ZAKAT FITRAH BOLEHKAH DENGAN UANG ?
Risalah No:
79 / Thn. III / Ramadhan 1421 H
(NB: Istilah zakat fitrah yang benar
adalah zakat fithri)
Zakat fithri pada bulan Ramadhan
adalah wajib bagi setiap muslim, hal ini telah diwajibkan oleh Rasulullah saw
berlandaskan hadits riwayat Bukhari Muslim dari Abdullan bin Mas’ud: "Sesungguhnya
Rasulullah saw mewajibkan zakat fithri pada bulan Ramadhan kepada manusia
berupa satu sho’ kurma, atau satu sho’ gandum, baik orang yang merdeka, budak
laki-laki atau perempuan".
Diriwayatkan pula oleh Abu Dawud dan
Ibnu Majah dari Ibnu Abbas yang artinya: ’Rasulullah
saw mewajibkan zakat fithri sebagai penyucian bagi orang yang puasa’, dan
banyak lagi hadits yang lain.
Dengan demikian wajib bagi kaum muslimin
untuk mengeluarkan zakat fithri pada bulan Ramadhan karena mengikuti perintah
Rasulullah saw saw berdasarkan firman Allah Ta’ala dalam surat Al-Hasyr ayat
17, dan banyak lagi ayat lain yang mewajibkan kaum mslimin untuk menta’ati
beliau saw, demikian juga hadits-hadits yang shahih.
SIAPAKAH YANG WAJIB ZAKAT ?
Yaitu seluruh kaum muslimin baik laki-laki
maupun perempuan, merdeka atau budak, kecil atau besar. Bagi yang mempunyai
keluarga atau tanggungan maka wajib baginya untuk menzakatinya: istrinya,
anaknya, pembantunya yang mengurusi urusannya dan ia bertanggung jawab atas
gajinya. Seperti diriwayatkan oleh Abu Dawud dari Abdullah bin Umar ra: "Sesungguhnya
Rasulullah saw mewajibkan shadaqah fithri berupa satu sho’ gandum atau kurma,
kepada orang yang kecil, besar, merdeka, budak laki-laki atau perempuan".
Maka wajib bagi orang miskin yang memiliki
kelebihan makanan pada waktu itu untuk mengeluarkan zakat.
BENTUK ZAKAT
Berupa makanan, kurma, gandum dan
selainnya dari makanan pokok, berdasarkan hadits bukhari dan Muslim dari Abu
Sa’id Al Khudri : "Kami mengeluarkan zakat fithri satu sho’ makanan, satu sho’ gandum, satu sho’
kurma, satu sho’ keju, satu sho’ kismis (anggur kering)".
Berkata Abu Sa’id Al Khudri: "Saya selalu mengeluarkan zakat fithri
(berupa makanan) seperti saya dulu
mengeluarkannya pada zaman Rasulullah saw, selama saya masih hidup".
Dan satuan sho’ yang dipakai adalah sho’
Madinah dimana kadarnya adalah 2040 gram gandum atau 2900 gram beras.
SIAPA YANG BERHAK MENERIMA ZAKAT
Dari Ibnu Abbas berkata: Rasulullah saw
telah mewajibkan zakat fithri sebagai penyucian bagi yang berpuasa dari
perkataan sia-sia dan keji, dan makanan untuk orang miskin, barang siapa yang
menunaikannya sebelum shalat ‘Ied maka itulah shadaqah (zakat fithri) yang
diterima, dan barang siapa yang menunaikannya setelah shalat maka dia adalah
shadaqah dari macam-macam shadaqah".
Berdasarkan hadits ini jelas kiranya,
bahwa yang berhak menerima zakat fithri adalah orang-orang miskin, karena
Rasulullah saw mewajibkan zakat berupa makanan.
BOLEHKAH DIGANTI DENGAN UANG ATAU
SELAINNYA?
Berkata Imam Abdullah bin Ahmad bin Hanbal dalam Masa’il Imam Ahmad hal.
171 masalah ke 647: "Saya mendengar
bapakku, beliau membenci untuk memberikan harga dalam zakat fithri, katanya:
‘Saya khawatir apabila diganti harga tidak akan sepadan/mencukupinya.’"
Berkata Imam Ibnu Qudamah dalam Al-Mughni 3/65: katanya "Barangsiapa membayar zakat dengan harganya
tidak akan sepadan/mencukupinya."
Berkata Imam Syaukani dalam Nailul Authar: ‘Zakat wajib berupa barang, tidak boleh diganti dengan harga/nilainya,
kecuali jika tidak ada barang dan jenisnya". Katanya pula. "Yang
benar bahwa zakat harus berupa barang tidak boleh diganti harganya kecuali ada
udzur."
Berkata Imam Nawawi dalan Syarah Muslim 7/60: "Rasulullah saw menyebutkan berbagai macam
barang yang harganya bermacam-macam, dan beliau mewajibkan dari setiap jenisnya
satu sho’, maka ini menunjukkan bahwa yang teranggap/diakui adalah sho’ bukan
harganya".
Berkata Imam Nawawi dalam Al-Majmu’: "Tidak sepadan/mencukupi menurut kami", seperti ini pula
pendapat Imam Malik, Imam Ahmad, Imam Ibnul Mundzir, berkata Abu
Hanifah: "boleh",
berkata Ishaq dan Abu Tsaur: "Tidak
mencukupi kecuali dalam keadaan terpaksa".
Berkata Imam Asy Syaukani dalam Assailul Jarar 2/86, katanya: ‘Harga hanya boleh dibayar dalam keadaan
terpaksa". Saya katakan (Syaukani); "Ini benar, karena dhohir beberapa hadits –dengan ditentukannya zakat fithri
berupa makanan,- (ini menunjukkan) bahwa pengeluaran sesuatu yang telah
disebutkan oleh Rasulullah saw adalah tertentu pula (tidak boleh dengan yang
lainnya, pent.) Dan apabila ada halangan, maka harganya mencukupi, karena yang
demikian itu memungkinkan bagi orang yang berkewajiban membayar zakat fithri
dan tidak wajib bagi orang yang tidak ada kemampuan.” Imam Nawawi menukil dari Imam Harama bin Abul Ma’ali Al Juwaini
bahwa mengeluarkan zakat dengan harga/nilai adalah keluar dari nash dan makna
ta’abud (peribadatan), semisal orang sujud meletakkan pipi dan dagunya ke
lantai sebagai ganti dari dahi dan hidung, karena zakat adalah saudaranya
shalat.
Berkata Ibnu Hajar Al Asqalani: "Sepertinya
barang-barang yang disebutkan oleh Rasulullah saw dalam hadits Abi Sa’id,- di mana
takaran barang itu sama padahal harganya berbeda-beda- ini menunjukkan bahwa
yang dimaksud adalah mengeluarkan barang-barang tersebut dari jenis apa pun
(bukan harganya)."
Berkata Ibnu Taimiyah dalam Al Ikhtiyarat Al Fiqhiyah, "dan
zakat fithri itu cukup dengan makanan pokok negerinya seperti beras, dan
selainnya, walupun diukur setaraf dengan jenis barang yang disebutkan dalam
hadits, dan tidak mencukupi mengeluarkan zakat dengan pakaian, dipan, bejana
dan barang lainnya selain yang telah disebutkan oleh Rasulullah saw, karena
Rasulullah saw mewajibkan berupa makanan, maka jangan melanggar apa yang telah
di tentukan oleh beliau saw, juga tidak mencukupi dengan membayar harga makanan
tersebut, karena menyelisihi perintah beliau saw. Imam Ahmad ditanya tentang membayar zakat fithri dengan dirham,
kata beliau : "Saya khawatir tidak
akan mencukupi, menyelisihi sunnah Rasulullah saw di katakan padanya, orang-orang
berkata; Umar bin Abdil Aziz memungut harga (zakat fithri), jawab Ahmad: ”mereka menanggalkan perkataan Rasulullah saw
dan mereka berkata ; Kata orang ini, itu dst”. Berkata Ibnu Umar: ”Rasulullah saw mewajibkan…”, al-hadits.
Firman Allah : "Taatilah Allah dan taatilah rasul".
Maka beliau berpendapat bahwa membayar zakat fithri
dengan harga/ uang menyelisihi Rasulullah saw. Demikian pula pendapat Imam Malik, Syafi’i, kata Ibnu Hazm
: "harga/ uang tidak mencukupi sama
sekali karena itu bukan yang diwajibkan Rasulullah saw, dan harga tidak boleh
pada hak manusia kecuali dengan saling ridho, sedangkan zakat itu tidak ada
kepemilikannya secara pasti yang boleh ridho dan melepaskannya”. Berkata Sufyan At-Tsauri "Abu Hanifah dan
para sahabatnya : ”boleh dengan harga/
uang”, hal ini diriwayatkan dari Umar bin Abdul Aziz dan Hasan Al
Basri."
Itulah perkataan para Imam kaum muslimin.
Alasan kedua; Harta/mata uang pada zaman Rasulullah saw sudah ada, tetapi
beliau saw tidak memerintahkannya untuk membayar dengannya, kalaulah boleh
dengan harga, tentu beliau saw akan mengatakan "satu sho’ gandum atau
harganya. Dan Nash hadits tidak ada yang menerangkan harganya. Demikian
juga harga dari berbagai barang itu berbeda-beda, lalu mana yang akan di
jadikan standart ? , apabila di hargai murah, tentu barangnya jelek, tentunya
ini adalah kedholiman terhadap para penerima zakat fithri yaitu para fakir
miskin.
Maka perlu diketahui bahwa zakat fithri adalah
ibadah, dan dasarnya adalah ittiba’, kita tidak boleh meninggalkan ittiba’
Rasulullah saw lantaran mengikuti perkataan seseorang. Dan para sahabat pun
mengetahui dan mengamalkannya (zakat bukan harga), serta tidak menyelisihi
ketentuan beliau saw maka tidak boleh kita katakan bahwa zakat dengan uang itu
lebih bermanfaat bagi fuqoro’ dan masakin ketimbang dengan barang. Beralasan ;
zakat berupa barang hanya bernilai konsumtif (dimakan) semata sedang uang
bernilai produktif (bisa untuk modal) . ini hanyalah alasan akal yang di
rekayasa bahkan justru menyelisihi hadits Rasulullah saw dan Allah Ta’ala yang
mensyariatkannya, tentu lebih tahu akan kemaslahatan para hambaNya yang fakir
dan miskin.
Waktu mengeluarkannya sebelum sholat ied boleh juga satu hari atau
dua hari sebelum ied seperti dilakukan Ibnu Umar ra. Wallahu a’lam.
Diterjemahkan dengan ringkas dari majalah At-Tauhid edisi Ramadhan
1420, Kairo Mesir oleh Abdul Aziz bin Salim Al Atsari. Ma’had Al Furqon Al
Islamy Sidayu Gresik