Pahala Milyaran dalam Sekejap Hitungan Detik Mendoakan Ampunan Untuk Semua Orang Beriman

Selasa, 01 Januari 2013

Kedudukan As-Sunnah dalam Islam


KEDUDUKAN AS-SUNNAH DALAM ISLAM


A.    AYAT AL-QUR’AN

Apa-apa  yang  disampaikan  Rasul  kepadamu  maka ambillah  dan  apa-apa  yang  dilarangnya maka  tinggalkanlah.(QS. Al-Hasyr: 7)

Barangsiapa yang mentaati Rasul itu, sesungguhnya ia telah mentaati Allah.” (QS. An-Nisa': 80)

Katakanlah: ‘Taatilah Allah dan Rasul-Nya!’ Jika kamu berpaling, maka sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang kafir.” (Q.S. Ali Imran: 32)

Dan Kami turunkan kepadamu Al Qur'an, agar kamu menjelaskan pada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan.” (QS. An-Nahl : 44)

B.     HADITS NABI

Abu Rafi’ ra. mengatakan bahwa Rasulullah saw. bersabda:  Sungguh, akan aku dapati salah seorang dari kalian bertelekan di atas sofanya, yang apabila sampai kepadanya hal-hal yang aku perintahkan atau aku larang dia berkata, ‘Saya tidak tahu. Apa yang ada dalam Al-Qur`an itulah yang akan kami ikuti’. (HR. Imam Ahmad, Abu Dawud, at-Tirmidzi –dan ia menshahihkannya-, Ibnu Majah, at-Thahawi dan lainnya dengan sanad yang shahih). HR Imam Ahmad VI/8 , Abu Dawud (no. 4605), Tirmidzi (no. 2663), Ibnu Majah (no. 12), At-Thahawi IV/209)

Dari al-Miqdam bin Ma’di Karib bahwa Rasulullah saw. bersabda: “Saya telah diberikan Al-Qur’an dan yang semacamnya, bukankah suatu saat ada seorang yang perutnya kenyang di atas pembaringannya kemudian berkata, “Hendaklah kalian mengambil apa yang berasal dari Al-Qur’an, apa yang dihalalkan olehnya maka halalkanlah dan apa yang diharamkan olehnya maka haramkanlah.” Ketahuilah sesungguhnya apa yang diharamkan oleh Rasulullah sama derajatnya dengan apa yang diharamkan oleh Allah.” (Abu Dawud, Bab luzum as-Sunnah, 5/10.h.4604. perawi haditsnya semuanya tsiqat. At-Tirmidzi, Kitab al-ilmi, 5/38 h. 2664. Dia berkata, hadits hasan garib)

Dari Jabir bin Abdillah ra. berkata, Rasulullah saw. bersabda: “Mungkin saja ada di antara kalian yang mendengar salah satu dari perkataan saya dalam keadaan berbaring kemudian berkata, ‘jauhkan kami dari semua ini, kami hanya mengikuti apa yang berasal dari Al-Qur’an.” (Al-Khatib, al-Kifayah, 42, dari dua jalur. Jami’ al-Bayan, Ibnu Abdil Bar, jami’ bayan al-ilmi wafadhlihi, 2/189)

Abu Hurairah ra. mengatakan bahwa Rasulullah saw. bersabda: “Aku tinggalkan dua perkara untuk kalian. Selama kalian berpegang teguh dengan keduanya tidak akan tersesat selama-lamanya, yaitu Kitabullah dan Sunnahku. Dan tidak akan terpisah keduanya sampai keduanya mendatangiku di  haudh (telaga Nabi).” (HR. Imam Malik secara mursal Al-Hakim secara musnad dan ia menshahihkannya. Imam Malik dalam al-Muwaththa’ no. 1594 dan Al-Hakim dalam Al-Mustadrak I/172)

Rasulullah saw. bersabda: “Ketahuilah, sesungguhnya aku diberi Al-Qur`an dan (sesuatu) yang serupa dengannya.”  -yakni As-Sunnah-, (HR. Abu Dawud dan yang lainnya dengan sanad yang shahih. Abu Dawud no.4604, juga diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam Al-Musnad IV/130)

Abu Hurairah mengatakan bahwa Rasulullah bersabda: “Setiap umatku akan masuk Surga, kecuali orang yang engan,” Para sahabat bertanya, ‘Ya Rasulallah, siapakah orang yang enggan itu?’ Rasulullah menjawab, “Barangsiapa mentaatiku akan masuk Surga dan barangsiapa yang mendurhakaiku dialah yang enggan”. (HR.Bukhari dalam kitab al-I’tisham no. 6851)

C.    PERKATAAN PARA ULAMA SALAF

Umar bin Khaththab radliyallaahu ‘anhu berkata :  “Akan datang sekelompok manusia yang akan membantah kamu dengan ayat Al-Qur’an yang mutasyabih. Maka bantahlah mereka dengan As-Sunnah. Karena orang-orang yang berpegang teguh pada As-Sunnah lebih mengerti tentang Kitabullah.” (Diriwayatkan oleh Al-Ajurri dalam Asy-Syari’ah 1/175 no. 99, Muassasah Qurthubah;  diriwayatkan oleh Ibnu Baththah dalam Al-Ibanah 1/250-251 no. 83-84, Daarur-Rayah;   diriwayatkan oleh Ad-Darimi I/49;  diriwayatkan oleh Al-Lalika-i dalam Syarh Ushuul I’tiqaad Ahlis Sunnah wal Jama’ah I/39 no. 202, dengan sanad shahih).

Sehubungan dengan ayat QS. Al-Hasyr : 7, ada  kejadian  yang  menakjubkan  dalam  riwayat  yang shahih  dari  Ibnu  Mas’ud  ra.  yaitu  bahwasannya  ada seorang  wanita  yang  datang  kepadanya  kemudian berkata  kepadanya  :  “Kamukah  yang  berkata  bahwa Allah  melaknat  namishaat  (=  wanita  yang  mencabut rambut alis) dan mutanaamishaat (= wanita yang dicabut rambut  alisnya)  dan  waasyimaat  (=  wanita  yang membuat  tato)  ?”.  Ibnu Mas’ud menjawab,”Ya,  benar”. Perempuan  tadi berkata,”Aku  telah membaca Kitabullah dari awal sampai akhir  tetapi aku  tidak menemukan apa yang  kamu  katakan”.  Maka  Ibnu  Mas’ud  menjawab, ”Jika  kamu  betul-betul  membacanya,  niscaya  engkau akan menemukannya. Tidakkah engkau membaca:  ”Apa-apa  yang  disampaikan  Rasul  kepadamu  maka ambillah  dan  apa-apa  yang  dilarangnya,  tinggalkanlah…” (QS. Al-Hasyr : 7).  Aku telah mendengar Rasulullah saw. bersabda:  ”Allah  melaknat  An-Naamishaat…..”  (Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim)

Al-Baihaqi meriwayatkan dengan sanadnya dari Syubaib bin Abi Fadalah Al-Makki bahwa Imran bin Hushain Radhiyallahu 'anhu menyebutkan tentang syafaat, lalu seorang laki-laki di antara kaumnya berkata kepadanya : "Wahai Abu Najid, sesungguhnya engkau menyebutkan kepada kami beberapa hadits yang mana hadits-hadits itu tidak memiliki dasar di dalam Al-Qur'an". Maka Imran marah dan ia berkata kepada orang itu:
"Apakah engkau telah membaca Al-Qur'an?". Laki-laki itu menjawab: "Ya", Imran berkata: "Apakah di dalam Al-Qur'an engkau dapatkan (dasar) bahwa shalat Isya adalah empat raka'at, apakah engkau mendapatkan di dalamnya bahwa shalat Maghrib 3 raka'at, shalat Shubuh 2 raka'at, shalat Zhuhur 4 raka'at dan shalat Ashar 4 raka'at?" Laki-laki itu menjawab: "Tidak", Imran berkata: "Lalu dari siapa engkau mengambil (dalil) itu, bukankah kalian mengambilnya dari kami dan kami mengambilnya dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam ?.! Apakah kamu dapatkan di dalamnya (Al-Qur'an) bahwa (zakat) setiap empat puluh ekor domba adalah satu domba, dan (zakat) setiap sekian onta adalah sekian ekor, dan (zakat) sekian dirham adalah sekian ?" Laki-laki itu menjawab: "Tidak", Imran berkata lagi: "Lalu dari siapa engkau mengambil dalil itu, bukankah kalian mengambilnya dari kami dan kami mengambilnya dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam ? Imran berkata lagi: "Di dalam Al-Qur'an engkau mendapatkan ayat yang berbunyi: "Dan hendaklah mereka melakukan thawaf sekeliling rumah yang tua itu (Baitullah)". [QS. Al-Hajj : 29]
Apakah di dalamnya engkau mendapatkan keterangan bahwa hendaknya kalian melakukan thawaf tujuh kali lalu melaksanakan shalat dua raka'at di belakang maqam Ibrahim? Apakah di dalamnya (Al-Qur'an) engkau menemukan keterangan tentang tidak bolehnya jalab, junub dan nikah syighar dalam Islam ? Tidaklah engkau mendengar bahwa Allah Subhanahu wa Ta'ala telah berfirman di dalam kitab-Nya: “Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah." [QS. Al-Hasyr : 7]
Imran berkata lagi: Sesungguhnya kami telah mengambil dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam banyak hal yang kalian tidak mengetahui tentang semua itu.  (Miftahul Jannah fii Al-Ihtijaj bi As-Sunnah oleh Imam Suyuthi hal. 11-17 terbitan Darul Haq, Penerjemah Amir Hamzah Fachruddin)

Dari Hasan al-Bashri (tabi’in) bahwasanya Imran bin al-Husain suatu ketika duduk bersama sahabat-sahabatnya, dan berkatalah salah satu dari masyarakat, “Jangan kalian bercerita kepada kami kecuali dengan al-Qur’an saja,” Imran bin Husain berkata, “Kemarilah!,” Maka orang itu mendekat, dia berkata, “Bila kamu dan kawan-kawanmu hanya menerima dari Al-Qur’an saja, apakah kamu mendapati dalam Al-Qur’an sholat Dzuhur 4 rakaat, sholat Ashar 4 rakaat dan sholat Maghrib 3 rakaat? Apa pendapatmu seandainya kamu dan kawan-kawanmu hanya menerima dari Al-Qur’an saja, apakah kamu menemukan thowaf tujuh kali keliling dan thowaf di Shofa dan Marwa? Kemudian beliau berkata: Wahai kaum, ambillah dari kami, karena kalian –demi Allah- jika tidak berbuat demikian tentu akan sesat”. [Al-Baihaqi, Madkhal ad-Dalail, 1/25]

Dari Muhammad bin Katsir dari al-Auzai’ dari Hassan bin Athiyyah berkata, “Jibril turun kepada Nabi membawa sunnah sebagaimana dia turun membawakan Al-Qur’an.” [Ad-Darimi, 1/177 hal. 549 Bab As-Sunnah Qadhiyah ‘ala Kitabillah. Al-Khathib, al-Kifayah.  48. Al-Jami’ Ibnu Abdil Bar, 1/191. Al-Baihaqi, Miftah al-Jannah, Suyuthi.10]

Dari Ayyub as-Sakhtiyani berkata, Seorang lelaki berkata kepada Mutharif bin Abdillah bin asy-Syakhir, “Jangan sampaikan kepada kami kecuali yang berasal dari al-Qur’an!” Mutharif berkata, “Demi Allah kami tidak ingin mengganti Al-Qur’an, namun tunjukkanlah kepada kami seorang yang lebih faham dari kami tentang Al-Qur’an.” [Al-Baihaqi, Hujjah As-Sunnah, 331. Ibnu Abdil Bar, Al-Jami’. Idem]

Dari al-Auzai’ dari Ayyub as-Sakhtiyani berkata, “Bila kamu sebutkan kepada seseorang sebuah hadits lalu orang itu berkata, “Jauhkan dari kami perkataan itu dan sampaikanlah kepada kami dari Al-Qur’an saja”, maka yakinilah kalau ia seorang adalah sesat dan menyesatkan.” [Al-Hakim, Ma’rifah Ulum al-Hadits.65. Baihaqi. idem. 332. Al-Khatib, Al-Kifayah, 49]

Al-Auzai’, Makhul, Yahya bin Abi Katsir berkata, “Al-Qur’an jauh lebih membutuhkan hadits dari pada kebutuhan hadits terhadap Al-Qur’an, dan sunnah merupakan hakim terhadap Al-Qur’an dan bukan sebaliknya.” [Ad-Darimi, 1/17 Bab As-Sunnah Qadhiyah ‘ala Kitabillah hal.593]

Al-Fadhal bin Ziyad berkata, “Saya telah mendengar Ahmad bin Hanbal berkata tatkala ditanya tentang hadits yang menjadi hakim atas Al-Qur’an, “Ini merupakan perkara sensitif, sunnah menafsirkan Al-Qur’an, menjelaskannya dan memperkenalkannya.” [Al-Khatib, Al-Kifayah. 47. Ibnu Abdil Bar, Al Jami’, 2/191-192]

Imam  Asy-Syafi’i  berkata: ”Semua  yang  datang dari sunnah merupakan penjelasan dari Al-Qur’an. Maka setiap  orang  yang  menerima  Al-Qur’an,  maka  wajib menerima  sunnah  Rasulullah, karena Allah Subhanahu wa Ta’ala mewajibkan hamba-Nya untuk mentaati Rasul-Nya dan mematuhi  hukum-hukumnya. Orang  yang menerima apa  yang  datang  dari  Rasulullah  Shallallahu  ‘alaihi  wasallam  berarti  ia  telah menerima  apa  yang  datang  dari Allah  Subhanahu  wa  Ta’ala,  karena  Dia  telah mewajibkan kita untuk mentaatinya. (Al-Risalah, hal. 32-33)

Imam Asy-Syafi’i menjelaskan tentang ayat Al-Qur’an yang menyebutkan Al-Kitab dan Al-Hikmah, seperti firman Allah:
“Sungguh Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus di antara mereka seorang Rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka Al-Kitab dan Al-Hikmah. Dan sesungguhnya sebelum (kedatangan Nabi) itu, mereka adalah benar-benar dalam kesesatan yang nyata.” (QS. Ali Imran: 164)
Beliau berkata: “Allah menyebut Al-Kitab dan yang dimaksud adalah Al-Qur’an serta menyebut Al-Hikmah. Saya telah mendengarkan dari ulama yang paling saya ridhoi dalam Al-Qur’an, dia berkata, “Yang dimaksud dengan Hikmah adalah Sunnah Rasulullah, karena Allah menyebutkan Al-Qur’an kemudian menyandingkannya dengan kata Hikmah, kemudian Allah mengingatkan kita akan ni’matnya yang telah mengajarkan Kitab dan Hikmah, dan tidak boleh hukumnya -wallahu a’lam- menerjemakan kata Hikmah di sini kecuali dengan Sunnah, apalagi Allah mewajibkan untuk taat kepada Rasul, dan mewajibkan manusia mengikuti perintahnya. Tidak mungkin mengatakan masalah ini wajib hukumnya kecuali Kitab Allah dan Sunnah Rasul.” (Ar-Risalah: 76-77)

Al Humaidi (guru Bukhari) berkata: "Pada suatu hari Imam Asy-Syafi'i meriwayatkan satu hadits, lalu akupun berkata: ‘Apakah engkau mengambil hukum ini?’ Maka iapun berkata: ‘Apakah kamu melihat aku telah keluar dari gereja atau di tubuhku tergantung salib, sampai-sampai apabila aku telah mendengar sebuah hadits aku tidak menjalankannya’?". (Kitab Hilyatul Auliya' 9/106 dan Siyar 'Alamin Nubala' 10/34)

Imam Asy-Syafi'i ditanya tentang suatu masalah maka ia berkata: "Telah diriwayatkan dari Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam di dalam masalah itu begini dan begini”, lalu si penanya berkata: "Wahai Abu Abdillah! Apakah engkau berpendapat demikian?", maka bergetarlah badan Imam Asy-Syafi'i dan dan ia sangat marah seraya berkata: "Wahai kamu! Bumi manakah yang akan menampungku, langit manakah yang akan menaungiku jika aku meriwayatkan tentang Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam sebuah hadits dan aku tidak berpendapat dengan hadits itu?!? Iya…! dengan mata dan telingaku (sebagai ungkapan tentang ketaatan yang penuh-pent).” (Kitab Al Faqih Wal Mutafaqqih 1/150 dan Sifatush Shafwah 2/256)

Ibnu Abdil Barr (madzhab Maliki) berkata: “Penjelasan dari Nabi ada dua macam:
Pertama: Penjelasan hal-hal yang global dalam Al-Qur’an seperti shalat fardhu tentang waktunya, cara sujud dan ruku, dan hukum-hukum yang berkaitan dengannya. Juga seperti penjelasan beliau tentang zakat, batasannya, waktunya dan harta yang di keluarkan zakatnya dan penjelasan tentang manasik haji. Rasululloh bersabda: Ambillah dariku manasik kalian. (Ini sebagian dari hadits Jaabir yang menjelaskan haji Rasulullah; lihat Shohih Muslim kitab Al Hajj 2/943 no. 310)
Kedua: Tambahan hukum yang belum terdapat dalam Al-Qur’an, seperti; haramnya menikahi seorang wanita bersama tante (bibi) istri baik dari ibu atau dari bapak, haramnya daging al Humur Al Ahliyah (keledai jinak) dan haramnya setiap yang bergigi taring dari binatang, dan lain-lain.”
Allah Ta’ala telah memerintahkan kita untuk menataati Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam dan diperintahkan untuk mengikuti petunjuk beliau secara mutlak dan dalam perintah tersebut tidak dikaitkan dengan syarat apa pun. Oleh karena itu mengikuti beliau sama halnya dengan mengikuti Al-Qur’an. Sehingga tidak boleh dikatakan, kita mau mengikuti Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam asalkan bersesuaian dengan Al-Qur’an. Sungguh perkataan semacam ini adalah perkataan orang yang menyimpang. (Jaami’ Bayanil ‘Ilmi wa Fadhlih 2/190-191, dinukil dari Ma’alim Ushul Fiqh, hal. 126)


Imam Al Barbahari berkata: “Sesungguhnya Al-Qur’an lebih butuh kepada Sunnah daripada Sunnah kepada Al-Qur’an.” (Syarhus Sunnah oleh Imam Al Barbahari)

Imam Al Barbahari berkata: “Jika anda menyampaikan sebuah atsar kepada seseorang lalu menolaknya dan ia menginginkan Al-Qur’an maka tidak diragukan bahwa ia seorang yang telah mengidap virus zindiq, maka beranjaklah darinya dan tinggalkan.” (Syarhus Sunnah oleh Imam Al Barbahari)

Imam Al Barbahari berkata: “Barang siapa menolak satu ayat dari Kitabullah sama saja menolak seluruhnya dan barang siapa menolak satu atsar dari Rasulullah berarti ia menolak semua atsar, dengan demikian ia bisa dianggap kafir terhadap Allah Yang Maha Agung.” (Syarhus Sunnah oleh Imam Al Barbahari)

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah (guru Ibnul Qayyim, Adz-Dzahabi, Ibnu Katsir, Ibnu Abdul Hadi) berkata: "Apabila Anda telah mengetahui akar-akar bid'ah dari uraian sebelumnya, maka ketahuilah bahwa akar bid'ah Khawarij adalah memvonis kafir pelaku dosa. Mereka yakini sebagai dosa perkara-perkara yang sebenarnya bukan dosa. Mereka memandang wajib mengikuti Al-Qur'an saja dan menolak hadits yang bertentangan dengan teks ayat Al-Qur'an, meskipun hadits tersebut derajatnya mutawatir.” (Majmu' Fatawa 3/355)

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata: "Dosa dan kesalahan ahlu bid'ah adalah karena meninggalkan apa yang telah diperintahkan kepada mereka, yaitu mengikuti Sunnah Nabi dan menetapi jama'ah kaum muslimin. Akar bid'ah Khawarij adalah keyakinan mereka bahwa mentaati Rasul hukumnya tidak wajib bila bertentangan dengan teks Al-Qur'an menurut persepsi mereka. Sikap tersebut merupakan salah satu bentuk meninggalkan kewajiban. Kaum Khawarij beranggapan bahwa Rasul bisa berbuat zhalim dan tersesat dalam sunnahnya, oleh karena itu menurut mereka mentaati dan mengikuti Rasul bukanlah suatu keharusan. Mereka hanya mempercayai apa yang disampaikan Rasul di dalam Al-Qur'an, adapun As-Sunnah yang menurut mereka bertentangan dengan tekstual Al-Qur'an, tidaklah mereka terima." (Majmu' Fatawa 19/73)

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menyatakan: "Demikian pula kaum Khawarij ini menganut keyakinan wajibnya mengikuti Al-Qur'an meskipun mereka pahami menurut akal pikiran mereka dan berkeyakinan tidak wajib mengikuti As-Sunnah yang bertentangan dengan tekstual ayat Al-Qur'an.(Majmu' Fatawa 28/491)

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata: Kaum Khawarij hanya mengikuti As-Sunnah yang telah terperinci bukan yang menyelisihi tekstual Al-Qur'an.” (Majmu' Fatawa 13/48-49)

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata: “Wajib bagi kita untuk mengikuti Al-Qur’an, begitu pula wajib bagi kita mengikuti petunjuk Rasul. Mengikuti salah satu dari keduanya (Al-Qur’an dan hadits Rasul), berarti mengikuti yang lainnya. Karena Rasul shallallahu ‘alaihi wasallam bertugas untuk menyampaikan isi Al-Qur’an. Dalam Al-Qur’an sendiri terdapat perintah untuk menaati Rasul. Perlu juga dipahami bahwa Al-Qur’an dan petunjuk Rasul sama sekali tidak saling bertentangan sebagaimana halnya isi Al-Qur’an tidak saling bertentangan antara ayat satu dan ayat lainnya.” (Majmu’ Fatawa, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, 19/84, Darul Wafa’, cetakan ketiga, tahun 1426 H)

Ibnul Qayyim berkata: “Imam Ahmad telah menulis sebuah kitab tentang wajibnya ketaatan kepada Rasulullah, dia membantah pandangan orang yang berargumen dengan zhahir Al-Qur’an untuk menolak Sunnah Nabi dan tidak mengakui kekuatan hukum hadits. Dia berkata di sela-sela khutbahnya, “Sesungguhnya Allah yang Maha Mulia dan Maha Suci nama-nama-Nya, telah mengutus Muhammad dengan petunjuk dan agama kebenaran untuk memenangkannya atas segala agama walaupun orang-orang musyrik tidak menyenanginya. Allah turunkan kepadanya sebuah kitab sebagai petunjuk bagi pengikutnya, Dia menugaskan Rasul-Nya untuk menjelaskan maksud Al-Qur’an baik yang zhahir maupun yang bathin, yang umum atau yang khusus, yang dibatalkan atau yang membatalkan, dan setiap yang dimaksud oleh Al-Qur’an.
Maka Rasulullah adalah orang yang mengungkapkan isi Al-Qur’an, menunjukkan makna kandungannya, semua sahabat yang Allah pilih dan ridhai untuk menjadi pendamping Nabi-Nya telah bersaksi atas tugas tersebut, mereka menukil semua itu kepada umat Islam, sehingga merekalah orang yang paling tahu tentang Rasul dan apa yang Allah kehendaki dari kitab-Nya dengan sebab mereka melihat langsung (turunnya Al Qur’an) dan apa yang dimaksudkan di dalamnya. Sehingga mereka menjadi orang yang mengungkap hal itu setelah Rasululloh. Sahabat Jabir berkata, “Tatkala Rasulullah berada di tengah-tengah kami, Al-Qur’an diturunkan kepadanya. Beliau mengerti maksud dari ayat-ayat itu, dan setiap yang dia lakukan kami pun melakukannya.” Kemudian beliau memaparkan ayat-ayat yang menunjukkan perintah taat kepada Rasulullah. (I’laam Al Muwaqi’in ‘An Rabbi Al Alamin 2/290-291)

Ibnul Qayyim berkata: “Adapun Sunnah, ia memiliki tiga peran pokok di sisi Al-Qur`an. Yang pertama, yaitu membenarkan Al-Qur`an dari segala segi. Dengan demikian, Al-Qur`an dan Sunnah sama-sama berada di atas satu koridor hukum yang saling menguatkan ketika dijadikan sebagai dalil dalam berbagai permasalahan. Kedua; Sunnah menjadi penjelas sekaligus menafsirkan apa yang dimaksud oleh Al-Qur`an. Dan ketiga; Sunnah dalam posisi mewajibkan sesuatu di mana Al-Qur`an mendiamkan kewajibannya, dan mengharamkan sesuatu yang mana dalam Al-Qur`an belum disebutkan keharamannya.” (I’lam Al-Muwaqqi’in oleh Ibnu Qayyim Al-Jauziyah, jilid 1 juz 2 hlm 271, Penerbit Maktabah Al-Iman, Manshurah – Mesir, Cetakan Pertama 1999 M – 1419 H)

Ibnul Qoyyim (ulama madzhab Hanbali) berkata, “Yang wajib diyakini setiap muslim, tidak ada satu pun hadits shohih yang menyelisihi Kitabullah. Bagaimana tidak, Rasululloh shallallahu ‘alaihi wasallam adalah penjelas Kitabullah, Al-Qur’an diturunkan kepada beliau, dan beliau diperintah untuk mengikutinya. Jadi, beliaulah makhluk yang paling mengerti maksud Al-Qur’an! Seandainya setiap orang boleh menolak sunnah Rosululloh shallallahu ‘alaihi wa sallam berdasarkan pemahamannya terhadap tekstual Al-Qur’an, maka betapa banyak sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang akan ditolak dan akan gugurlah semuanya.” (Ath-Thuruq al-Hukmiyyah hlm. 101)

Ibnul Qayyim berkata: “Pada suatu hari saya pernah berdialog dengan salah seorang pembesar mereka, saya bertanya kepadanya, ‘Andaikan saja Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam hidup di tengah-tengah kita, lalu beliau mengucapkan suatu ucapan kepada kita, apakah wajib bagi kita untuk mengikutinya tanpa harus melirik kepada pendapat, ucapan maupun madzhab orang lain? Ataukah kita tidak wajib membenarkannya sehingga kita timbang terlebih dahulu dengan pendapat dan akal manusia?!’ Dia menjawab, ‘Ya jelas harus membenarkannya tanpa melirik kepada selainnya.’ Saya bertanya lagi, ‘Lantas apa yang menghapus kewajiban ini dari kita dan dengan apa kewajiban tersebut dihapus?’ Akhirnya dia meletakkan jari-jemarinya ke mulut kebingungan dan tidak berkata satu kata pun.” (Madarij Salikin 2/404)

Imam Suyuthi berkata: “Ketahuilah semoga Allah merahmati kalian, barangsiapa mengingkari hadits-hadits Nabi, baik dalam bentuk ucapan maupun perbuatan (dengan syarat-syarat yang sudah ma’ruf) sebagai hujjah, maka dia telah kafir, keluar dari keislaman dan digabungkan bersama Yahudi dan Nashrani atau orang-orang yang Allah kehendaki dari kelompok-kelompok orang kafir.” (Miftahul Jannah fil Ihtijaj bis Sunnah oleh As-Suyuthi)

Al-Humaidi (gurunya Imam Bukhari) berkata: “Demi Allah, bahwa kuperangi  orang-orang yang menolak hadits Rasul (shallallahu ‘alaihi wasallam) lebih kucintai daripada aku memerangi orang non muslim (kafir).” (Al-Harawi dalam Dzammul Kalam)

Imam Al-Ajurri  (wafat 320 H) berkata -setelah membawakan beberapa hadits dan atsar tentang siksa kubur-: “Alangkah jeleknya keadaan orang-orang yang mengingkari hadits-hadits ini. Sungguh mereka telah tersesat dengan kesesatan yang sangat jauh.” (Asy-Syari’ah, 364)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar