A.
TEKS HADITS
Al-Imam Muslim rahimahullah berkata
dalam Shahih-nya (no. 537):
Telah menceritakan kepada kami Abu
Ja’far Muhammad bin Ash-Shabbah dan Abu Bakr bin Abi Syaibah (yang keduanya
berdekatan dalam lafadh hadits tersebut), mereka berdua berkata: Telah
menceritakan kepada kami Isma’il bin Ibrahim, dari Hajjaj Ash-Shawaf, dari
Yahya bin Abi Katsir, dari Hilal bin Abi Maimunah, dari ‘Atha’ bin Yasar, dari
Mu’awiyyah bin Al-Hakam As-Sulami, ia berkata: “…..Aku mempunyai seorang budak
wanita yang menggembalakan kambingku ke arah gunung Uhud dan Jawwaniyyah. Pada
suatu hari aku memantaunya, tiba-tiba ada seekor serigala yang membawa lari
seekor kambing yang digembalakan budakku itu. Aku sebagaimana manusia biasa pun
marah sebagaimana orang lain marah (melihat itu). Namun aku telah menamparnya,
lalu aku mendatangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Beliau pun
menganggap besar apa yang telah aku lakukan. Aku berkata: ‘Wahai Rasulullah, apakah
aku harus memerdekakannya?’. Beliau menjawab: ‘Bawalah budak wanita itu kepadaku’. Aku pun membawanya kepada
beliau. Lalu beliau bertanya kepada budak wanita itu: ‘Di manakah Allah?’. Ia menjawab: ‘Di langit’. Beliau bertanya lagi:
‘Siapakah aku?’. Ia menjawab : ‘Engkau
adalah utusan Allah (Rasulullah)’. Beliau pun bersabda: ‘Bebaskanlah, sesungguhnya ia seorang wanita beriman”. [Selain
Muslim, hadits ini juga diriwayatkan oleh Ahmad 5/447, Ibnu Abi Syaibah dalam Al-Mushannaf
11/19-20 dan Al-Musnad no. 825, An-Nasa’i no. 1218, Abu Dawud no. 930 &
3276, Ibnu Hibban no. 165 & 2247, Ibnu Abi ‘Aashim dalam Al-Ahadul-Matsani
no. 1398-1399, Ath-Thabarani dalam Al-Kabir 19/398-399, Ibnul-Jarud no. 212,
dan yang lainnya].
B.
DERAJAT HADITS
Al-Baghawi setelah membawakan
hadits Mu’awiyyah bin Al-Hakam As-Sulami secara lengkap (termasuk kisah jariyyah)
berkata:
“Ini adalah hadits shahih. Diriwayatkan
oleh Muslim dari Abu Bakr bin Abi Syaibah, dari Isma’il bin Ibrahim, dari Hajjaj”
[Syarhus-Sunnah, 3/239, tahqiq/ta’liq/takhrij : Syu’aib Al-Arna’uth &
Zuhair Syawisy; Al-Maktab Al-Islami, Cet. 2/1403].
Adz-Dzahabi berkata saat
mengomentari hadits Mu’awiyyah bin Al-Hakam As-Sulami radliyallahu ‘anhu di
atas :
“Hadits ini shahih, diriwayatkan
oleh jama’ah perawi tsiqah dari Yahya bin Abi Katsir, dari Hilal bin Abi Maimunah,
dari ‘Atha’ bin Yasar, dari Mu’awiyyah As-Sulami. Dikeluarkan oleh Muslim, Abu
Dawud, An-Nasa’i, dan lainnya dari kalangan para imam yang memuatnya pada
karya-karya mereka. Semuanya memberlakukannya sebagaimana datangnya, tidak ada
yang coba-coba melakukan ta’wil dan tahrif” [Al-‘Ulluw lil-‘Aliyyil-Ghaffar,
hal. 16-17, tashhih : ‘Abdurrahman bin Muhammad ‘Utsman; Al-Maktabah
As-Salafiyyah, Cet. 2/1388].
Al-Baihaqi berkata: “Hadits ini shahih,
dikeluarkan Muslim”. [Al-Asma’ wa Sifat (hal. 532-533 cet. Dar Kutub ‘ilmiyyah)]
Imam Al-Ashbahani berkata: “Dan
sungguh telah shahih dari Nabi bahwasanya beliau bertanya kepada seorang budak
wanita yang akan dibebaskan oleh tuannya: Dimana Allah? Jawab budak tersebut:
Di atas langit….”. [Al-Hujjah fi Bayanil Mahajjah (2/118)]
Ibnu Qudamah berkata: “Hadits ini
shahih”. [Itsbat Sifatil Uluw hal. 47]
Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani
berkata: “Hadits shahih, diriwayatkan Muslim”. [Fathul Bari syarh Shahih
Bukhari (13/359)]
Al-Wazir al-Yamani berkata:
“Hadits ini tsabit (shahih), diriwayatkan oleh Muslim dalam Shahihnya”. [Al-Qowashim
wal ‘Awashim (1/379-380)]
Syaikh Albani berkata: “Hadits
ini disepakati keabsahannya oleh para ulama muslimin semenjak dahulu hingga
sekarang dan dijadikan hujjah oleh imam-imam besar seperti Malik, Syafi’i,
Ahmad dan lainnya. Dan dishahihkan oleh Muslim, Abu Awanah, Ibnu Jarud, Ibnu
Khuzaimah, Ibnu Hibban dan orang-orang yang mengikuti mereka dari para pakar
dan sebagian mereka adalah para pentakwil seperti Al-Baihaqi, Al-Baghawi, Ibnul
Jauzi, Adz-Dzahabi, (Ibnu Hajar) Al-Asqalani dan lainnya. Lantas bagaimana
pendapat seorang muslim yang berakal terhadap orang jahil dan sombong yang menyelishi
para imam dan pakar tersebut, bahkan mencela lafadz Nabi yang telah dishahihkan
oleh para ulama tersebut?!”. [Silsilah Ahadits As-Shahihah (1/11)]
C.
FIKIH HADITS
Adz-Dzahabi berkata: "Dan
demikian ra'yu kami (setuju dengan hadits) setiap orang yang ditanya : "Di
mana Allah ? "Dia segera dengan fitrahnya menjawab : Di atas langit!. Di
dalam hadits ini ada dua masalah : Pertama : Disyariatkan pertanyaan seorang
muslim : Dimana Allah?. Kedua : Jawaban orang yang ditanya : (Allah) di atas
langit! Maka barangsiapa yang mengingkari dua masalah ini berarti ia telah
mengingkari Al-Musthafa (Nabi) shollallahu ‘alaihi wasallam". [Al-‘Ulluw
lil-‘Aliyyil-Ghaffar oleh Adz-Dzahabi, diringkas oleh syaikh Albani dalam
Mukhtashar Al ’Ulluw hal. 81]
Ad-Darimi berkata: “Dalam hadits
ini terdapat dalil bahwa seorang apabila tidak mengetahui kalau Allah itu di
atas langit bukan di bumi maka dia bukan seorang mukmin. Apakah anda tidak tahu
bahwa Nabi menjadikan tanda keimanannya adalah pengetahuannya bahwa Allah di
atas langit?!! Dan dalam pertanyaan Nabi “Di mana Allah“ terdapat bantahan
ucapan sebagian kalangan yang mengatakan bahwa Allah berada di setiap tempat,
tidak disifati dengan “di mana”, sebab sesuatu yang ada di mana-mana tidak
mungkin disifati “di mana”. Seandainya Allah ada di mana-mana sebagaimana
anggapan para penyimpang, tentu Nabi akan mengingkari jawabannya…”. [Ar-Radd
ala Jahmiyyah oleh Utsman Ad-Darimi hal. 46-47]
Al-Baihaqi dalam kitabnya
"Manaaqib Asy-Syaafi'i" menukil perkataan Imam Asy-Syafi'i tentang
persyaratan budak mukmin yang bisa dimerdekakan sebagai kaffaroh: Imam
Asy-Syafi'i rahimahullah berkata, "Dan yang lebih aku sukai jika ia
menguji sang budak tentang pengakuannya terhadap hari kebangkitan setelah
kematian dan yang semisalnya". Dan Imam Asy-Syafi’i menyebutkan hadits
Mu'aawiyah bin Al-Hakam, bahwasanya ia berkata kepada Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam berkata tentang budak wanita yang ditampar olehnya,
"Apakah wajib bagiku untuk membebaskan seorang budak?". Maka
Rasulullah bertanya kepada budak wanita tersebut, "Dimanakah Allah?".
Sang budak berkata, "Di langit". Lalu Rasulullah bertanya lagi,
"Siapakah saya?". Maka sang budak wanita berkata, "Anda adalah
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam". Maka Rasulullah berkata,
"Bebaskan budak wanita ini" [Manaqib Asy-Syafi'i oleh Al-Baihaqi
1/394]
Hadits budak wanita juga
diriwayatkan oleh Imam Asy-Syafi’i di dalam kitab al-‘Umm juz 5 halaman 298.
Mengenai periwayatan Imam Asy-Syafi’i tersebut, Imam Abu Utsman Ash-Shabuni
menyatakan di dalam kitabnya ‘Aqidatus Salaf Ashabul Hadits: “Asy-Syafi’i
–semoga rahmat Allah atasnya- berhujjah terhadap para penentang yang menyatakan
bolehnya memerdekakan budak kafir dengan khabar (hadits) ini karena keyakinan
beliau bahwa Allah Subhaanahu Wa Ta’ala di atas makhluk-makhluk-Nya, dan di
atas tujuh langit di atas ‘Arsy-Nya sebagaimana keyakinan kaum muslimin
Ahlussunnah wal Jama’ah baik yang terdahulu maupun kemudian, karena beliau
(Asy-Syafi’i) tidaklah meriwayatkan khabar (hadits) yang shahih kemudian tidak
berpendapat dengan (hadits) tersebut. Telah mengkhabarkan kepada kami al-Haakim
Abu Abdillah rahimahullah (dia berkata) telah mengkhabarkan kepada kami Abul
Walid Hasan bin Muhammad al-Faqih (dia berkata) telah memberitakan kepada kami
Ibrahim bin Mahmud dia berkata aku mendengar Ar-Rabi’ bin Sulaiman berkata: Aku
mendengar Asy-Syafi’i rahimahullah berkata: Jika kalian melihat aku
mengucapakan suatu ucapan sedangkan (hadits) yang shahih dari Nabi shollallaahu
‘alaihi wasallam bertentangan dengannya, maka ketahuilah bahwasanya akalku
telah pergi.”
Ibnul Qoyyim berkata: “Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam pernah bertanya: “Di mana Allah?” Lalu dijawab oleh yang
ditanya bahwa Allah berada di atas langit. Nabi pun kemudian ridha akan
jawabannya dan mengetahui bahwa itulah hakekat iman kepada Allah dan beliau
juga tidak mengingkari pertanyaan ini atasnya. Adapun kelompok Jahmiyyah,
mereka menganggap bahwa pertanyaan “Dimana Allah?” seperti halnya pertanyaan:
Apa warnanya, apa rasanya, apa jenisnya dan apa asalnya dan lain sebagainnya
dari pertanyaan yang mustahil dan batil!”. [I’lamul Muwaqqi’in oleh Ibnul
Qayyim (3/521)]
Syaikh Albani rahimahullah berkata:
“Hadits ini merupakan cemeti dahsyat bagi orang-orang yang meniadakan
sifat-sifat Allah, karena hampir saja engkau tidak bertanya kepada seorang di antara
mereka dengan pertanyaan di mana Allah? Kecuali mereka langsung mengingkarimu!
Si miskin (jahil) ini tidak tahu bahwa sebenarnya dia telah mengingkari
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Semoga Allah melindungi kita semua
dari ilmu kalam (filsafat)”. [Irwaul Ghalil oleh Syaikh Albani (1/113)]
Abdul Ghani Al-Maqdisi rahimahullah
berkata:
“Dan termasuk kebodohan yang
paling bodoh, akal yang paling lemah, dan jalan yang paling sesat adalah orang
yang mengatakan tidak diperbolehkannya untuk berkata : ‘Dimanakah Allah?’, setelah
adanya kejelasan dari shaahibusy-syarii’ah (yaitu Nabi shallallaahu ‘alaihi
wasallam) dengan sabdanya : ‘Dimanakah Allah?” [Al-Iqtishaad fil-I’tiqaad oleh
‘Abdul-Ghaniy Al-Maqdisiy, hal. 89, tahqiq : Dr. Ahmad bin ‘Athiyyah
Al-Ghaamidiy; Maktabah Al-‘Uluum wal-Hikam, Cet. 1/1414 H]
Abul-Mutharrif ‘Abdurrahman bin
Harun Al-Qanaza’i Al-Maliki rahimahullah berkata :
“Dan dalam hadits ini – yaitu
hadits budak wanita hitam – terdapat penjelasan bahwasannya Allah tabaaraka wa
ta’ala berada di atas langit, di atas ‘Arsy-Nya. Dan Dia berada di setiap
tempat dengan ilmu-Nya...” [Syarh Al-Muwaththa’, hal. 269 – melalui perantaraan
Masailul-‘Aqidah Allati Qararaha Aimmatul-Malikiyyah, hal. 184].
Tidak ada komentar:
Posting Komentar