A.
SIFAT
ISTIWAA’ DAN ‘ULLUW ALLAH DI ATAS MAKHLUK-NYA
(ALLAH DI ATAS ARSY DI ATAS LANGIT KE-7)
Imam Ibnu Khuzaimah
berkata:
من لم يُقرّ بأن
الله تعالى على عرشه قد استوى فوق سبع سمواته فهو كافر بربه، يُستتاب فإن تاب وإلا
ضُربت عنقه
“Barangsiapa yang tidak
mengatakan bahwasannya Allah ta’ala
di atas ‘Arsy, di atas tujuh lagit, maka ia telah kafir terhadap
Rabbnya. Ia diminta untuk bertaubat. Jika mau bertaubat, maka diterima, jika
tidak, dipenggal lehernya” (Ma’rifatu
‘Uluumil-Hadiits oleh Imam Al Hakim hal. 285, shahih).
Imam Ibnu Khuzaimah berkata : "Aisyah
radhiallahu 'anhaa berkata : "Maha
suci Allah yang pendengaran-Nya meliputi semua suara". Maka Allah
mendengar perkataan sang wanita yang mengajukan gugatan, padahal Dia
berada di atas langit yang tujuh beristiwa di atas 'arsy-Nya. Sementara
terluputkan sebagian perkataannya pada orang yang hadir dihadapannya atau yang
dekat denganya" (Kitaab At-Tauhiid wa Itsbaat Sifaat Ar-Robb 'Azza wa
Jalla oleh Ibnu Khuzaimah, 1/107, tahqiq : DR. Abdul Aziz Syahwaan)
Beliau mengomentari hadits Nabi
shallallahu 'alaihi wa sallam : "Dan
jika kalian meminta kepada Allah maka mintalah surga Firdaus, karena ia adalah
bagian tengah surga dan yang paling tertinggi. Dan diatasnya ada 'Arsy nya
Ar-Rahman, dan darinya mengalir sungai-sungai surga" (Shahih
Al-Bukhari), beliau berkata : "Maka kabar riwayat hadits ini jelas
menunjukkan bahwasanya 'Arsy Robb kita berada di atas surganya, dan Allah telah
mengabarkan kepada kita bahwasanya Ia beristiwaa' di atas 'Arsy-Nya. Maka
pencipta kita tinggi di atas 'arsy-Nya yang berada di atas surga-Nya" (Kitaab
At-Tauhiid wa Itsbaat Sifaat Ar-Robb 'Azza wa Jalla oleh Ibnu Khuzaimah 1/241)
Beliau juga berkata : "Maka
hadits-hadits ini seluruhnya menunjukkan bahwa Pencipta berada di atas langit
yang tujuh. Hal ini tidak sebagaimana yang dipersangkakan oleh Al-Mu'atthilah
(para penafi/penolak sifat-sifat Allah-pen) bahwasanya sesembahan mereka
bersama mereka di rumah-rumah mereka" (Kitaab At-Tauhiid wa Itsbaat Sifaat
Ar-Robb 'Azza wa Jalla oleh Ibnu Khuzaimah 1/273)
Ibnu
Khuzaimah berkata dalam kitabnya At-Tauhid : "Kami beriman dengan khabar
dari Allah Jalla wa A'laa (yang Maha Besar dan Maha Tinggi) sesungguhnya
pencipta kami (Allah) Ia istiwaa di atas 'Arsy-Nya. Kami tidak akan
mengganti/mengubah Kalam (firman) Allah dan kami tidak akan mengucapkan
perkataan yang tidak pernah dikatakan (Allah) kepada kami sebagaimana (kaum)
Jahmiyyah yang menghilangkan sifat-sifat Allah, dengan mengatakan
"Sesungguhnya Ia (Allah) istawla (menguasai) 'Arsy-Nya tidak istiwaa!".
Maka mereka telah mengganti perkataan yang tidak pernah dikatakan (Allah)
kepada mereka seperti perbuatan Yahudi tatkala mereka diperintah mengucapkan :
"Hith-thatun (ampunkanlah dosa-dosa kami)" Tetapi mereka mengucapkan
: "Hinthah (gandum).?". Mereka (kaum Yahudi) telah menyalahi perintah
Allah yang Maha Besar dan Maha Tinggi, begitu pula dengan (kaum)
Jahmiyyah". (At-Tauhiid wa Itsbaati Shifaatir-Rabb ‘Azza
wa Jalla oleh Ibnu Khuzaimah, hal. 101).
Allah berfirman: "Apakah kamu merasa aman terhadap Dzat
yang di atas langit, bahwa Ia akan menenggelamkan ke dalam bumi, maka tiba-tiba
ia (bumi) bergoncang ? Ataukah kamu (memang) merasa aman terhadap Dzat yang di
atas langit bahwa Ia akan mengirim kepada kamu angin yang mengandung batu
kerikil ? Maka kamu akan mengetahui bagaimana ancaman-Ku". (QS. Al-Mulk
: 16-17).
Ibnu Khuzaimah -setelah
membawakan dua ayat di atas di kitabnya At-Tauhid berkata: "Bukankah Dia
telah memberitahukan kepada kita -wahai orang yang berakal- yaitu : apa yang
ada diantara keduanya sesungguhnya Dia di atas langit". (At-Tauhiid wa Itsbaati Shifaatir-Rabb ‘Azza wa Jalla oleh Ibnu
Khuzaimah, hal. 115).
Berkata Ibnu
Khuzaimah di kitabnya "At-Tauhid" (hal : 111): "Tidaklah kalian
mendengar firman pencipta kita 'Azza wa Jalla yang mensifatkan diri-Nya : "Dan Dialah (Allah) yang Maha Kuasa di
atas hamba-hamba-Nya". (Al-An'am : 18 & 61).
Ibnu
Khuzaimah berkata di kitabnya : "Tidakkah kalian mendengar wahai penuntut
ilmu. Firman-Nya Subhanahu wa Ta'ala kepada Isa bin Maryam : "Wahai Isa ! Sesungguhnya Aku akan
mengambilmu dan mengangkatmu kepada-Ku" (Ali Imran : 55) Ibnu
Khuzaimah menerangkan : Bukankah "mengangkat" sesuatu itu dari bawah
ke atas (ke tempat yang tinggi) tidak dari atas ke bawah!. Dan firman Allah
'Azza wa Jalla. Artinya : "Tetapi
Allah telah mengangkat dia (yakni Nabi Isa) kepada-Nya" (An-Nisa' :
158). Karena "Ar-raf'ah" =
mengangkat dalam bahasa Arab yang dengan bahasa mereka kita diajak berbicara
(yakni Al-Qur'an) dalam bahasa Arab yang hanya dapat diartikan dari bawah ke
tempat yang tinggi dan di atas" (At-Tauhiid wa Itsbaati Shifaatir-Rabb ‘Azza wa
Jalla oleh
Ibnu Khuzaimah, hal. 111).
Ibnu Khuzaimah berkata
tentang firman Allah Ta’ala QS.
Al-Ghaafir ayat 36-37 :
وفي قوله {وإني
لأظنه كاذبا} دلالة على أن موسى قد كان أعلمه أن ربه جلا وعلا أعلى وفوق
“Dan dalam firman-Nya : ‘dan
sesungguhnya aku memandangnya seorang pendusta’ (QS. Ghaafir : 37) merupakan
petunjuk bahwasannya Musa memberitahukan kepadanya (Fir’aun) bahwa Rabbnya
adalah Tinggi dan di atas (segala sesuatu)” (At-Tauhiid wa Itsbaati Shifaatir-Rabb ‘Azza wa Jalla oleh Ibnu
Khuzaimah, 1/264).
B.
SIFAT
NUZUUL DAN KAIFIYYAH (ALLAH TURUN KE LANGIT
TERENDAH TIAP 1/3 MALAM AKHIR)
Ibnu Khuzaimah berkata
dalam kitabnya At Tauhid: “Bab penyebutan hadits-hadits yang shahih sanad dan
matan-nya.”
رواها علماء الحجاز والعراق عن النبي في نزول الرب جل وعلا إلى السماء
الدنيا كل ليلة، نشهد شهادة مقر بلسانه، مصدق بقلبه، مستيقن بما في هذه الأخبار من
ذكر نزول الرب من غير أن نصف الكيفية، لأن نبينا المصطفى لم يصف لنا كيفية نزول
خالقنا إلى سماء الدنيا، وأعلمنا أنه ينزل، والله جل وعلا لم يترك، ولا نبيه عليه
السلام بيان ما بالمسلمين الحاجة إليه من أمر دينهم، فنحن قائلون مصدقون بما في
هذه الأخبار من ذكر النزول غير متكلفين القول بصفته أو بصفة الكيفية إذ النبي لم
يصف لنا كيفية النزول
“Para ulama Hijaaz dan
‘Iraaq telah meriwayatkan dari Nabi shallallaahu
‘alaihi wa sallam hadits tentang turunnya Rabb jalla wa ‘alaa ke langit dunia pada setiap malam. Kami bersaksi
dengan satu persaksian yang terucap oleh lisan dan dibenarkan oleh hati,
meyakini seluruh khabar yang menyebutkan turunnya Rabb tanpa mensifatkan adanya
kaifiyyah. Hal itu dikarenakan
Nabi kita Al-Mushthafaa tidak
menjelaskan kepada kami kaifiyah turunnya
Allah ke langit dunia. Namun kami mengetahui bahwasannya Allah itu turun. Dan
Allah jalla wa ‘alaa dan
Nabi-Nya shallallaahu ‘alaihi wa
sallam tidak meninggalkan penjelasan yang dibutuhkan kaum muslimin dari
perkara agama mereka. Kami adalah orang-orang yang mengatakan dan membenarkan
khabar-khabar ini tentang penyebutan an-nuzuul
tanpa memperberat diri dalam perkataan tentang sifat-Nya atau sifat kaifiyyah saat Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam tidak
menjelaskan kepada kami kaifiyah turunnya
(Allah)” (At-Tauhiid wa Itsbaati
Shifaatir-Rabb ‘Azza wa Jalla oleh Ibnu Khuzaimah 2/289-290).
C.
PERMASALAHAN
TASYBIIH (MENYERUPAKAN ALLAH DENGAN
MAKHLUK)
نحن نقول: إن الله سميع بصير كما أعلمنا خالقنا وبارؤنا، ونقول: من له سمع
وبصر من بني آدم فهو سميع بصير، ولا نقول أن هذا تشبيه المخلوق بالخالق
“Kami berkata :
Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat sebagaimana Khaaliq kami
telah memberitahukan kepada kami. Kami berkata kepada orang yang mempunyai
pendengaran dan penglihatan : ‘Bahwasannya Ia Maha Mendengar lagi Maha
Melihat’. Kami tidak mengatakan hal ini sebagai bentuk penyerupaan
makhluk kepada Khaaliq” (At-Tauhiid
wa Itsbaati Shifaatir-Rabb ‘Azza wa Jalla oleh Ibnu Khuzaimah, 1/61).
D.
SIFAT
RU’YAH (MELIHAT ALLAH DI AKHIRAT)
Ibnu Khuzaimah berkata
dalam kitab beliau, At-Tauhiid wa
Itsbaati Shifaatir-Rabb ‘Azza wa Jalla:
باب ذكر البيان
إن رؤية الله التي يختص بها أولياءه يوم القيامة هي التي ذكر في قوله { وُجُوهٌ يَوْمَئِذٍ نَاضِرَةٌ * إِلَى رَبِّهَا
نَاظِرَةٌ}
ويفضل بهذه
الفضيلة أولياءه من المؤمنين، ويُحجب جميع أعدائه عن النظر إليه من مشرك ومتهود
ومتنصر ومتمجس ومنافق كما أعلم في قوله {كلا إنهم عن ربهم يومئذ لمحجوبون}،
“Bab : Penyebutan
penjelasan bahwasannya ru’yatullah
(melihat Allah)
yang dikhususnya denganya para wali-Nya pada hari kiamat yang disebutkan dalam
firman-Nya : ‘Wajah-wajah
(orang-orang mukmin) pada hari itu berseri-seri. Kepada Tuhannyalah mereka
melihat” (QS. Al-Qiyaamah : 22-23). Dan Allah melebihkan para wali-Nya dari
kalangan orang-orang yang beriman dengan kelebihan ini. Dan Allah akan
menghijab seluruh musuh-musuh-Nya dari kalangan orang-orang musyrik, Yahudi,
Nashrani, Majusi, dan munafiq untuk melihat-Nya; sebagaimana diketahui dalam
firman-Nya : ‘Sekali-kali tidak,
sesungguhnya mereka pada hari itu benar-benar terhalang dari (melihat) Tuhan
mereka’ (QS. Al-Muthaffifiin : 15)”.
E. PERKATAAN PARA ULAMA TENTANG IBNU KHUZAIMAH
Ibnu Hibban berkata :
كان
-رحمه الله- أحد أئمة الدنيا علما وفقها وحفظا وجمعا واستنباطا، حتى تكلم في السنن
بإسناد لا نعلم سبق إليها غيره من أئمتنا، مع الإتقان الوافر والدين الشديد إلى أن
توفى رحمه الله
“Ia – rahimahullah – salah seorang imam
dunia dalam ilmu, kefaqihan, hapalan, pengumpulan (ilmu-ilmu), dan istinbaath. Hingga, ia mampu
berkata/meriwayatkan hadits-hadits dengan sanad yang kami tidak mengetahui ada
orang yang mendahuluinya dari kalangan imam-imam kami; bersamaan dengan
pengetahuannya yang sempurna dan kebenaran agamanya hingga ia meninggal dunia, rahimahullaah” (Ats-Tsiqaat oleh Ibnu Hibbaan, 9/156).
ما
رأيتُ على وجه الأرض من يحفظ صناعة السنن، ويحفظ ألفاظها الصحاح، وزياداتها، حتى
كأنَّ السنن كلها بين عينيه إلا محمد بن إسحاق بن خزيمة فقط
“Aku tidak pernah melihat
di muka bumi orang yang menghapal hadits-hadits, menghapal lafadh-lafadh
shahihnya, dan penambahannya hingga seakan-akan seluruh hadits berada di depan
matanya, selain dari Muhammad bin Ishaaq bin Khuzaimah saja” (Siyaru A’laamin-Nubalaa’ oleh Adz-Dzahabi,
14/372).
Ad-Daaruquthni berkata :
كان
ابن خزيمة إمامًا ثبتًا معدوم النظير
“Ibnu Khuzaimah adalah
seorang imam yang tsabat, tidak
ada bandingannya” [Suaalaat As-Sulamiy
lid-Daaruquthniy, hal 101].
Abu ‘Abdillah Al-Hakim
berkata :
فضائل
هذا الإمام مجموعة عندي في أوراق كثيرة، وهي أكثر وأشهر من أن يحتملها هذا الموضع
“Keutamaan imam ini
terkumpul padaku dalam banyak kertas. Hal itu lebih banyak dan lebih
terkenal/masyhur dari yang disebutkan di tempat ini” (Ma’rifatu ‘Uluumil-Hadiits oleh Al-Haakim, hal. 284).
Ibnu Abi Haatim pernah
ditanya tentang Ibnu Khuzaimah, lalu ia berkata :
ويْحَكُم!
هو يُسال عنّا ولا نُسال عنه ! هو إمام يُقتدى به
“Celaka kamu, ia lah yang
seharusnya ditanya tentang kami, dan bukan kami yang ditanya tentangnya. Ia
adalah seorang imam yang diteladani” (Siyaru
A’laamin-Nubalaa’ oleh Adz-Dzahabi, 14/377).
Abu Sa’d As-Sam’aani
berkata :
اتفق
أهل عصره على تقدمه في العلم...وكان أدرك أصحاب الشافعي وتفقه عليهم
“Orang-orang di jamannya
telah sepakat mendahulukannya dalam hal ilmu….. dan ia pernah menjumpai
shahabat-shahabat Syaafi’iy dan belajar kepada mereka” (Al-Ansaab, 2/362).
Abul-‘Abbaas bin Suraij
berkata :
يُخْرِج
النُّكت من حديث رسول الله صلى الله عليه وآله بالمِنقَاش
“Ia mengeluarkan
intisari/faedah dari hadits Rasulullah shallallaahu
‘alaihi wa aalihi wa sallam dengan pahat” (Ma’rifatu ‘Uluumil-Hadiits oleh
Al-Haakim, hal. 283).
Muhammad bin Sahl
Ath-Thuusiy berkata :
سمعت
الربيع بن سليمان وقال لنا: هل تعرفون ابن خزيمة؟ قلنا: نعم. قال: استفدنا منه
أكثر مما استفاد منا
“Aku pernah mendengar
Ar-Rabii’ bin Sulaimaan, dan ia berkata kepada kami : ‘Apakah kalian mengetahui
Ibnu Khuzaimah ?’. Kami berkata : ‘Ya’. Ia berkata : ‘Kami lebih banyak
mengambil faedah darinya, daripada ia mengambil faedah dari kami” (Siyaru A’laamin-Nubalaa’ oleh Adz-Dzahabi,
14/371).
Al-Haafidh Abu ‘Aliy
An-Naisaabuuriy berkata :
كان
ابن خزيمة يحفظ الفقهيات من حديثه كما يحفظ القارئ السورة
“Ibnu Khuzaimah menghapal
permasalahan-permasalahan fiqh dari haditsnya sebagaimana ia seorang qaari’ menghapal satu surat
(dalam Al-Qur’an)” (Siyaru A’laamin-Nubalaa’
oleh Adz-Dzahabi, 14/372).
لم
أر أحدًا مثل ابن خزيمة
“Aku tidak pernah melihat
seorang pun yang semisal dengan Ibnu Khuzaimah”.
Adz-Dzahabi memberikan
komentar atas perkataan di atas :
يقول
مثل هذا وقد رأى النسائي
“Ia telah berkata semisal
dengan ini padahal ia pernah melihat An-Nasaa’iy” (Siyaru A’laamin-Nubalaa’ oleh Adz-Dzahabi, 14/372-373).
Adz-Dzahabi berkata :
عنى
في حداثته بالحديث والفقه، حتى صار يُضرب به المَثل في سعة العلم والاتقان
“Ia menyibukkan diri di
masa mudanya dengan hadits dan fiqh, hingga menjadi patokan dalam keluasan ilmu
dan itqaan” (Siyaru A’laamin-Nubalaa’ oleh Adz-Dzahabi,
14/365).
لابن
خزيمة عظمة في النفوس، وجلالة في القلوب لعلمه ودينه، واتباعه السنة
“Ibnu Khuzaimah mempunyai
kebesaran jiwa dan keagungan hati karena ilmu dan (kebaikan) agamanya, serta
sikap ittiba’-nya
terhadap sunnah” (Siyaru
A’laamin-Nubalaa’ oleh Adz-Dzahabi, 14/374).
Ibnu Katsir berkata :
كان
بحرًا من بحور العلم، طاف البلاد ورحل إلى الآفاق في الحديث وطلب العلم، فكتب
الكثير وصنف وجمع، وكتابه الصحيح من أنفع الكتب وأجلها، وهو من المجتهدين في دين
الاسلام، حكى الشيخ أبو إسحاق الشيرازي في طبقات الشافعية عنه أنه قال: ما قلدتُ
أحدًا منذ بلغت ست عشرة سنة
“Ia adalah laut dari lautan
ilmu, mengembara ke berbagai negeri untuk mencari hadits dan ilmu. Lalu ia
banyak mencatatnya, menulisnya, dan mengumpulkannya. Dan kitabnya Ash-Shahiih adalah kitab yang
paling besar dan bermanfaat. Ia termasuk mujtahid dalam agama Islam. Asy-Syaikh
Abu Ishaaq Asy-Syiiraaziy menghikayatkan dalam Thabaqaat As-Syaafi’iyyah darinya (Ibnu Khuzaimah), bahwasannya
ia pernah berkata : ‘Aku tidak pernah bertaqlid kepada siapapun sejak aku
berusia 16 tahun” (Al-Bidaayah
wan-Nihaayah oleh Ibnu Katsir, 11/170).
Ibnu ‘Abdil-Haadi berkata :
الحافظ
الثبت، إمام الأئمة، وشيخُ الإسلام، أبو بكر، محمد بن إسحاق بن خزيمة
“Seorang haafidh yang tsabat, imamnya para imam,
syaikhul-Islaam, Abu Bakr Muhammad bin Ishaaq bin Khuzaimah” (Thabaqaat ‘Ulamaa Al-Hadiits, 2/441).
Al-Imam An-Nawawi rahimahullah
dalam kitabnya Al-Majmuu' berulang-ulang menyebut gelar beliau dengan Imaamul
A'immah (Imamnya para imam).
Diantaranya An-Nawawi berkata:
'Dan telah kami riwayatkan dari Al-Imam Abu Bakr Muhammad bin Ishaq ibn
Khuzaimah, yang ma'ruuf (dikenal) dengan imaamul a'immah/imamnya para imam. Dan
beliau telah mencapai puncak yang tinggi dalam menghafal hadits dan mengenal
sunnah" (Al-Majmuu' 1/28).
Demikian pula As-Subki
menyebutnya sebagai Al-Mujtahid Al-Mutaq (Tobaqoot Asy-Syaafi'iyah Al-Kubro
3/109). Dan masih banyak sanjungan para ulama terhadap Al-Imam Ibnu Khuzaimah
rahimahullah. (Silahkan lihat biografi beliau di Siyar A'laam An-Nubalaa karya
Adz-Dzahabi 14/365-383 dan Thobaqoot Asy-Syaafi'iyyah Al-Kubro karya As-Subki
3/109-119)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar