Pahala Milyaran dalam Sekejap Hitungan Detik Mendoakan Ampunan Untuk Semua Orang Beriman

Jumat, 01 Februari 2013

Awas, Hadits Lemah! Tolak Paham Inkar Sunnah

AWAS, HADITS LEMAH!
TOLAK PAHAM INKAR SUNNAH

Dari Abdullah bin Umar bahwa Rasulullah bersabda: Akan tersebar banyak hadits dariku, maka apabila datang kepada kalian sebuah hadits dariku, bacalah Kitab Allah dan pelajarilah, kalau hadits itu sesuai dengan Al-Qur’an maka berarti itu saya katakan, adapun yang tidak sesuai dengan Al-Qur’an, berarti tidak saya katakan.” (HR. Thabrani dalam Al-Kabir 3/194)

Hadits ini memiliki beberapa cacat dari perowinya:
Pertama: Wadhin, dia orang yang jelek hafalannya.
Kedua: Qotadah bin Fudhoil, Ibnu Hajar berkata dalam Taqrib: “Dia maqbul kalau untuk mutabaah.”
Ketiga: Abu Hadhir, dikatakan oleh Ibnu Hajar dan Adz-Dzahabi: “Majhul (tidak dikenal).”
Keempat: Zubair bin Muhammad ar-Rohawi, biografinya tidak ditemukan.

Al-Baihaqi berkata : "Hadits yang menyatakan bahwa suatu hadits harus dicocokkan terhadap Al-Qur'an adalah bathil dan tidak benar bahkan batal dengan sendirinya karena di dalam Al-Qur'an tidak ada dalil yang menunjukkan suatu hadits harus dihadapkan pada Al-Qur'an". (Miftahul Jannah fii Al-Ihtijaj bi As-Sunnah, edisi Indonesia Kunci Surga Menjadikan Sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam Sebagai Hujjah, oleh Al-Hafizh Al-Imam As-Suyuthi, hal. 11-17 terbitan Darul Haq, Penerjemah Amir Hamzah Fachruddin)

Syaikh Albani menjelaskan: “Namun di kalangan ulama hadits, hadits ini sebenarnya adalah hadits yang palsu. Bahkan salah seorang dari ulama hadits ada yang berkata, "Sungguh kami telah benar-benar mengamalkan hadits (palsu) tersebut, maka tatkala kami membaca firman Allah Ta 'ala, "Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah" (Qs. Al Hasyr (59): 7). Setelah membaca ayat ini kami membuang hadits itu, karena ternyata bertentangan dengan firman Allah Ta 'ala dalam ayat tersebut, dan kami tetapkan bahwa Rasulullah terbebas dari perkataan itu. (Irsyadulfuhul, hal: 29)”. (Al Hadits Hujjatun bi Nafsihifil 'Aqaidu wal Ahkami, Darus-Salafiyah Kuwait, Cet. I, 1406 H/1987 M, oleh Syaikh Albani)

Ibnu Abdil Barr (ulama madzhab Maliki) berkata: “Allah Ta’ala telah memerintahkan kita untuk menataati Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wasallam dan diperintahakan untuk mengikuti petunjuk beliau secara mutlak dan dalam perintah tersebut tidak dikaitkan dengan syarat apa pun. Oleh karena itu mengikuti beliau sama halnya dengan mengikuti Al-Qur’an. Sehingga tidak boleh dikatakan, kita mau mengikuti Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam asalkan bersesuaian dengan Al-Qur’an. Sungguh perkataan semacam ini adalah perkataan orang yang menyimpang.” (Jaami’ Bayanil ‘Ilmi wa Fadhlih 2/190-191, dinukil dari Ma’alim Ushul Fiqh, hal. 126)

Bahkan Imam Syafi'i menilai bahwa ucapan seseorang, “Hadits apabila menyelisihi tekstual al-Qur’an, tertolak,” merupakan suatu kejahilan. (Ikhtilaf Hadits hlm. 59)

Imam  Asy-Syafi’i  berkata: ”Semua  yang  datang dari sunnah merupakan penjelasan dari Al-Qur’an. Maka setiap  orang  yang  menerima  Al-Qur’an,  maka  wajib menerima  sunnah  Rasulullah, karena Allah Subhanahu wa Ta’ala mewajibkan hamba-Nya untuk mentaati Rasul-Nya dan mematuhi  hukum-hukumnya. Orang  yang menerima apa  yang  datang  dari  Rasulullah  Shallallahu  ‘alaihi  wasallam  berarti  ia  telah menerima  apa  yang  datang  dari Allah  Subhanahu  wa  Ta’ala,  karena  Dia  telah mewajibkan kita untuk mentaatinya.” (Ar-Risalah, hal. 32-33)

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata: "Dosa dan kesalahan ahlu bid'ah adalah karena meninggalkan apa yang telah diperintahkan kepada mereka, yaitu mengikuti Sunnah Nabi dan menetapi jama'ah kaum muslimin. Akar bid'ah Khawarij adalah keyakinan mereka bahwa mentaati Rasul hukumnya tidak wajib bila bertentangan dengan teks Al-Qur'an menurut persepsi mereka. Sikap tersebut merupakan salah satu bentuk meninggalkan kewajiban. Kaum Khawarij beranggapan bahwa Rasul bisa berbuat zhalim dan tersesat dalam sunnahnya, oleh karena itu menurut mereka mentaati dan mengikuti Rasul bukanlah suatu keharusan. Mereka hanya mempercayai apa yang disampaikan Rasul di dalam Al-Qur'an, adapun As-Sunnah yang menurut mereka bertentangan dengan tekstual al-qur'an, tidaklah mereka terima." (Majmu' Fatawa 19/73)

Ibnul Qayyim berkata: “Imam Ahmad telah menulis sebuah kitab tentang wajibnya ketaatan kepada Rasulullah, dia membantah pandangan orang yang berargumen dengan zhahir Al-Qur’an untuk menolak sunnah Nabi dan tidak mengakui kekuatan hukum hadits. Dia berkata di sela-sela khutbahnya, “Sesungguhnya Allah yang Maha Mulia dan Maha Suci nama-nama-Nya, telah mengutus Muhammad dengan petunjuk dan agama kebenaran untuk memenangkannya atas segala agama walaupun orang-orang musyrik tidak menyenanginya. Allah turunkan kepadanya sebuah kitab sebagai petunjuk bagi pengikutnya, Dia menugaskan Rasul-Nya untuk menjelaskan maksud Al-Qur’an baik yang zhahir maupun yang bathin, yang umum atau yang khusus, yang dibatalkan atau yang membatalkan, dan setiap yang dimaksud oleh Al-Qur’an. Maka Rasulullah adalah orang yang mengungkapkan isi Al-Qur’an, menunjukkan makna kandungannya, semua sahabat yang Allah pilih dan ridhai untuk menjadi pendamping Nabi-Nya telah bersaksi atas tugas tersebut, mereka menukil semua itu kepada umat Islam, sehingga merekalah orang yang paling tahu tentang Rasul dan apa yang Allah kehendaki dari kitab-Nya dengan sebab mereka melihat langsung (turunnya Al Qur’an) dan apa yang dimaksudkan di dalamnya. Sehingga mereka menjadi orang yang mengungkap hal itu setelah Rasululloh. Sahabat Jabir berkata, “Tatkala Rasulullah berada di tengah-tengah kami, Al-Qur’an diturunkan kepadanya. Beliau mengerti maksud dari ayat-ayat itu, dan setiap yang dia lakukan kami pun melakukannya.” Kemudian beliau memaparkan ayat-ayat yang menunjukkan perintah taat kepada Rasulullah.” (I’laam Al Muwaqi’in ‘An Rabbi Al Alamin oleh Ibnul Qayyim Al-Jauziyah 2/290-291)

Ibnul Qoyyim berkata, “Yang wajib diyakini setiap muslim, tidak ada satu pun hadits shohih yang menyelisihi Kitabullah. Bagaimana tidak, Rasululloh shallallahu ‘alaihi wasallam adalah penjelas Kitabullah, Al-Qur’an diturunkan kepada beliau, dan beliau diperintah untuk mengikutinya. Jadi, beliaulah makhluk yang paling mengerti maksud Al-Qur’an! Seandainya setiap orang boleh menolak sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berdasarkan pemahamannya terhadap tekstual Al-Qur’an, maka betapa banyak sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang akan ditolak dan akan gugurlah semuanya.” (Ath-Thuruq al-Hukmiyyah hlm. 101)

Dari Al Miqdan bin Ma'di Karib radiyallahu 'anhu, ia berkata, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, "Sesungguhnya saya telah diberikan Al Qur’an dan yang sepertinya. Ketahuilah, sungguh telah dekat suatu masa di mana seorang laki-laki yang tengah kekenyangan duduk di atas kursinya dan berkata, 'Taatilah segala apa yang terdapat di dalam Al Qur’an. Apa yang kamu dapati halal di dalam Al Qur 'an maka halalkanlah dan apa yang kamu dapati haram, maka haramkanlah. Ketahuilah, sesungguhnya apa yang diharamkan oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam seperti yang diharamkan oleh Allah'. Sungguh tidak halal bagi kalian keledai jinak, binatang yang bertaring dan barang temuan dari orang-orang kafir yang terikat perjanjian denganmu kecuali dengan seizinnya. Dan barangsiapa yang bertamu pada suatu kaum, maka hendaklah kaum itu menjamunya dan jika mereka tidak menjamunya, maka mereka pun berhak untuk mendapat perlakuan yang sama". (Diriwayatkan oleh Abu Daud, Tirmidzi dan Hakim. Beliau (Hakim) menshahihkan hadits tersebut. Hadits ini telah diriwayatkan oleh Ahmad dengan sanad yang shahih).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar