setelah itu, ia melihat orang ahlul bid’ah mengajak kepada bid’ahnya dan melihat orang ahlul dunia menyeru kepada dunianya. Maka orang (yang dalam keterasingan itu) dipelihara oleh Allah dari fitnah tersebut. Allah menjadikan hatinya rindu kepada Salafush Shalih itu, ia bertanya tentang jalan mereka, menapaki jejak mereka, dan mengikuti jalan mereka, maka dari itu pasti Allah akan memberikan kepadanya pahala yang besar. Oleh karena itu, jadilah kalian seperti itu, insya Allah.” (Al Bida’ wan Nahyu ‘anha oleh Ibnu Wadhdhah no. 178)
Imam Abu Hanifah (imam madzhab) berkata: “Wajib bagimu untuk mengikuti atsar dan jalan yang ditempuh oleh salaf, dan hati-hatilah dari segala yang diada-adakan dalam agama, karena ia adalah bid’ah.” (Shaunul Manthiq karya As Suyuthi hal. 322 dinukil dari Kitab Al Marqat fii Nahjis Salaf Sabilun Najah hal. 54)
Abdurrahman bin ‘Amr Al-Auza'i berkata : "Bersabarlah dirimu di atas sunnah, berhentilah sebagaimana mereka berhenti, dan katakanlah seperti apa yang mereka katakan serta cegahlah dari apa yang mereka cegah. Telusurilah jejak salafush sholeh". (Syarhu ushul I'tiqod ahlis sunnah wal jama'ah 1/154 oleh Al-Lalika'i)
Al-Auza’i berkata: “Wajib bagimu untuk mengikuti jejak salaf walaupun banyak orang menolakmu, dan hati-hatilah dari pemahaman/pendapat tokoh-tokoh itu walaupun mereka mengemasnya untukmu dengan kata-kata (yang indah).” (Asy-Syari’ah karya Imam Al Ajurri, hal. 63)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata: “Telah diketahui bahwa karakter ahlul ahwa’ (pengekor hawa nafsu) ialah meninggalkan atau tidak mengikuti generasi Salaf.” (Majmuu’ Fataawa Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, IV/155)
Syaikhul Islam Abu ‘Utsman Ismail ash-Shabuni rahimahullah (wafat th. 449 H) menggunakan istilah Salaf dalam kitabnya, “Aqiidatus Salaf Ashabul Hadiits”.
Salah satu  syi’ar Ahlus Sunnah wal Jama’ah ialah: mengikuti Salafush Shalih dan meninggalkan segala perkara yang bid’ah dan diada-adakan dalam agama. (al-Hujjah fii Bayaanil Mahajjah, I/364, karya Imam Abul Qasim al-Ashbahani rahimahullah).
Ibnul Qayyim berkata: "Sesungguhnya Salafush Shalih sangat keras pengingkaran dan kebencian mereka terhadap orang yang menentang hadits Rasulullah shollallahu 'alaihi wa sallam dengan akal atau qiyas atau istihsaan (menganggap baik sesuatu) atau dengan pendapat seseorang siapa pun orangnya. Dan mereka mengisolir terhadap orang yang melakukan hal tersebut serta mengingkari atas orang yang menjadikan bagi beliau tandingan-tandingan. Dan tidaklah mereka melakukan hal ini, melainkan hanya karena keterikatan dan ketundukan (mereka) kepada beliau serta menerimanya dengan pendengaran dan ketaatan, dan tidak pernah terbetik di dalam hati mereka untuk berhenti dari menerimanya....” (I'laamul Muwaqqi'iin 4/244)
Ibnul Qayyim berkata: “Tak sedikit dari ulama salaf menafsirkan ayat di atas dengan siksa kubur dan mereka menjadikannya sebagai salah satu dari sekian dalil yang menunjukkan adzab kubur”. (Miftah Darr Sa’adah 1/206, Ad Daa’ Wa Dawa,185, Al-Fawaid 412)
Imam Al-Juwaini berkata:”Telah mutawatir hadits-hadits yang menceritakan bahwa Nabi berlidung kepada Allah dari adzab kubur. Perkataan bahwa hadits-haditsnya hanyalah ahad adalah takalluf (pemaksaan). Aqidah ini mutawatir di kalangan salaf sholih sebelum munculnya ahli bid’ah dan hawa.” (Al Irsyad hal.375)
Ibnu Hajar Al-Qathari berkata: “Atas dasar ini, yang dimaksud dengan madzhab      as-Salaf ialah ajaran yang dipegang teguh oleh para Sahabat yang mulia (keridhaan Allah atas mereka), para Tabi’in, para Tabi’it Tabi’in, dan para imam yang terdiri dari mereka yang telah diakui keimanannya dan telah dikenal kedudukannya dalam agama ini. Para imam yang ucapan dan pandangannya telah dikutip dan diambil oleh para ulama khalaf, seperti imam yang empat (Imam Abu Hanifah, Imam Malik bin Anas, Imam Asy-Syafi’i, dan Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullahu-pen), Imam Sufyan Ats-Tsauri, Al-Laits bin Tsa’ad, Abdullah bin Mubarak, An-Nakha’i, Bukhari, Muslim, dan seluruh ulama hadits yang tidak dituduh atau dinyatakan pembawa bid’ah atau dikenal dengan gelar yang tidak diridhai seperti Khawarij, Rafidhah, Murji’ah, Jabariyah, Jahmiyah, dan Mu’tazilah.” (Al-Aqiidatus Salafiyyah bi Adillatihal ‘Aqliyyah wan Naqliyyah oleh Ibnu Hajar Al-Qathari)
Ibnu Hajar Al-Qathari berkata: “Maka siapa saja yang pandangan dan pendapatnya bertentangan dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah, berarti ia bukan salafi meskipun ia hidup pada zaman Sahabat, Tabi’in, dan Tabi’it Tabi’in.” (Al-Aqiidatus Salafiyyah bi Adillatihal ‘Aqliyyah wan Naqliyyah oleh Ibnu Hajar Al-Qathari hal. 21)
Imam Adz-Dzahabi di dalam kitabnya Siyar A’laamin Nubalaa’ (16/457) ketika membawakan ucapan Al Hafizh Ad Daruquthni (306-385 H), “Tidak ada yang lebih kubenci selain menekuni ilmu kalam/filsafat.” Maka Adz Dzahabi pun mengatakan (dengan nada memuji, red), “Orang ini (Ad Daruquthni) belum pernah terjun dalam ilmu kalam sama sekali begitu pula tidak menceburkan dirinya dalam dunia perdebatan (yang tercela) dan beliau juga tidak ikut meramaikan perbincangan di dalam hal itu. Akan tetapi beliau adalah seorang salafi.” (Limadza Ikhtartu Al-Manhaj As-Salafy, hal. 34-35).
Imam As-Sam'ani (wafat 562 H) berkata: "Syi'ar Ahlus Sunnah adalah mengikuti manhaj as-salafush shalih dan meninggalkan segala yang diada-adakan (dalam agama)." (Al-Intishar li Ahlil Hadits, Muhammad bin 'Umar Bazmul hal. 88).
Imam Asy-Syathibi berkata: "Segala apa yang menyelisihi manhaj salaf maka ia adalah kesesatan." (Al-Muwafaqat 3/284).
Imam Al-Qurthubi berkata: “Tiada satupun dari kalangan Salafush Shalih yang ingkar bahwa Allah istiwa di atas ‘Arsy secara hakiki.” (Tafsir Qurthubi 7219).
Imam Asy-Syaukani setelah mengakhiri madzhab/sekte Syiah Zaidiyah dan ilmu kalam yang beliau anut pada awal masa hidupnya, beliau kemudian bertaubat, mengikuti madzhab salaf dengan menulis sebuah kitab yang berjudul “At-Tuhaf fii Madzhabis Salaf.
Imam Asy-Syaukani berkata: “Di sini saya akan memberitahukan anda tentang diri saya dan menjelaskan apa yang terjadi pada saya kemarin hari. Ketika saya masih belajar dan sedang masa muda-mudanya saya disibukkan dengan ilmu ini yang terkadang disebut ilmu kalam, tauhid atau ilmu ushuluddin. Saya kaji dengan serius karya berbagai kelompok yang berbeda di antara mereka, saya berharap bisa kembali membawa manfaat dan pulang dengan membawa keberhasilan. Namun saya tidak menemukan dari hal itu kecuali kebimbangan dan kebingungan. Itulah yang menyebabkan saya mencintai madzhab salaf, walaupun sebelumnya juga saya telah menganutnya.” (At-Tuhaf fii Madzhabis Salaf karya Asy-Syaukani)
Asy-Syaukani berkata: “Aku melahap kitab-kitab karangan para ahli filsafat/kalam yang bermacam-macam dengan harapan pulang dapat ilmu yang bermanfaat dan dapat keuntungan, ternyata aku tidak mendapatkan apa-apa dari semua itu selain kekecewaan dan kebingungan. Hal itulah yang menjadikan aku cinta (kembali) kepada madzhab salaf, setelah dulunya aku pernah ada di salaf, tetapi saat itu aku ingin tambah memahami dan menguasai (dengan belajar filsafat). Maka pada saat itu aku katakan: hasil akhir dari penelitianku dari pandanganku setelah lama merenung, adalah berdiri di antara persimpangan jalan yang bimbang, tidaklah ilmu orang yang belum bertemu selain kebimbangan, padahal sebelumnya aku telah melaut di tengah-tengahnya. Dan tidaklah aku puas sebelum menyelami.” (At-Tuhaf fii Madzhabis Salaf karya Asy-Syaukani)
Al-’Allamah Muhammad As-Safariny Al-Hambaly berkata : “Termasuk hal yang mustahil orang-orang belakangan (khalaf) lebih berilmu dari para salaf sebagaimana yang dinyatakan oleh sebagian orang yang tidak memiliki penelitian dari orang yang tidak menghargai salaf dan tidak pula mengenal Allah dan Rasulullah dan tidak juga kaum mukminin dengan sebenarnya yang wajib mereka ketahui darinya bahwa jalan prinsip/manhaj salaf lebih selamat dan jalan khalaf lebih berilmu (ilmiyah) dan lebih bijaksana. Mereka hanyalah mendasarkan pernyataan itu di atas prasangka bahwa manhaj salaf  (thariqatus salaf) hanya sekedar iman kepada lafadz-lafadz Al-Qur'an dan Hadits tanpa pemahaman, dan itu sama dengan kedudukan orang-orang buta huruf (umiyin) sedangkan manhaj khalaf (thariqatul khalaf) adalah menampakkan makna-makna nash yang dipalingkan dari hakikatnya dengan beraneka ragam majaz dan bahasa-bahasa yang sulit dipahami, prasangka rusak inilah yang mengakibatkan munculnya slogan tersebut yang kandungannya meninggalkan Islam.” (Lawami' Al-Anwar Al-Bahiyyah Wa Sawathi’ Al-Asrar Al-Atsariyyah 1/25)

Dan juga kalau kita membaca buku-buku yang berkaitan dengan pembahasan nasab akan didapatkan para ’ulama yang menyebutkan tentang nisbah Salafy (penisbahan diri kepada jalan para ulama salaf) dan ini lebih memperjelas bahwa nisbah kepada manhaj salaf juga adalah sesuatu yang sudah lama dikenal dikalangan para ‘ulama.

Berkata As-Sam’any dalam Al-Ansab jilid 3 hal.273 : Salafi dengan difathah adalah nisbah kepada As-Salaf dan mengikuti madzhab mereka.

As-Suyuthy berkata dalam Lubbul Lubab jilid 2 hal.22 : Salafi dengan difathah {huruf sin dan lam-nya} adalah penyandaran diri kepada madzhab As-Salaf .

Imam Adz-Dzahaby berkata: ”As-Salafi adalah sebutan bagi siapa saja yang berada di atas manhaj salaf.” (Siyar A’lamin Nubala 6/21)

Berkata Imam Adz-Dzahaby dalam Siyar A’lam An-Nubala` jilid 13 hal.183 setelah menyebutkan hikayat bahwa Ya’qub bin Sufyan Al-Fasawy rahimahullah menghina ‘Utsman bin ‘Affan radhiyallahu ‘anhu : “Kisah ini terputus Wallahu A’lam. Dan saya tidak mengetahui Ya’qub Al-Fasawy kecuali beliau itu adalah seorang Salafi dan beliau telah mengarang sebuah kitab kecil tentang As-Sunnah”.

Dan dalam biografi ‘Utsman bin Kharzad Ath-Thabari beliau berkata : “Untuk menjadi seorang Muhaddits diperlukan lima perkara kalau satu perkara tidak terpenuhi maka itu adalah suatu kekurangan. Dia memerlukan : Aqal yang baik agama yang baik dhobth kecerdikan dalam bidang hadits serta dikenal darinya sifat amanah .Kemudian Adz-Dzahaby mengomentari perkataan tersebut beliau berkata : Amanah merupakan bagian dari agama dan hafalan bisa masuk kepada kecerdikan. Adapun yang dibutuhkan oleh seorang hafizh adalah : Dia harus seorang yang bertaqwa, pintar, ahli nahwu, ahli bahasa, bersih hatinya, pemalu, dan seorang salafi cukup bagi dia menulis dengan tangannya sendiri 200 jilid buku hadits dan memiliki 500 jilid buku yang dijadikan pegangan dan tidak putus semangat dalam menuntut ilmu sampai dia meninggal dengan niat yang ikhlas dan dengan sikap rendah diri. Kalau tidak memenuhi syarat-syarat ini maka janganlah kamu berharap”. (Siyar A’lam An-Nubala` jilid 13 hal. 380)

Adz-Dzahaby berkata tentang Imam Ad-Daruquthny : “Beliau adalah orang yang tidak akan pernah ikut serta mempelajari ilmu kalam dan tidak pula ilmu jidal dan beliau tidak pernah mendalami ilmu tersebut bahkan beliau adalah seorang salafi. (Siyar A’lam An-Nubala`jilid 16 hal. 457)

Dalam biografi Ibnu Ash-Sholah berkata Imam Adz-Dzahaby : “Dan beliau adalah seorang salafi yang baik aqidahnya, tidak terjatuh dalam ta’wilnya para ahli kalam.” (Tadzkirah Al-Huffazh jilid 4 hal. 1431, Thobaqot Al-Huffazh jilid 2 hal. 503, dan Siyar A’lam An-Nubala` jilid 23 hal. 142)

Dalam biografi Imam Abul ‘Abbas Ahmad bin ‘Isa bin ‘Abdullah bin Ahmad bin Muhammad bin Qudamah Al-Maqdisy Imam Adz-Dzahaby berkata : “Beliau adalah seorang yang terpercaya tsabt pandai seorang salafi. (Siyar A’lam An-Nubala` jilid 23 hal. 18)

Dalam biografi Ahmad bin Ahmad bin Na’mah Al-Maqdisi Imam Adz-Dzahaby berkata: “Dia berjalan di atas aqidah salaf.” (Mu’jam Asy-Syuyukh I/34)

Dalam Biografi Abul Muzhoffar Ibnu Hubairah Imam Adz-Dzahaby berkata : “Dia adalah seorang yang mengetahui madzhab, bahasa arab, ilmu syair, dan seorang salafi atsary. (Siyar A’lam An-Nubala` jilid 20 hal. 426)

Berkata Imam Adz-Dzahaby dalam biografi Imam Az-Zubaidy : “Dia adalah seorang hanif (bertauhid) salafi. (Siyar A’lam An-Nubala`jilid 20 hal. 317)

Dalam Biografi Musa bin Ibrahim Al-Ba’labakky Imam Adz-Dzahaby berkata : “Dan demikian pula beliau seorang perendah hati seorang salafi”. (Mu’jamul Muhadditsin hal. 283)

Dalam biografi Muhammad bin Muhammad Al-Bahrony Imam Adz-Dzahaby berkata : Dia seorang yang beragama, orang yang sangat baik, dan seorang salafi”. (Mu’jam Asy-Syuyukh jilid 2 hal. 280)

Dalam biografi Ibnu Al-Majd Imam Adz-Dzahaby berkata: ”Dia seorang yang tsiqah (terpercaya), tsabt (kuat hafalannya), cerdas, salafi, dan bertaqwa.” (Siyar A’lamin Nubala’ 23/118)

Dalam biografi Yahya bin Ishaq Imam Adz-Dzahaby berkata: “Dia adalah seorang yang sangat mengerti berbagai madzhab, orang yang baik, tawadhu’, salafi, …. .” (Mu’jam Asy-Syuyukh no. 957)

Berkata Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqolany dalam Lisanul Mizan Jilid 5 hal. 348 dalam biografi Muhammad bin Qasim bin Sufyan Abu Ishaq : “Dan ia adalah seorang yang bermadzhab salafi.”

Cukuplah sebagai satu keistimewaan yang para salafiyun berbangga dengannya bahwa penamaan-penamaan ini semuanya dari Islam dan menggambarkan Islam hakiki yang dibawa oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam dan tentunya hal ini sangat membedakan salafiyun dari ahlu bid’ah yang bernama atau dinamakan dengan penamaan-penamaan yang hanya sekedar menampakkan bid’ah pimpinan atau kelompok mereka seperti Tablighy nisbah kepada Jama’ah Tabligh yang didirikan oleh Muhammad Ilyas, Ikhwany nisbah kepada gerakan Ikhwanul Muslimin yang dipelopori oleh Hasan Al-Banna, Surury nisbah kepada kelompok atau pemikiran Muhammad Surur Zainal ‘Abidin, Jahmy nisbah kepada Jahm bin Sofwan pembawa bendera bid’ah keyakinan bahwa Al-Qur`an adalah makhluk. Mu’tazily nisbah kepada kelompok (Mu’tazilah) pimpinan ‘Atho` bin Washil yang menyendiri dari halaqah Hasan Al-Bashry. Asy’ary nisbah kepada pemikiran Abu Hasan Al-Asy’ary yang kemudian beliau bertobat dari pemikiran sesatnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar