Amalan
yang Tidak Terputus (Pahala Mengalir Terus) Walaupun Sudah Meninggal - Para penghuni kubur tergadai
di kuburan mereka, terputus dari amalan shaleh, dan menunggu hari hisab yang
tidak diketahui hasilnya. Mereka berada dalam kesepian, hanya ditemani amalnya
ketika di dunia. Dalam suasana demikian, ada beberapa orang yang kebaikannya
terus mengalir.
Jasad mereka bersemayam dengan
tenang di alam kubur, namun balasan pahala mereka tidak berhenti. Pahala mereka
terus berdatangan, padahal mereka terdiam dalam kuburnya, menunggu datangnya
kiamat. Sungguh masa pensiun yang sangat indah, yang tidak bisa terbeli dengan
dunia seisinya.
Dalam hadis dari Anas bin Malik radhiyallahu‘anhu,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Ada tujuh amalan yang pahalanya tetap mengalir untuk seorang hamba
setelah dia meninggal, padahal dia berada di dalam kuburnya: (1) orang yang
mengajarkan ilmu agama, (2) orang yang mengalirkan sungai (yang mati) (3) orang
yang membuat sumur, (4) orang yang menanam kurma, (5) orang yang membangun
masjid, (6) orang yang memberi mushaf al-Quran, dan (7) orang yang meninggalkan
seorang anak yang senantiasa memohonkan ampun untuknya setelah dia wafat.” (HR.
al-Bazzar dalam Musnadnya 7289, al-Baihaqi dalam Syuabul Iman 3449, dan yang
lainnya. Dihasankan oleh Syaikh Albani dalam Shahihul Jami’ no. 3602)
Dari Abu Hurairah radhiyallahu
‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga
perkara (yaitu): (1) sedekah jariyah, (2) ilmu yang bermanfaat, (3) atau anak shalih yang mendoakannya.” (HR.
Muslim dalam Shahih-nya no. 1631, Ahmad 2/372, At-Tirmidziy no. 1376,
Al-Bukhaariy dalam Al-Adabul-Mufrad no. 38, Ad-Daarimiy no. 578, An-Nasaa’iy
dalam Ash-Shughraa no. 3651, Ibnu Khuzaimah no. 2494, dll. Dishahihkan oleh
Imam Muslim, At-Tirmidziy, Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibbaan, dan yang lainnya)
Hadits di atas mempunyai syaahid dari
Abu Qataadah Al-Anshaariy : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi
wasallam:
“Sebaik-baik apa yang ditinggalkan oleh seseorang setelah kematiannya
adalah tiga perkara : (1) anak shalih yang mendoakannya, (2) sedekah mengalir
yang pahalanya sampai kepadanya, (3) dan ilmu yang diamalkan orang setelah
(kematian)-nya.” (HR. Ibnu Maajah no. 241, Ibnu Hibbaan dalam Shahih-nya
no. 93, dan Ibnu ‘Abdil-Barr dalam Al-Jaami’ 1/70 no. 54; shahih)
Sedekah Jariyah
Imam Nawawi menjelaskan hadis Muslim
di atas, beliau berkata: “Demikian pula sedekah jariyah, yang itu merupakan
wakaf…” (Syarh Shahih Muslim, 11/85)
Al-Khatib as-Syarbini (ulama madzhab
Syafi’i, w. 977 H) berkata: “Sedekah jariyah dipahami sebagai wakaf menurut
para ulama, sebagaimana keterangan ar-Rafi’i. Karena sedekah lainnya bukan
sedekah jariyah.” (Mughni al-Muhtaj, 3/522)
Sahabat Jabir bin Abdillah radhiyallahu‘anhu
menuturkan: “Tidak ada seorangpun sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam yang
memiliki kemampuan, kecuali mereka wakaf.” (Ahkam al-Auqaf, Abu Bakr
al-Khasshaf, no. 15 dan disebutkan dalam Irwa’ al-Ghalil, 6/29)
Syaikh ‘Abdullah Al-Fauzan berkata: “Hadits ini jadi dalil akan sahnya wakaf dan pahalanya yang besar di sisi Allah. Di mana wakaf tersebut tetap manfaatnya dan langgeng pahalanya. Contoh, wakaf aktiva tanah seperti tanah, kitab, dan mushaf yang terus bisa dimanfaatkan. Selama benda-benda tadi ada, lalu dimanfaatkan, maka akan terus mengalir pahalanya pada seorang hamba.” (Minhah Al-‘Allam, 7: 11)
Imam Ash-Shan’ani menyebutkan:
“Para ulama menafsirkan sedekah jariyah dengan wakaf. Perlu diketahui bahwa
wakaf pertama dalam Islam adalah wakaf dari ‘Umar bin Al-Khattab sebagaimana
nanti akan disebutkan haditsnya yang dikeluarkan oleh Ibnu Abi Syaibah. Kaum
Muhajirun berkata, “Wakaf pertama dalam Islam adalah wakaf dari Umar.” (Subul
As-Salam, 5: 226)
Wakaf disyariatkan setelah Nabi
shallallaahu ‘alaihi wasallam berada di Madinah, yaitu pada tahun kedua
Hijriah. Dalam masalah ini, Ibnu Umar radhiyallahu’anhu berkata: ”Sesungguhnya
Umar radhiyallaahu’anhu telah mendapatkan sebidang tanah di Khaibar. Umar
bertanya kepada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam, ”Apakah perintahmu
kepadaku yang berhubungan dengan tanah yang aku dapat ini?” Jawab Beliau, ”Jika engkau suka, tahanlah tanah itu dan
engkau sedekahkan manfaatnya.” Maka dengan petunjuk Beliau shallallaahu ‘alaihi
wasallam itu lalu Umar radhiyallahu’anhu sedekahkan manfaatnya dengan
perjanjian tidak boleh dijual tanahnya, tidak boleh diwariskan, dan tidak boleh
dihibahkan.” (HR. Al Bukhari dalam Kitab Asy-Syuruut Bab Asy-Syuruut fil Waqf
no. 2737 dan Muslim Kitab Al Washiyyah Bab Al Waqf no. 1633)
Contoh sedekah jariyah antara
lain wakaf tanah & pembangunan masjid, wakaf tanah & pembangunan
pesantren, wakaf sumur, wakaf kebun, wakaf Al Qur’an, wakaf kitab (buku), wakaf
karpet/sajadah masjid, wakaf rumah untuk ibnu sabil/anak yatim/para janda/fakir
miskin/para penuntut ilmu, dll.
Menyebarkan Ilmu yang Bermanfaat
Dari Abu Hurairah radhiyallahu‘anhu
bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Barangsiapa yang menyeru kepada petunjuk (kebajikan), maka dia
mendapatkan pahala sebagaimana pahala-pahala orang yang mengikutinya, hal itu
tidak mengurangi pahala-pahala mereka sedikitpun. Dan barangsiapa menyeru
kepada kesesatan, maka dia mendapatkan dosa seperti dosa-dosa orang yang
mengikutinya, hal itu tidak mengurangi dosa-dosa mereka sedikitpun.” (HR.
Muslim)
Al-Hafidz Ibnul Jauzy berkata: “Barangsiapa
senang amalannya tidak terputus (pahalanya) setelah dia mati, maka hendaknya
dia menyebarkan ilmu (agama).” (At-Tadzkiroh Fil Wa'dz, hal. 55)
Syaikh Ibnu Utsaimin berkata: “Secara
teks hadis, ilmu disini sifatnya umum, semua ilmu yang bermanfaat, bisa
mendatangkan pahala. Hanya saja, yang paling bermanfaat adalah ilmu syariah.
Andai ada orang yang wafat, dan dulu dia pernah mengajarkan tentang keterampilan
yang mubah, dan itu bermanfaat bagi orang yang diajari, maka dia mendapatkan
pahala dan juga diberi pahala untuk memberikan ilmu semacam ini.” (Liqaat Bab
al-Maftuh, 117/16)
Baik itu menyebarkan ilmu agama
maupun ilmu dunia yang bermanfaat akan mendapatkan pahala. Akan tetapi, menyebarkan
ilmu agama tentu lebih utama daripada ilmu dunia karena akan dapat
menyelamatkan seseorang di akhirat nanti.
Anak Sholeh yang Mendoakan Orang Tua
Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda: “Sesungguhnya Allah
akan mengangkat derajat seorang hamba yang shalih di surga, kemudian hamba itu
berkata, “Ya Rabbi, darimana asalnya aku mendapatkan derajat seperti ini?”
Allah menjawab, “Disebabkan oleh permohonan ampun anakmu untukmu.” (HR.
Ibnu Majah no. 3660, Ahmad 2/509, dll. Dishahihkan oleh Ibnu Katsir dan Al
Bushiri dan dihasankan oleh Syaikh Albani dalam Silsilatul Ahadits As Shahihah
no. 1598)
Syaikh Albani berkata: “(Semua
pahala) amal kebaikan yang dilakukan oleh anak yang shalih, juga akan
diperuntukkan kepada kedua orang tuanya, tanpa mengurangi sedikitpun dari
pahala anak tersebut, karena anak adalah bagian dari usaha dan upaya kedua
orang tuanya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, “Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah
diusahakannya.” (QS. an-Najm: 39). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
bersabda, “Sungguh, sebaik-baik (rezeki)
yang dimakan oleh seorang manusia adalah dari usahanya sendiri, dan sungguh
anaknya termasuk (bagian) dari usahanya.” (HR. Abu Dawud (no. 3528),
an-Nasa’i (no. 4451), at-Tirmidzi (2/287) dan Ibnu Majah (no. 2137), dihasankan
oleh Imam at-Tirmidzi dan dinyatakan shahih oleh Syaikh al-Albani). (Kitab “Ahakaamul
Janaaiz” hal. 216-217)
Sahabat Abdullah bin Abbas radhiyallahu’anhu
menceritakan bahwa ibunda Sa’ad bin Ubadah radiyallahu’anhu wafat di saat Sa’ad
sedang tidak ada di dekatnya. Sa’ad kemudian datang kepada Nabi shollallahu
’alaihi wasallam seraya berkata: ”Rasulullah, ibu saya telah wafat ketika saya
sedang tidak ada di dekatnya. Apakah bermanfaat untuknya jika bersedekah atas
namanya?” Beliau membenarkan. Sa’ad berkata: ”Saksikanlah bahwa kebun saya yang
berbuah lebat ini menjadi sedekah atas namanya.” (HR. Bukhari dalam Shahih-nya
Kitab Al-Washaya 5/453)
Menanam Pohon
Dari Jabir radhiyallahu‘anhu, dia
berkata : “Nabi memasuki kebun Ummu Ma’bad, kemudian beliau bersabda: “Wahai Ummu Ma’bad, siapakah yang menanam
kurma ini, seorang muslim atau seorang kafir?” Ummu Ma’bad berkata: “Bahkan
seorang muslim”. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Tidaklah seorang muslim menanam tanaman lalu
dimakan oleh manusia, hewan atau burung kecuali hal itu merupakan shadaqah
untuknya sampai hari kiamat.” (HR. Muslim)
Pada riwayat yang lain: “Tidaklah seorang muslim menanam tanaman,
kecuali apa yang dimakan dari tanaman tersebut merupakan shadaqahnya (orang
yang menanam). Dan apa yang dicuri dari tanaman tersebut merupakan shadaqahnya.
Dan apa yang dimakan oleh binatang buas dari tanaman tersebut merupakan
shadaqahnya. Dan apa yang dimakan oleh seekor burung dari tanaman tersebut
merupakan shadaqahnya. Dan tidaklah dikurangi atau diambil oleh seseorang dari
tanaman tersebut kecuali merupakan shadaqahnya.” (HR. Muslim)
Imam Nawawi berkata mengomentari
hadits di atas: “Di dalam hadits ini menunjukkan keutamaan menanam dan mengolah
tanah, dan bahwa pahala orang yang menanam tanaman itu mengalir terus selagi
yang ditanam atau yang berasal darinya itu masih ada sampai hari kiamat.”
Wafat Saat Berjaga di Daerah
Perbatasan dalam Jihad Fi Sabilillah
Dari Salman al-Farisi radhiyallahu‘anhu,
bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Berjaga di daerah perbatasan sehari semalam, lebih baik daripada puasa
dan tahajud selama satu bulan. Apabila ia wafat dalam perang tersebut, pahala
dari amalnya ini tetap mengalir, demikian juga rezekinya, dan dia aman dari
fitnah.” (HR. Muslim 5047)
Dari Abu Umamah al-Bahili radhiyallahu’anhu
bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: ”Ada empat hal yang pahalanya tetap mengalir bagi pelakunya setelah
meninggalnya (yaitu) (1) orang yang meninggal saat menjaga perbatasan dalam
jihad fi sabilillah, (2) orang yang mengajarkan ilmu dia akan tetap diberi
pahala selama ilmunya itu diamalkan; (3) orang yang bersedekah maka pahalanya
akan tetap mengalir selama sedekah itu masih ada; (4) dan orang yang
meninggalkan anak shalih yang mendo’akannya.” (HR. Ahmad (5/260-261);
Ath-Thabrani, no. 7831. Hadits ini dinilai hasan oleh Syaikh Albani dalam
Shahih al-Jami, no. 877)
Orang yang Menggalikan Kubur
Untuk Orang Muslim
Dari Abu Rafi’ radhiyallahu‘anhu,
dia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Barangsiapa yang memandikan mayit dan ia
menyembunyikan cacat mayit tersebut, niscaya dosanya diampuni sebanyak 40 dosa.
Dan barangsiapa yang mengkafani mayit, niscaya Allah akan memakaikan kepadanya
kain sutra yang halus dan tebal dari surga. Dan barangsiapa yang menggali
kuburan untuk mayit, dan dia memasukkannya ke dalam kuburan tersebut, maka dia
akan diberi pahala seperti pahala membuatkan rumah, yang mayit itu dia
tempatkan (di dalamnya) sampai hari kiamat.” (HR. Al-Baihaqi dan Al-Hakim.
Al-Hakim berkata: “Hadits ini shahih sesuai syarat Muslim”, dan Imam Adz-Dzahabi
menyetujuinya)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar