Pahala Milyaran dalam Sekejap Hitungan Detik Mendoakan Ampunan Untuk Semua Orang Beriman

Sabtu, 19 Januari 2019

Amalan yang Tidak Terputus (Pahala Mengalir Terus) Walaupun Sudah Meninggal

Amalan yang Tidak Terputus (Pahala Mengalir Terus) Walaupun Sudah Meninggal - Para penghuni kubur tergadai di kuburan mereka, terputus dari amalan shaleh, dan menunggu hari hisab yang tidak diketahui hasilnya. Mereka berada dalam kesepian, hanya ditemani amalnya ketika di dunia. Dalam suasana demikian, ada beberapa orang yang kebaikannya terus mengalir.

Jasad mereka bersemayam dengan tenang di alam kubur, namun balasan pahala mereka tidak berhenti. Pahala mereka terus berdatangan, padahal mereka terdiam dalam kuburnya, menunggu datangnya kiamat. Sungguh masa pensiun yang sangat indah, yang tidak bisa terbeli dengan dunia seisinya.

Dalam hadis dari Anas bin Malik radhiyallahu‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
Ada tujuh amalan yang pahalanya tetap mengalir untuk seorang hamba setelah dia meninggal, padahal dia berada di dalam kuburnya: (1) orang yang mengajarkan ilmu agama, (2) orang yang mengalirkan sungai (yang mati) (3) orang yang membuat sumur, (4) orang yang menanam kurma, (5) orang yang membangun masjid, (6) orang yang memberi mushaf al-Quran, dan (7) orang yang meninggalkan seorang anak yang senantiasa memohonkan ampun untuknya setelah dia wafat.” (HR. al-Bazzar dalam Musnadnya 7289, al-Baihaqi dalam Syuabul Iman 3449, dan yang lainnya. Dihasankan oleh Syaikh Albani dalam Shahihul Jami’ no. 3602)

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara (yaitu): (1) sedekah jariyah, (2) ilmu yang bermanfaat, (3) atau  anak shalih yang mendoakannya.” (HR. Muslim dalam Shahih-nya no. 1631, Ahmad 2/372, At-Tirmidziy no. 1376, Al-Bukhaariy dalam Al-Adabul-Mufrad no. 38, Ad-Daarimiy no. 578, An-Nasaa’iy dalam Ash-Shughraa no. 3651, Ibnu Khuzaimah no. 2494, dll. Dishahihkan oleh Imam Muslim, At-Tirmidziy, Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibbaan, dan yang lainnya)

Hadits di atas mempunyai syaahid dari Abu Qataadah Al-Anshaariy : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam:
Sebaik-baik apa yang ditinggalkan oleh seseorang setelah kematiannya adalah tiga perkara : (1) anak shalih yang mendoakannya, (2) sedekah mengalir yang pahalanya sampai kepadanya, (3) dan ilmu yang diamalkan orang setelah (kematian)-nya.” (HR. Ibnu Maajah no. 241, Ibnu Hibbaan dalam Shahih-nya no. 93, dan Ibnu ‘Abdil-Barr dalam Al-Jaami’ 1/70 no. 54; shahih)

Sedekah Jariyah
Imam Nawawi menjelaskan hadis Muslim di atas, beliau berkata: “Demikian pula sedekah jariyah, yang itu merupakan wakaf…” (Syarh Shahih Muslim, 11/85)

Al-Khatib as-Syarbini (ulama madzhab Syafi’i, w. 977 H) berkata: “Sedekah jariyah dipahami sebagai wakaf menurut para ulama, sebagaimana keterangan ar-Rafi’i. Karena sedekah lainnya bukan sedekah jariyah.” (Mughni al-Muhtaj, 3/522)

Sahabat Jabir bin Abdillah radhiyallahu‘anhu menuturkan: “Tidak ada seorangpun sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam yang memiliki kemampuan, kecuali mereka wakaf.” (Ahkam al-Auqaf, Abu Bakr al-Khasshaf, no. 15 dan disebutkan dalam Irwa’ al-Ghalil, 6/29)

Syaikh ‘Abdullah Al-Fauzan berkata: “Hadits ini jadi dalil akan sahnya wakaf dan pahalanya yang besar di sisi Allah. Di mana wakaf tersebut tetap manfaatnya dan langgeng pahalanya. Contoh, wakaf aktiva tanah seperti tanah, kitab, dan mushaf yang terus bisa dimanfaatkan. Selama benda-benda tadi ada, lalu dimanfaatkan, maka akan terus mengalir pahalanya pada seorang hamba.” (Minhah Al-‘Allam, 7: 11)

Imam Ash-Shan’ani menyebutkan: “Para ulama menafsirkan sedekah jariyah dengan wakaf. Perlu diketahui bahwa wakaf pertama dalam Islam adalah wakaf dari ‘Umar bin Al-Khattab sebagaimana nanti akan disebutkan haditsnya yang dikeluarkan oleh Ibnu Abi Syaibah. Kaum Muhajirun berkata, “Wakaf pertama dalam Islam adalah wakaf dari Umar.” (Subul As-Salam, 5: 226)

Wakaf disyariatkan setelah Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam berada di Madinah, yaitu pada tahun kedua Hijriah. Dalam masalah ini, Ibnu Umar radhiyallahu’anhu berkata: ”Sesungguhnya Umar radhiyallaahu’anhu telah mendapatkan sebidang tanah di Khaibar. Umar bertanya kepada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam, ”Apakah perintahmu kepadaku yang berhubungan dengan tanah yang aku dapat ini?” Jawab Beliau, ”Jika engkau suka, tahanlah tanah itu dan engkau sedekahkan manfaatnya.” Maka dengan petunjuk Beliau shallallaahu ‘alaihi wasallam itu lalu Umar radhiyallahu’anhu sedekahkan manfaatnya dengan perjanjian tidak boleh dijual tanahnya, tidak boleh diwariskan, dan tidak boleh dihibahkan.” (HR. Al Bukhari dalam Kitab Asy-Syuruut Bab Asy-Syuruut fil Waqf no. 2737 dan Muslim Kitab Al Washiyyah Bab Al Waqf no. 1633)

Contoh sedekah jariyah antara lain wakaf tanah & pembangunan masjid, wakaf tanah & pembangunan pesantren, wakaf sumur, wakaf kebun, wakaf Al Qur’an, wakaf kitab (buku), wakaf karpet/sajadah masjid, wakaf rumah untuk ibnu sabil/anak yatim/para janda/fakir miskin/para penuntut ilmu, dll.

Menyebarkan Ilmu yang Bermanfaat
Dari Abu Hurairah radhiyallahu‘anhu bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Barangsiapa yang menyeru kepada petunjuk (kebajikan), maka dia mendapatkan pahala sebagaimana pahala-pahala orang yang mengikutinya, hal itu tidak mengurangi pahala-pahala mereka sedikitpun. Dan barangsiapa menyeru kepada kesesatan, maka dia mendapatkan dosa seperti dosa-dosa orang yang mengikutinya, hal itu tidak mengurangi dosa-dosa mereka sedikitpun.” (HR. Muslim)

Al-Hafidz Ibnul Jauzy berkata: “Barangsiapa senang amalannya tidak terputus (pahalanya) setelah dia mati, maka hendaknya dia menyebarkan ilmu (agama).” (At-Tadzkiroh Fil Wa'dz, hal. 55)

Syaikh Ibnu Utsaimin berkata: “Secara teks hadis, ilmu disini sifatnya umum, semua ilmu yang bermanfaat, bisa mendatangkan pahala. Hanya saja, yang paling bermanfaat adalah ilmu syariah. Andai ada orang yang wafat, dan dulu dia pernah mengajarkan tentang keterampilan yang mubah, dan itu bermanfaat bagi orang yang diajari, maka dia mendapatkan pahala dan juga diberi pahala untuk memberikan ilmu semacam ini.” (Liqaat Bab al-Maftuh, 117/16)

Baik itu menyebarkan ilmu agama maupun ilmu dunia yang bermanfaat akan mendapatkan pahala. Akan tetapi, menyebarkan ilmu agama tentu lebih utama daripada ilmu dunia karena akan dapat menyelamatkan seseorang di akhirat nanti.

Anak Sholeh yang Mendoakan Orang Tua
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Sesungguhnya Allah akan mengangkat derajat seorang hamba yang shalih di surga, kemudian hamba itu berkata, “Ya Rabbi, darimana asalnya aku mendapatkan derajat seperti ini?” Allah menjawab, “Disebabkan oleh permohonan ampun anakmu untukmu.” (HR. Ibnu Majah no. 3660, Ahmad 2/509, dll. Dishahihkan oleh Ibnu Katsir dan Al Bushiri dan dihasankan oleh Syaikh Albani dalam Silsilatul Ahadits As Shahihah no. 1598)

Syaikh Albani berkata: “(Semua pahala) amal kebaikan yang dilakukan oleh anak yang shalih, juga akan diperuntukkan kepada kedua orang tuanya, tanpa mengurangi sedikitpun dari pahala anak tersebut, karena anak adalah bagian dari usaha dan upaya kedua orang tuanya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, “Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya.” (QS. an-Najm: 39). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Sungguh, sebaik-baik (rezeki) yang dimakan oleh seorang manusia adalah dari usahanya sendiri, dan sungguh anaknya termasuk (bagian) dari usahanya.” (HR. Abu Dawud (no. 3528), an-Nasa’i (no. 4451), at-Tirmidzi (2/287) dan Ibnu Majah (no. 2137), dihasankan oleh Imam at-Tirmidzi dan dinyatakan shahih oleh Syaikh al-Albani). (Kitab “Ahakaamul Janaaiz” hal. 216-217)

Sahabat Abdullah bin Abbas radhiyallahu’anhu menceritakan bahwa ibunda Sa’ad bin Ubadah radiyallahu’anhu wafat di saat Sa’ad sedang tidak ada di dekatnya. Sa’ad kemudian datang kepada Nabi shollallahu ’alaihi wasallam seraya berkata: ”Rasulullah, ibu saya telah wafat ketika saya sedang tidak ada di dekatnya. Apakah bermanfaat untuknya jika bersedekah atas namanya?” Beliau membenarkan. Sa’ad berkata: ”Saksikanlah bahwa kebun saya yang berbuah lebat ini menjadi sedekah atas namanya.” (HR. Bukhari dalam Shahih-nya Kitab Al-Washaya 5/453)

Menanam Pohon
Dari Jabir radhiyallahu‘anhu, dia berkata : “Nabi memasuki kebun Ummu Ma’bad, kemudian beliau bersabda: “Wahai Ummu Ma’bad, siapakah yang menanam kurma ini, seorang muslim atau seorang kafir?” Ummu Ma’bad berkata: “Bahkan seorang muslim”. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Tidaklah seorang muslim menanam tanaman lalu dimakan oleh manusia, hewan atau burung kecuali hal itu merupakan shadaqah untuknya sampai hari kiamat.” (HR. Muslim)

Pada riwayat yang lain: “Tidaklah seorang muslim menanam tanaman, kecuali apa yang dimakan dari tanaman tersebut merupakan shadaqahnya (orang yang menanam). Dan apa yang dicuri dari tanaman tersebut merupakan shadaqahnya. Dan apa yang dimakan oleh binatang buas dari tanaman tersebut merupakan shadaqahnya. Dan apa yang dimakan oleh seekor burung dari tanaman tersebut merupakan shadaqahnya. Dan tidaklah dikurangi atau diambil oleh seseorang dari tanaman tersebut kecuali merupakan shadaqahnya.” (HR. Muslim)

Imam Nawawi berkata mengomentari hadits di atas: “Di dalam hadits ini menunjukkan keutamaan menanam dan mengolah tanah, dan bahwa pahala orang yang menanam tanaman itu mengalir terus selagi yang ditanam atau yang berasal darinya itu masih ada sampai hari kiamat.”

Wafat Saat Berjaga di Daerah Perbatasan dalam Jihad Fi Sabilillah
Dari Salman al-Farisi radhiyallahu‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Berjaga di daerah perbatasan sehari semalam, lebih baik daripada puasa dan tahajud selama satu bulan. Apabila ia wafat dalam perang tersebut, pahala dari amalnya ini tetap mengalir, demikian juga rezekinya, dan dia aman dari fitnah.” (HR. Muslim 5047)

Dari Abu Umamah al-Bahili radhiyallahu’anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: ”Ada empat hal yang pahalanya tetap mengalir bagi pelakunya setelah meninggalnya (yaitu) (1) orang yang meninggal saat menjaga perbatasan dalam jihad fi sabilillah, (2) orang yang mengajarkan ilmu dia akan tetap diberi pahala selama ilmunya itu diamalkan; (3) orang yang bersedekah maka pahalanya akan tetap mengalir selama sedekah itu masih ada; (4) dan orang yang meninggalkan anak shalih yang mendo’akannya.” (HR. Ahmad (5/260-261); Ath-Thabrani, no. 7831. Hadits ini dinilai hasan oleh Syaikh Albani dalam Shahih al-Jami, no. 877)

Orang yang Menggalikan Kubur Untuk Orang Muslim
Dari Abu Rafi’ radhiyallahu‘anhu, dia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Barangsiapa yang memandikan mayit dan ia menyembunyikan cacat mayit tersebut, niscaya dosanya diampuni sebanyak 40 dosa. Dan barangsiapa yang mengkafani mayit, niscaya Allah akan memakaikan kepadanya kain sutra yang halus dan tebal dari surga. Dan barangsiapa yang menggali kuburan untuk mayit, dan dia memasukkannya ke dalam kuburan tersebut, maka dia akan diberi pahala seperti pahala membuatkan rumah, yang mayit itu dia tempatkan (di dalamnya) sampai hari kiamat.” (HR. Al-Baihaqi dan Al-Hakim. Al-Hakim berkata: “Hadits ini shahih sesuai syarat Muslim”, dan Imam Adz-Dzahabi menyetujuinya)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar